Vote, komen, follow, dan share!!
Happy reading!!
Kalo ada typo kasih tau ya!
****
"Gavin! Dari tadi kamu dengerin saya menjelaskan tidak?!"
Gavin mengerjap beberapa kali ketika Pak Mamat, guru fisika yang terkenal killer menegurnya. Ia menatap sekeliling kelas dan mendapati jika dirinya sudah menjadi pusat perhatian. Cowok itu meringis tak berdosa.
"Ini Pak, tadi Ezra sama Varo berisik! Jadinya saya nggak bisa konsen."
Mendengar itu membuat Ezra dan Varo yang duduk di belakangnya mendelik tajam. Apa-apaan si Gavin barusan? Mereka kan dari tadi diam memperhatikan papan tulis.
"Bangke lo Vin!" kesal Varo. Diliriknya anak-anak kelas yang mencoba menahan tawa.
"Kalian bertiga! Keluar dari ruangan! Nggak usah ikut pelajaran saya!"
"Wah, beneran nih Pak?" tanya Gavin dengan wajah tak bersalahnya. Ia bahkan terlihat senang-senang saja jika harus keluar dari pembelajaran yang membosankan itu.
"Heh! Kamu ini! Disuruh keluar dari pembelajaran kok malah seneng?" Pak Mamat geleng-geleng kepala melihat kelakuan muridnya yang satu ini.
Semua orang tak bisa menahan tawa mereka lagi. Seluruh penjuru kelas dipenuhi oleh suara tawa.
"Permisi Pak!"
Gavin sedikit membungkuk ketika lewat di depan Pak Mamat yang menatapnya tajam. Di belakangnya, Ezra dan Varo juga melakukan hal yang sama.
***
"Lo kapan nembak Asya?" tanya Varo. Akhirnya cowok itu berhenti mengomel setelah mereka pergi ke kantin.
Gavin berpikir sejenak, "Nggak tau, mungkin pulang nanti. Biar gue nggak bosen waktu jalanin tantangannya."
Bel istirahat memang sudah berbunyi satu menit yang lalu, tak heran jika kantin sekarang sudah mulai ramai.
Dari arah pintu, tampak Davin, Kenzo, dan Arkan memasuki area kantin. Davin memilih langsung menuju ke stand penjual makanan. Sebenarnya Arkan itu satu kelas dengan Gavin. Tapi tadi ia sedang beruntung karena kebetulan Pak Mamat menyuruhnya untuk mengambil buku paket bersama teman sepiket.
"Lo bertiga kenapa keluar dari kelas?" Arkan mengambil posisi duduk di samping Ezra yang sedang fokus mengunyah baksonya. Makanya dari tadi diem.
"Tau tuh si Gavin!"
Tawa Gavin menyembur melihat kekesalan Varo. Cowok itu mengambil ponsel yang ia taruh di atas meja ketika melihat Davin membawa empat mangkuk bakso, entah bagaimana bisa secepat itu mendapatkan bakso. Padahal tadi baru sampai di kantin. Gavin membuka aplikasi WhatsApp.
"Sini!" Arkan merebut ponsel Gavin, terlihat mengotak-atiknya. Mengabaikan tatapan Gavin yang seolah meminta kejelasan. Seenaknya saja mengambil ponsel orang, belum lagi tadi Gavin sedang berkirim pesan dengan salah satu gebetannya dari SMA Rajawali. Tasya namanya.
Setelah puas dengan apa yang ingin ia lakukan, Arkan mengembalikan ponsel Gavin dengan senyuman yang mengembang.
"Lo apain hp gue...?" Gavin menatap tak percaya pada ponselnya yang kini tengah menampilkan informasi kontak di WhatsApp.
Kontak-kontak cewek cadangannya sudah raib dihapus si Arkan. "Anjir Lo! Taik ah." Gavin kesal, sekesal kesalnya.
Ia meletakkan ponselnya di atas meja dengan kasar. Hingga menimbulkan bunyi yang cukup keras.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
JugendliteraturWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...