Bab XV

2.6K 282 1
                                    

Apa yang dikatakan oleh ayahandanya sungguh mengejutkan.

Bahwa Resi Gaharu tidak memiliki anak perempuan. Jadi kenapa brahmana yang bijak dan berwajah keras itu mengatakan padanya bahwa Prasasti adalah putrinya? Apakah dia hanya anak angkatnya? Bisa jadi. Semuanya serba tak jelas. Dan itu sangat mengganggunya.

Aku akan cari tahu.

Ranggadewa bertekad. Kali ini tanpa membawa pengawalnya, ia keluar dari istana. Jika sang Prabu tahu pasti beliau akan menebas leher Darupalla karena tak mengawal tuannya. Tapi dia sudah menyuruh pengawalnya itu pulang ke desanya menemui orang tuanya selama beberapa hari. Dengan begitu dia takkan mendapat murka dari sang Prabu.

Satu-satunya tempat ia mencari jawaban adalah pesanggrahan Resi Gaharu di lereng gunung Kemulan. Maka ia pun langsung memacu kuda hitam kesayangannya menuju kesana. Perjalanan yang jauh tak menghalangi niatnya demi menemukan kebenaran. Apakah ayahandanya yang benar ataukah guru kakaknya yang benar.

Ranggadewa sampai di pesanggrahan pada malam kedua. Dia disambut seorang brahmacarin yang mengantarkannya pada salah satu guru disana. Dan Ranggadewa harus menelan rasa kecewa. Resi Gaharu tak ada di pesanggrahan.

"Guru sedang bertapa di timur gunung. Beliau tidak memberitahukan nama tempatnya. Maafkan saya, Raden. Saya tak bisa mempertemukan Raden dengan Guru. Jika ada yang mendesak, Raden bisa menyampaikannya kepada saya."

Ranggadewa bimbang. Haruskah ia bertanya pada lelaki tua itu? Bagus kalau dia tahu, kalau tidak? Dilihatnya brahmana yang merupakan murid utama Sang Resi itu menunggunya bicara. Wajahnya yang kurus tampak sabar.

"Apakah saya bisa berjumpa putri Resi Gaharu?"

Brahmana tua itu tidak terkejut sama sekali. Artinya, Resi Gaharu memang mempunyai anak perempuan. Ada kelegaan menyusup ke dadanya.

"Maaf, Raden. Prasasti tidak ada disini. Mungkin Raden bisa menemuinya di desa Lumpring."

Di Lumpring pun tak ada. Ia sudah kesana tapi kekasihnya pergi entah kemana. Rumahnya kosong. Ranggadewa kembali menelan kecewa. Ia tak tahu kemana gadis itu pergi. Sejak mereka kembali dari laut, Ranggadewa tak berjumpa lagi dengannya.

Sebelumnya ia telah berjanji akan menemui Prasasti setelah ia memberitahu ayahandanya tentang hubungan mereka. Namun siapa sangka keadaan akan berubah begitu mengejutkan. Ranggadewa masih ingat bagaimana kemarahan begitu kuat menguasai ayahandanya ketika ia memberitahukan tentang Prasasti.

Apakah ayahandanya tahu tentang gadis itu? Sungguh betapapun Ranggadewa penasaran, sekaligus takut pada Sang Prabu, namun ia tak berani bertanya apakah sang ayah mengenal Prasasti atau tidak.

Ranggadewa geram dengan dirinya sendiri. Ia marah entah pada siapa. Ayahnya yang menakutkan dan kemarahannya yang menciutkan nyali, ditambah lagi ia tak dapat mencari jawaban atas rasa penasarannya.

Ranggadewa sudah hampir keluar dari Lumpring ketika seseorang menghadang jalannya. Seorang pemuda yang tampaknya lebih tua dari Jayantaka, dengan wajah tak ramah berkacak pinggang di tengah jalan. Mau tak mau Ranggadewa berhenti.

"Siapa kau? Berani sekali menghadang jalanku. Apa kau tahu sedang berhadapan dengan siapa?" geram Ranggadewa.

"Kaukah yang bernama Ranggadewa?" Nadanya yang sungguh tidak sopan itu membuat putra mahkota Puranggahu itu makin berang.

"Kau jangan kurang ajar, kisanak. Aku Ranggadewa sang Kumararaja. Kau bisa dipenggal jika tak berlutut sekarang."

Orang itu tertawa mengejek. "Bagus sekali. Kau datang kesini. Jadi aku tak perlu repot-repot mencarimu ke istana."

PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang