Bab XLV

1.5K 180 31
                                    

"Ikutlah denganku...."

Kali ini tak ada bantahan. Bahkan tak ada penolakan ketika lelaki bermata merah itu membimbing tangannya menjauhi gua.

Jalanan yang mereka lalui tak setitikpun terkena tetesan hujan. Air dari langit itu membelah, membukakan jalan bagi mereka berdua.

"Kita akan melalui perjalanan panjang. Tapi aku tak akan membuatmu lelah." Lelaki itu tersenyum samar. "Tutuplah matamu."

Ia menurut lagi. Memejamkan mata dengan patuh. Ia terkejut. Tubuhnya seperti dihempaskan dengan kuat oleh sesuatu yang tak terlihat. Ia tak bisa melawan. Tenaganya seolah menguap tak tersisa. Gelombang besar menyeretnya tanpa ampun.

Namun ia tak sanggup untuk melawan. Bahkan ia tak sanggup membuka matanya. Perjalanan seperti apakah yang lelaki itu maksudkan? Kenapa ia merasa tengah diseret kuat di tengah kegelapan?

Kemudian ia merasa dijatuhkan dengan keras. Tubuhnya meluncur deras ke arah bumi. Ia terhempas dengan hebat dan menabrak tubuh seseorang. Serta merta ia membuka matanya.

Lelaki bermata merah itu memegangi lengannya, menegakkan dari terhuyung hingga ia berdiri dengan benar. Bau darah segar menguar dari kulit harimau yang melilit tubuhnya.

"Kita sudah sampai."

Ia menyapu pandang ke sekelilingnya. Hutan belantara yang indah. Banyak bunga warna-warni yang bermekaran.

"Dimana ini?"

"Ini adalah Rimba Nagari. Tempatmu untuk pulang. Disinilah rumahmu."

Yang benar saja.

Namun ia ikuti juga lelaki itu melangkah. Semakin jauh ke dalam hutan. Berbagai hewan yang berpapasan dengan mereka di jalan menghentikan langkahnya sejenak menyapa lelaki itu. Ah, bukan. Mereka tidak menyapa. Mereka memberi hormat padanya.

Diliriknya lelaki itu. Dia sangat misterius. Pembawaannya sangat tenang. Namun auranya terasa menyeramkan dan berbahaya.

"Kita sudah sampai."

Lelaki itu mengangkat tangan, menunjukkan satu pohon besar yang terlilit akar raksasa. Di tengahnya terdapat rongga besar. Pintu gerbangnya.

Ia memandangi pohon itu beberapa lama. Pohon yang tampaknya sangat tua. Akar raksasa yang melilitnya bahkan telah ditumbuhi lumut tebal. Hmm...bau lumutnya sangat menyegarkan.

Segera dia menggelengkan kepala dengan cepat. Tempat ini sangat aneh. Terlampau sepi sekaligus menyeramkan. Ia tersadar. Ia harus pergi secepatnya dari sini.

Lelaki itu masih menunggunya. Ia tak bicara. Hanya menatapnya. Tak berkedip. Matanya itu sungguh mengerikan. Ia berpaling agar tidak makin tenggelam dalam kekuatannya.

"Itukah rumahku?" Ia bertanya untuk mengatasi rasa gugupnya. Rasanya aneh saja ketika ia telah kehilangan segalanya, tiba-tiba ia memiliki tempat untuk kembali.

"Benar. Masuklah. Mereka sudah menunggumu."

Ia berpaling keheranan. "Mereka? Mereka siapa?"

"Keluargamu, tentu saja."

Ini tidak benar. Ini pasti hanya mimpi ataupun tenung dari seseorang. Aku harus pergi dari sini. Secepatnya. Tempat ini pasti berbahaya.

Setelah mengumpulkan keberaniannya, ia menatap lelaki itu. Hatinya masih merasa ngeri. Lelaki itu mungkin saja dedemit atau sejenis banaspati atau denawa.

PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang