Semua Orang Pernah Melakukan Kesalahan

791 61 0
                                    

Hari terakhir sebelum keberangkatan Kim ke Korea dihabiskan untuk bersenang-senang bersama. Mereka pergi ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi ketika berlima. Kali ini, kelima sahabat itu memutuskan untuk meluapkan kesedihan, menutupinya dengan melakukan hal-hal yang menyenangkan.

"Pokoknya kalo gue udah nggak di sini lagi, kalian harus tetep sama-sama ya!!?"

Keempatnya mengangguk kompak, dengan senyuman yang memuaskan. Mereka tengah berada di sebuah kafe yang terletak di dalam mall.

Meskipun hubungan antara Asya, Tea, dan Kiara belum sepenuhnya normal, tapi mereka mencoba terlihat baik-baik saja di depan Kim.

"Terus, kalo ada yang lagi punya masalah, kalian harus bisa saling support! Jangan malah tiba-tiba ngilang gitu aja."

Perkataan Kim begitu tepat sasaran menusuk hati Kiara. Memang itu tujuannya, Kim ingin Kiara berubah. Tidak terlalu termakan omongan orang lain dan belum melihat dari sisi yang lain.

Kiara menunduk dalam. Berbeda dengan Asya dan Tea yang bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Ia lalu melirik dua sahabatnya itu. Sekarang hatinya diselimuti perasaan bersalah.

"Gue minta maaf ya, sama kalian semua! Terutama buat Asya sama Tea!"

Semua orang terdiam. Tak menyangka Kiara mengatakan kalimat itu.

"Gue nggak ada diwaktu kalian lagi butuh bantuan." Ia mengingat beberapa kejadian ketika para sahabatnya sedang berada di titik terendah, dirinya justru menghilang entah kemana. Dan sekarang ia baru menyadarinya.

"Maafin gue!" Kiara semakin tertunduk.

Asya, Tea, Gea, dan Kim saling bertatapan dengan senyum yang terukir tulus. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Tidak ada salahnya orang tersebut dikasih kesempatan untuk berubah. Apalagi kalau sudah meminta dan mengakui kesalahannya.

"Nggak papa Ra! Kita semua paham kok, setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, dan setiap orang pasti ingin memperbaiki kesalahan mereka." Asya tersenyum ketika Kiara mendongak menatapnya.

Gea mengusap pundak Kiara, "Kita bakalan tetep jadi sahabat Lo Ra!"

"Tapi Lo juga harus berusaha buat berubah juga!" kata Tea, memutar malas bola matanya. Tapi sedetik kemudian ia tersenyum, menaik-turunkan kedua alisnya.

Kiara mengangguk semangat, tersenyum lega. "Gue bakalan berubah!"

Saat itu juga, makanan yang mereka pesan datang. Kali ini, Kim yang mentraktir semuanya. Mengingat besok ia sudah tidak bisa bertemu tatap muka dengan mereka. Karena hari ini juga ia akan terbang ke Korea.

Meskipun sedih karena harus berpisah dengan mereka, Kim berjanji akan selalu terhubung dengan para sahabatnya. Atau sesekali mungkin bisa main ke Indonesia.

"Eh, eh... Jangan dimakan dulu!" Kiara mengeluarkan ponselnya, mengangkatnya untuk ditunjukkan pada mereka. "Kita selfie dulu aja!" usulnya dengan senyuman yang lebar.

"Boleh!"

"Kuylah!"

Akhirnya mereka selfie dulu sebelum memakan makanan yang sudah dipesan. Tak lupa untuk mengunggahnya di media sosial mereka masing-masing.

"Habis ini kita kemana lagi?"

***

Asya menutup pagar rumahnya. Setelah mengantarkan Kim ke bandara, ia dan yang lainnya langsung pulang ke rumah masing-masing. Tadi di sana mereka juga sempat menangis, sedikit tidak rela jika harus berpisah dengan salah satu dari sahabat terbaik mereka. Apalagi Kiara yang memang dari kecil merupakan sahabat Kim. Ia tentu saja yang paling merasa kehilangan daripada yang lainnya.

Bahu Asya bergerak turun. Ia mengayunkan kaki ke dalam rumah. Sesampainya di ruang tamu, ia dibuat heran dengan keberadaan Ami dan dua buah cangkir yang berisi sisa-sisa teh. Hari ini Ami memang sedang libur.

"Ada tamu ya Ma, tadi?" Asya duduk di samping Ami, menyalami tangan wanita itu.

"Iya, tadi Gavin kesini!"

Tubuh Asya seolah disengat listrik berskala kecil. Ia bertanya-tanya di dalam hati, untuk apa Gavin ke rumahnya? "Beneran, Ma? Ngapain?"

Ami yang semula tengah menonton acara televisi menoleh dengan senyuman kecil, "Tadinya mau ngajakin kamu jalan-jalan, tapi kamunya nggak pulang-pulang."

Asya meneguk ludahnya sendiri, "Gavin nungguin lama nggak, Ma?"

Ami berpikir sejenak, ia melirik jam di dinding. "Pokoknya nggak lama kamu keluar, Gavin dateng. Baru pulang setengah jam yang lalu."

Jantung Asya seakan berhenti mendadak. Itu berarti Gavin menunggunya selama lebih dari lima jam. "Kenapa nggak nelpon Asya aja, Ma?"

"Tadinya Mama udah mau nelpon kamu, tapi kata Gavin jangan! Soalnya Mama juga ngasih tau kalo kamu mau nganterin Kim yang mau pindah ke Korea, jadi mungkin kalian main-main dulu."

Asya mengangguk paham. Ia lalu berdiri untuk naik ke kamarnya. "Asya ke kamar dulu Ma!"

***

Asya mondar-mandir di dalam kamar. Tangannya memegang ponsel yang sekarang menampilkan kontak Gavin. Ia menimang-nimang apakah harus menelpon Gavin dan meminta maaf, atau nanti saja kalau bertemu.

"Telpon nggak ya?"

Berulangkali ia menggumamkan kalimat singkat itu. Sampai akhirnya ia dikejutkan dengan getaran yang berasal dari ponselnya sendiri.

Matanya mendelik melihat nama Gavin terpampang di layar ponsel. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Asya menggeser tombol hijau, kemudian mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Halo?"

"Hai! Lo masih di luar? Ganggu, ya? Yaudah nanti aja ya kalo udah di rumah?"

"Eh, tunggu! Nggak kok! Gue udah di rumah!" Asya menggigit bibir bawahnya mendengar pertanyaan Gavin yang bertubi-tubi seperti tadi. "Sorry ya, Vin!"

"Hm? Sorry kenapa?"

Asya memikirkan kata-kata sejenak, "Udah bikin lo nungguin lama tadi."

Di seberang telepon, Gavin terkekeh kecil, membuat Asya menahan napas mendengar suara itu. "Iya Sya...."

"Lo... Nggak marah, kan?"

"Nggak Asyayang ... Ngapain marah?"

Akhirnya Asya bisa bernapas lega. Senyuman tipis terukir di wajah manisnya.

"Jangan sedih, ya!"

Asya tersentak mendengar penuturan Gavin, "Maksudnya?"

Gavin kembali terkekeh, "Biar gue tebak! Pasti di bandara kalian nangis-nangis waktu temen lo itu mau berangkat, kan?" katanya sudah seperti Arkan, sukanya menebak-nebak seperti cenayang.

Asya mendengus kesal. "Apaan sih? Nggak lah!" sanggahnya. Padahal omongan Gavin itu benar sekali.

"Oh ya?"

"Iya!"

"Gue nggak percaya! Hahaha...."

"Ih ... Gavin!"

***




Karena chapter nya sedikit dan sudah lama tidak up, saya putuskan untuk double up!!

Selamat membaca ....






Note :
Sider silahkan keluar! Kalau nggak mau, silahkan berikan vote, komentar, serta follow akun penulis. Dan ... Share juga ke orang-orang terdekat kalian.

















13-04-2021

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang