***
Bel pulang sekolah telah berbunyi semenjak sepuluh menit yang lalu, namun Asya belum juga mau beranjak dari kursinya. Gadis itu tengah mencatat tugas yang diberikan oleh Bu Yanti, guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelasnya. Tanggung, tinggal sedikit lagi.
Di kelas, sudah tidak ada orang. Teman-temannya juga sudah pada pulang karena takut ketinggalan angkot, atau Kiara yang sudah dijemput orangtuanya.
Prok...prok...prok....
Asya yang semula tengah membereskan alat tulisnya mendongak ketika mendengar seseorang bertepuk tangan. Gadis itu mengerutkan kening melihat Lia dan kedua temannya, Bianca dan Alda masuk dan menghampirinya.
"Asya...," Lia bergumam sembari menatap aneh Asya.
"Iya? Kenapa ya?"
Lia dan kedua temannya tertawa sinis. Mereka terus menatap aneh Asya.
"Hebat ya lo, bisa ngerebut Gavin dari Gue."
Asya hanya terdiam. Semakin bingung dengan kata-kata Lia yang mulai ngelantur.
"Gue mau tanya." Lia menatap kukunya yang berkutek merah. "Berapa lama lo berhasil bertahan sama Gavin?"
Asya menatap bingung orang-orang di depannya itu. "Ya mana gue tau! Kerjaan gue banyak, nggak sempet ngitung hal-hal begituan yang nggak penting." Ia menggendong tasnya, kemudian keluar dari kelas untuk pulang. "Permisi! Gue mau pulang!"
"Gue pernah janji sama diri gue sendiri!"
Asya menghentikan langkahnya. Menoleh dengan wajah datar. Menunggu beberapa saat untuk mendengarkan kalimat selanjutnya. Namun setelah dirasa tidak ada satu pun kata yang keluar, Asya kembali melanjutkan langkahnya.
"Gue bakalan habisin cewek yang berhasil bertahan sama Gavin satu bulan!"
Kaki Asya membeku di tempatnya. Ia tidak menoleh ataupun membalas. Hanya berdiri di depan pintu kelas dengan jantung yang berdetak lebih cepat.
"Kenapa? Takut Lo?"
Lia tertawa sinis di belakang Asya. "Siapin diri Lo!" Ia kemudian berjalan melewati Asya diikuti Bianca dan Alda. Bahu Asya bergerak ke depan ketika mereka lewat dan menyenggolnya.
Perasaan khawatir mulai menghampiri Asya. Ia takut Lia tak main-main dengan ancamannya.
"Gue harus gimana?"
***
Varo melirik cowok yang duduk di sampingnya. Ia mengerutkan kening menyadari ada sesuatu yang tidak biasa dengan tingkah laku orang ini. "Kenapa Lo?"
Semua orang menoleh ke arah Varo yang baru saja bertanya pada Ezra. Mereka juga sebenarnya sama-sama bingung dengan diamnya cowok itu.
Ezra mendongak sejenak, kemudian menggeleng perlahan, "Nggak papa." Ia kembali melamun. Memikirkan sesuatu.
"Letha lagi?" tebak Arkan. Sekedar info, Letha adalah salah satu cewek yang disukai Ezra sejak awal kelas sepuluh. Namun sampai sekarang tidak ada sinyal balik yang ditunjukkan oleh Letha padanya. Bahkan, kabarnya Letha sudah punya cowok idaman lain. Padahal, setiap hari Ezra selalu melakukan segala cara untuk mendapatkan cewek primadona itu.
Varo menghembuskan napas panjang, "Ngapain sih, masih ngejar-ngejar tuh cewek? Nggak ada yang lain?"
Disaat mereka tengah ribut, Davin justru menatap penuh selidik wajah Ezra. Matanya menyipit tajam melihat ada spot ungu di sudut mata kanan Ezra, meskipun tidak terlihat jelas. "Ada yang mukul Lo, Zra?"
Ezra mengerjapkan matanya terkejut. Semua orang langsung memperhatikan wajah Ezra, pasalnya kalau itu benar, berarti bisa sangat berbahaya. Sudah pasti Ezra tidak mungkin berkelahi, pasti ada yang memukulnya. Varo yang memang duduk di samping Ezra langsung menekan spot ungu tersebut. Yang berhasil menyebabkan Ezra meringis kesakitan.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN
Ficțiune adolescențiWAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA!! CERITA INI HANYA UNTUK DIBACA, BUKAN DI-COPY PASTE, DITULIS ULANG, DIJIPLAK, ATAU BAHKAN DIBAWA KE DUNIA NYATA!! "Kita putus!" Hampir setiap hari kalimat itu dilontarkan olehnya. Ia Gavin, playboy yang satu hari bisa m...