"Jadi, siapa namamu?"
Gadis itu menyembunyikan senyum samar di sudut bibirnya. Sorot matanya semakin tajam bertemu tatapan Sailendra yang misterius.
Mata yang bulat jernih memiliki ketajaman yang sangat bertentangan dengan wajah pucat tanpa cahaya. Bibirnya yang kering dan membiru bergetar ketika menyebut namanya sendiri.
"Rugali."
Sailendra memiringkan kepalanya tanpa beralih dari wajah pucat di depannya. Alisnya berkedut. Ia melihat aura yang aneh di sekeliling tubuh Mahesi.
Lapisan cahaya samar mengelilingi tubuh Mahesi, warnanya gelap dan tampak ganas. Sailendra menatapnya selama beberapa waktu. Lalu perlahan ia mengangguk.
"Bisakah kau berdiri? Aku ingin tahu sejauh mana perkembanganmu."
Secara tidak terduga, Mahesi tidak kesulitan berdiri dari duduknya. Ia hanya menumpukan satu tangannya dengan ringan sebelum bergerak dan berdiri dengan sempurna. Sailendra memperhatikannya dan mengikuti gerakannya.
Mereka kini berhadapan. Saling menatap dalam diam. Mahesi tidak tahu apa yang dipikirkan Sailendra.
Pria itu tidak mengubah air mukanya sedikit pun. Wajahnya tetap tenang dan berwibawa. Siapa yang tahu ia tengah menaikkan tingkat kewaspadaannya. Ia seolah melihat Mahesi bukan seperti yang diharapkannya.
Ia hanya ingin menguji seberapa jauh kesembuhan gadis itu. Karena itulah ia menyuruhnya berdiri. Menurut perhitungannya, luka dalam dan tulang patah yang dialami gadis itu seharusnya belum mampu membuatnya berdiri tanpa kesulitan seperti barusan.
Namun Mahesi, atau Rugali, menunjukkan betapa mudahnya ia berdiri. Sailendra segera sadar akan keanehan itu.
Ia melihat aura hitam di sekeliling tubuh Mahesi. Sailendra tidak bisa lagi mempertahankan wajah tenangnya. Air mukanya perlahan mengeras, ada rasa marah perlahan merayapinya.
Kemudian, ia berkata dengan keras dan mengancam. "Keluar!"
Asap tipis bergerak di sekeliling tubuh Mahesi, keluar dari punggungnya seolah bagian itu adalah lubang api. Asap itu melayang seolah terhisap ke dinding gua. Perlahan asap itu menyebar meninggalkan sebentuk makhluk gelap yang licin menempel di dinding.
Saat itu, Mahesi runtuh di lengan Sailendra.
*****
Ketika Shima memasuki gua, adegan itulah yang dilihatnya. Mahesi yang tengah berdiri tiba-tiba ambruk ke pelukan Sailendra. Pemandangan itu membuat Shima terpana. Langkahnya terhenti dan ikan bakar di tangannya jatuh ke lantai pasir.
Detik berikutnya, ia memburu keduanya. "Ada apa? Apa yang terjadi?"
Sailendra tidak langsung menjawab. Cahaya lembut di matanya telah berubah menjadi dingin dan ganas seketika. Senyumnya yang menenangkan telah menghilang sepenuhnya ketika bibirnya membentuk garis lurus yang tegas. Pandangannya diarahkan ke dinding gua.
Ia memelototi dinding batu yang lembab dan dingin itu seolah ingin membakarnya. Bahkan ia tidak merubah sorotnya yang berbahaya ketika menoleh pada Shima yang menatapnya dengan bingung.
Pria itu kemudian menurunkan pandangannya pada gadis yang pingsan di pelukannya. Ketika ia mengangkatnya lagi, keganasannya sedikit berkurang.
Shima yang kebingungan mengikuti pandangannya. Ia menatap Sailendra, Mahesi dan dinding gua bergantian, dan mengulanginya lagi. Alisnya terajut saat menangkap bahwa mata Sailendra menjadi paling ganas ketika menatap dinding gua. Ia sudah melihat ke arah yang sama dua kali tapi tidak menemukan apapun yang membuat Sailendra memancarkan api kemarahan di matanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
PRASASTI
Історичні романи"Ranggadewa Jnanaloka Ratuning Puranggahu Manggala Jnanawangsa Aben sirna krudating bhuwana Ing kedhaton Purana" Kalimat itu terpahat pada sebuah batu besar di tepi sungai pada tempuran yang mengalir tenang. Namun itu bukan kalimat pemujaan kepa...