Bab XVI

2.6K 303 6
                                    

Prasasti terbelalak tak percaya. Apa yang dia lihat di biliknya membuat jantungnya seperti dihantam batu besar. Ranggadewa tidur bertelanjang dada di ambennya. Dan seorang gadis dalam pelukannya.

"Apa yang kau lakukan disini?" jerit Prasasti membangunkan keduanya.

Ranggadewa tampaknya belum sadar dari tidurnya karena mabuk berat. Ia hanya melenguh dan sedikit bergerak tanpa membuka mata. Sedangkan gadis itu kelihatan  terkejut oleh jeritan Prasasti. Namun ia tersenyum penuh kemenangan melihat raut wajah Prasasti yang tampak terpukul amarah.

"Siapa kau?" sembur Prasasti murka. "Berani sekali kau tidur di bilikku."

Gadis itu menarik kain yang berselerak di lantai dan menutupi tubuhnya. Lalu bangkit dan berjalan ke arah pintu.

"Kau terlambat datang. Jadi aku berbaik hati menemani kekasihmu tidur disini." Kata-katanya penuh ejekan. Ia tampak puas melihat Prasasti murka. "Namaku Anila."

"Keluar kau sekarang!"

Anila membetulkan kainnya. Senyumnya begitu manis andai saja tak ada aura jahat yang terpancar disana. Gadis itu memang cantik dan menggoda.

"Aku akan ambil kembali Ranggadewa darimu." Ancamnya berbahaya.

Mendengar namanya disebut Ranggadewa membuka mata. Ia kaget melihat kedua gadis itu tengah bertatapan penuh benci. Terlebih ia tahu siapa gadis berbaju hijau yang tampak berantakan itu. Ia hanya memegangi selembar kain yang melilit tubuhnya seolah takut melorot. Ia nampak seperti buru-buru memakainya dengan asal dan Ranggadewa segera sadar. Gadis itu Anila dan semalam ia telah tidur dengannya.

Pandangan beralih pada Prasasti yang mati-matian menahan amarah. Ia mencelos. Prasasti memergokinya telah tidur dengan Anila.

"Prasasti...."

"Keluar!"

Baik Ranggadewa maupun Anila terkejut oleh tingginya nada suara Prasasti yang dipenuhi kemarahan itu. Anila buru-buru keluar sambil memegangi kainnya. Sedang Ranggadewa hanya berdiri terpaku di sana.

"Kau juga. Pergi sekarang!"

Prasasti tak dapat lagi menguasai amarahnya. Ia membentak Ranggadewa dan menarik lelaki itu keluar dari biliknya.

"Prasasti, tunggu. Maafkan aku."

Ranggadewa menarik tangan Prasasti memintanya berhenti. Mereka sudah sampai di pintu depan pondok. "Dengarkan aku...."

" Tidak. Kalau kau tak mau pergi, aku yang pergi!" sentak Prasasti sengit. Dia berlari keluar.

"Prasasti, tunggu!"

Seolah tak peduli teriakan Ranggadewa, Prasasti terus berlari ke arah hutan sementara Ranggadewa mengejarnya seraya memanggil namanya. Sial. Ranggadewa merasakan kepalanya begitu sakit. Pandangannya mengabur. Entah benar atau perasaannya saja, Prasasti begitu cepat berlari padahal ia sudah berusaha sekuat tenaga mengejarnya.

Mereka sudah jauh berlari hingga keluar desa. Lalu tiba-tiba dilihatnya Prasasti terjatuh. Ranggadewa kaget dan bergerak cepat ke arahnya.

"Prasasti, kau tidak apa-apa?" tanyanya cemas. Diraihnya bahu Prasasti membantunya duduk.

"Lepaskan."

Gadis itu menjauhkan tangan Ranggadewa dari bahunya. Ia meringis memegangi lengan kirinya yang masih membiru. Ranggadewa mengikuti pandangannya.

"Astaga, kau terluka?"

Sebelum Ranggadewa menyentuh lukanya, Prasasti sudah berdiri. Wajahnya masih merah menahan marah. Hatinya sakit tak terperi. Ia melihat sendiri kekasihnya tidur dengan perempuan lain. Dan itu di biliknya sendiri. Hati perempuan mana yang tidak terluka dikhianati kekasihnya di depan mata.

PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang