Stok

1.6K 125 2
                                    

Happy reading!!

Kalau ada typo kasih tau ya!!!

🔆🔆🔆

"Laper ya?"

Asya menoleh ke arah cowok di sampingnya. Gadis itu kemudian mengangguk malu-malu. Daripada ia berbohong, takutnya nanti perutnya malah berbunyi minta diisi makanan. Kan jadi tambah malu. Kalau jujur, setidaknya Gavin bisa memaklumi jika sewaktu-waktu perut Asya berbunyi. Dari siang ia memang belum makan apa-apa.

"Lo... Davin?" tanya Asya ragu-ragu. Ia masih saja tidak bisa membedakan mana yang Davin, mana yang Gavin. Bukan seperti kebanyakan cewek-cewek Galaksi yang hapal betul perbedaan si kembar yang satu ini.

Kata mereka, perbedaan itu bisa dilihat dari bibir keduanya. Davin memiliki bibir yang lebih tebal dibandingkan dengan Gavin. Terus katanya juga aura mereka berbeda. Entah apa maksudnya itu.

Tapi tetap saja Asya tidak bisa membedakannya.

Gavin terkekeh kecil, "Gavin!" Ia heran dengan Asya yang selalu mengira kalau dirinya ini adalah Davin. Apa jangan-jangan Asya suka sama Davin? Kalau itu benar, berarti bisa gawat urusannya. Masa iya cewek yang ia dekati justru suka dengan Davin??

Asya mengangguk malu. Salah orang lagi.

Karena Gavin merasa kalau dirinya adalah cowok yang peka, ia langsung merogoh ponsel di saku celananya, menelpon seseorang untuk meminta tolong dibelikan makanan.

"Halo Dav! Lo masih di rumah Arkan, kan?" tanya Gavin pada kembarannya. Ya, cowok itu menelpon Davin. Tanpa basa-basi.

"...."

"Beliin gue nasi di tempat sebelahnya dong! Dua ya?!"

"...."

"Ya pokoknya Lo cari lah, gue nggak perduli kalau nyatanya di sebelah rumah Arkan itu nggak ada warung makan. Buruan! Cari kemana kek! Gue kirim alamatnya!"

"...."

"Kayaknya ntaran aja deh, agak malem."

"...."

"Ck, iya iya berisik Lo!"

Gavin langsung memutuskan panggilan sepihak. Ia meletakkan ponselnya di lantai. Ingatlah! Sekarang ia dan Asya tengah berada di teras rumah. Bukan berada di atas sofa empuk.

"Lo nggak papa nemenin gue?" Asya bertanya tanpa menatap wajah Gavin, sedikit terbata. Basa-basi, daripada hening dan ujung-ujungnya jadi semakin canggung. Gadis itu hanya menghadap ke depan, arah pagar rumah tepatnya. Berharap mamanya segera pulang dan ia bisa segera masuk untuk mandi. Badannya sudah lengket semua.

Sesekali ia menjilat bibirnya agar tidak gugup.

"Nggak papa, lagian gue juga nggak ada kerjaan kok."

Asya mengangguk mengerti, "Btw, Lo tau nama gue dari siapa?"

Gavin tak langsung menjawab, cowok itu tengah menatap fokus pada nyamuk di punggung tangannya. Tak butuh waktu lama, nyamuk malang itu sudah gepeng dibunuh oleh Gavin. Tapi kalian tidak boleh menganggap Gavin psikopat ya! Meskipun hobi Gavin adalah membunuh nyamuk yang hinggap di tubuhnya. "Gue tau nama Lo dari Varo. Kenapa sih?"

Asya tertawa kecil, "Nggak papa, aneh aja. Secara gue itu nggak tenar di sekolahan. Bukan kayak Lia ataupun Resya."

Gavin tersenyum. Tidak tahu harus menjawab apa.

"Pasti buat stok ya?" tebak Asya seratus persen benar. Ia bertanya dengan hati-hati, takut menyinggung.

Gavin menghembuskan napas panjang, tertawa kecil, "Kalo iya kenapa kalo nggak kenapa?" Tak menyangka Asya bisa menebak rencananya.

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang