Hari H

875 67 11
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu oleh murid-murid SMA Galaksi telah tiba. Inilah saatnya mereka berekreasi ke hutan, menjelajah alam liar. Bus-bus yang akan mengangkut mereka juga telah terparkir rapi di depan sekolah. Keberangkatan tinggal menunggu menit lagi.

"Lo duduk sama siapa Sya?" tanya Kiara.

Asya menoleh, "Gue sama Tea."

"Oh, berarti kita nggak ada yang sendiri, kan?" Kiara kembali memastikan. Takutnya nanti diantara mereka ada yang tidak kebagian teman duduk. Kan kasihan juga kalau harus duduk sendiri.

"Lah terus Gea sama siapa?" tanya Kim dengan bingung.

Asya mengarahkan telunjuknya pada Gea yang berdiri berdiri tak jauh dari mereka bersama temannya. "Tuh sama Letha." Kim mengangguk.

Gea dan Letha kemudian mendekat ke arah dimana Asya dan yang lainnya berdiri menunggu giliran absen.

Daripada harus berdesak-desakan.

Asya menoleh ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya. Tatapannya tertuju pada cowok yang kini berdiri di sampingnya. Membuat sinar matahari yang semula terpantul di wajahnya terhalang oleh cowok itu. Asya tersenyum kecil ketika Gavin menoleh ke arahnya. Tangan Gavin belum berpindah dari pundaknya.

"Nggak bawa jaket?" tanya Gavin memperhatikan Asya yang hanya mengenakan kaos putih berlengan panjang dan celana panjang berwarna hitam yang tidak terlalu ketat.

"Bawa kok, di dalem tas."

"Kok nggak dipake?"

Asya memperhatikan pakaiannya sendiri. "Nanti aja lah kalo udah sampe, lagian gue juga pake baju lengan panjang."

Gavin berdecak kesal, ia menarik tas punggung yang tengah dipakai Asya, membuat tubuh Asya sedikit tertarik ke belakang. Ia membuka resleting tas Asya yang berwarna abu-abu dan mengeluarkan sebuah jaket.

"Nih pake!" Gavin menyerahkan jaket berwarna pink setelah menutup kembali resleting tas Asya. Ia tersenyum kecil melihat Asya yang mencebikkan bibirnya kesal akibat perintahnya.

"Padahal lo sendiri nggak pake jaket." Gavin tidak menjawab.

Asya melepaskan tas punggungnya dan menyerahkan pada Gavin agar ia bisa memakai jaket. Setelah berhasil memakainya tanpa menaikkan resleting jaket, Asya kembali mengambil tas abu-abunya di tangan Gavin.

Tapi sepertinya Gavin belum puas meskipun Asya sudah memakai jaket. Ia maju satu langkah dan memegang kedua bahu Asya, menariknya hingga Asya menghadap ke arahnya. Gavin tidak memperdulikan ekspresi terkejut Asya karena jarak mereka sekarang sangat dekat. Ia hanya fokus menaikkan resleting jaket Asya agar gadisnya itu terlindungi.

"Nah, gini dong." Gavin tersenyum puas, ia masih merapikan jaket Asya, membuatnya terlihat seperti seorang kakak yang tidak mau adiknya terluka. Ia tidak tahu kalau sekarang Asya tengah berusaha keras menormalkan detak jantungnya akibat perlakuan sederhananya itu. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, ia beralih mengacak gemas rambut Asya.

Asya berdecak kesal. "Jaketnya dirapihin, rambutnya diberantakin," gerutunya seraya menata rambut sepunggungnya yang sedikit acak-acakan.

"Udahlah, jangan ngomel-ngomel! Nanti cantiknya ilang loh," kata Gavin, tertawa kecil. Ia mendorong pelan Asya agar bergabung di rombongannya. "Hati-hati!"

Asya berbalik sejenak, tersenyum pada cowok yang kini melambai kecil ke arahnya. Ia kemudian berdiri di samping Tea, menunggu giliran absen karena sebentar lagi busnya akan berangkat.

Gavin menghembuskan napas berat jika mengingat pertengkarannya tadi malam. Ia tidak mengerti, kenapa Davin bisa sampai berubah seperti itu hanya dalam beberapa hari setelah balikan dengan Siska.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang