Balikan nih?

1.4K 86 14
                                    


Jangan lupa vote, komen, follow, dan share!!!

Dukungan dari kalian akan sangat membantu semangat penulis dalam melanjutkan cerita :)

Happy reading 🔥🔥🔥

***












Hujan semakin deras. Bahkan jika seseorang berteriak di ujung jalan tak akan ada orang yang mendengarnya. Gavin melirik jam tangannya yang sudah basah. Waktunya habis, dan Asya tak juga keluar. Itu berarti ia harus pulang dengan membawa kegagalan.

Cowok itu menghela napas panjang, tersenyum miris. "Oke, gue pergi Sya!"

Gavin hendak berdiri. Ia menatap jalanan di depannya sekilas setelah menyadari bahwa hujan tiba-tiba berhenti.

Tapi sepertinya Gavin salah, ia masih bisa melihat air yang berjatuhan dari langit. Yang jadi pertanyaan di benaknya adalah, apa yang telah melindungi badannya dari guyuran hujan? Dewi Hujan? Atau justru makhluk halus yang hendak menculiknya? Entahlah, pikiran Gavin sedang kalut makanya ia bisa berimajinasi sejauh itu.

Cowok itu mendongak untuk memeriksa keadaan di atasnya.

Bukan! Bukan Dewi Hujan atau gendruwo yang ia lihat. Apalagi kuntilanak! Itu semua salah!

Matanya justru menangkap sosok bidadari tak bersayap yang tengah memegang payung untuk melindungi tubuhnya. Silahkan salahkan Gavin yang terlalu berlebihan mengibaratkan gadis cantik ini. Karena memang sebutan itu cocok untuknya.

Gavin membulatkan matanya dan langsung berdiri. Ia lalu menggeser payung yang semula berada di atas kepalanya agar melindungi kepala gadis yang sekarang berhadapan dengannya. "Lo harus pake payungnya!"

Bukannya menurut, Asya justru membungkuk untuk meletakkan payung berwarna biru itu di atas tanah. Setelah itu, ia kembali menegakkan tubuhnya, sedikit mendongak untuk menatap lekat wajah Gavin. "Kalo lo kehujanan, berarti gue juga harus kehujanan!" katanya dengan mantap.

Gavin terdiam. Ia sibuk menyelam di dalam tatapan Asya untuk mencari rasa belas kasihan. Ia takut kalau ternyata Asya hanya sekedar simpati terhadapnya karena sudah rela hujan-hujanan.

Namun nihil. Gavin tidak menemukannya. Ia mengalihkan perhatian ke belakang punggung Asya, ingin memeriksa keberadaan benda berwarna pink yang semula ia letakkan di atas pagar.

Tidak ada!

Gavin mencoba mencari benda itu dengan cara menatap ke bawah, siapa tahu terjatuh. Dan ternyata tetap tidak ada. Sekarang ia merasakan jantungnya berpacu lebih cepat.

"Cari ini?" Asya menunjukkan benda yang Gavin cari sembari tersenyum manis. Ia menatap wajah Gavin yang terlihat kebingungan. Antara percaya dan tidak percaya.

"Asya, lo...." Gavin memotong ucapannya sendiri. Tak sanggup lagi berkata-kata. Senyumannya tertahan karena masih belum yakin.

Melihat reaksi Gavin membuat Asya tertawa kecil. Gadis itu mengangguk tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya.

"Lo nerima gue?" tanya Gavin dengan tatapan tak percaya.

"Menurut lo?" Asya mengulang pertanyaan Gavin.

Gavin melebarkan senyumnya. Cowok itu menahan dirinya agar tidak berteriak dan mengganggu tetangga Asya. Tapi sesuatu yang menggoncang hatinya begitu dahsyat. Ia bahkan merasakan seperti ada jutaan burung yang terbang dari dalam perutnya.

Akhirnya karena bingung harus bagaimana untuk melepaskan ekspresinya, Gavin memeluk erat tubuh Asya. Membuat gadis bersurai sepunggung itu terkejut dengan perlakuan Gavin. Namun pada akhirnya Asya membalas pelukan Gavin tak kalah erat.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang