Bab LVII

1.6K 184 36
                                    

Jnanaloka bersedekap dan menatap Jayantaka dengan tajam.

"Kau tahu apa?"

"Aku yakin dia tidak seperti yang kau tuduhkan. Walaupun jarang bertemu, aku yakin dia tidak seburuk dugaanmu."

Jnanaloka tak menyahut.

"Begini, aku sudah mencari tahu latar belakangnya. Guru juga pernah mengatakannya. Jadi, aku yakin dia bukanlah...."

"Dia. Bunian."

Jnanaloka memotong kalimat Jayantaka, menekankan tiap kata-katanya dan mengucapkannya dengan menahan kegeraman.

"Apa kau punya buktinya?"

"Hei, dengar. Jangan sekali-sekali mendebat rajamu, Jayantaka. Kau bisa dianggap makar."

Jayantaka mendesah. "Maafkan aku. Tapi kurasa kau berlebihan. Aku mengenalnya sejak kecil. Dhyanindhita juga mengenalnya. Aku sangat yakin dia bukan bunian."

"Kau jangan bodoh, Jayantaka."

"Dan kenapa kau begitu yakin?"

Sang Prabu tersenyum miring seolah mengejek, senyum yang berarti aku-sudah-tahu-kenyataannya-dan-kau-masih-teguh-dengan-kebodohanmu.

"Karena aku sudah bertemu ibunya."

Dan mata Jayantaka pun melebar. Ia membuka mulutnya namun tidak jadi bicara. Sedangkan Jnanaloka mengangkat dagunya dengan angkuh.

Tampaknya sang Raja sangat percaya diri. Ia begitu yakin dengan apa yang diucapkannya. Ia sangat percaya pada kata-kata yang diucapkannya sendiri. Yakin akan apa yang telah didengarnya beberapa hari sebelumnya.

Ketika itu ia tengah sendiri. Pengawalnya baru saja pergi mengikuti perintahnya menyiapkan perbekalan untuk berburu keesokan harinya. Jnanaloka melangkah sendiri menuju halaman belakang tempat ia biasa berlatih memanah.

Namun ketika ia tiba di tikungan terakhir sebelum mencapai halaman, seseorang menghentikannya. Saking terkejutnya sampai Jnanaloka undur beberapa langkah.

"Siapa kau?"

"Di mana kau mengurung Prasasti?"

Dia seorang perempuan. Cantik mempesona. Pakaiannya bagus dan terlihat halus. Entah kain apa yang dipakainya. Ia memiliki mata yang sangat tajam. Dan berwarna kuning terang.

Dan Jnanaloka tahu dia bukanlah manusia biasa.

"Untuk apa kau mencarinya?"

"Aku mau membebaskan dia."

Jnanaloka terbahak. "Kau? Mau membebaskan dia? Memangnya kau siapa? Apa kau tahu kau sedang berhadapan dengan siapa?"

Perempuan itu memandang Jnanaloka dari atas ke bawah lalu ke atas lagi. Ia menatap mahkota di kepala Jnanaloka dan menyimpulkan sesuatu.

"Kau raja Puranggahu?" tanyanya memastikan.

"Ya. Aku raja Puranggahu. Berlututlah sekarang!"

Bukan hanya tidak melakukan perintah Jnanaloka, perempuan itu malah berbinar. Wajahnya sumringah.

"Kebetulan sekali. Aku tidak perlu repot-repot mencarimu. Sekarang tunjukkan padaku di mana Prasasti berada."

"Hei, jangan kurang ajar kau."

Cepat-cepat perempuan itu menggerakkan telunjuknya yang lentik sembari menggelengkan kepalanya dua kali. "Aku tidak main-main, Raja. Cepat beritahu aku."

Jnanaloka bukan tidak menyadari siapa perempuan di depannya. Ia memang tidak mengenalnya, akan tetapi ia mengetahui perempuan itu jenis yang tidak mudah untuk ditaklukkan. Ayahnya pernah mengatakan agar jangan sampai lengah menghadapi orang seperti dia.

PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang