Bab XXXIX

1.9K 197 17
                                    


Sebenarnya Prabu Jnanashiwa tengah berpuas hati. Ia berhasil menggebuk pasukan musuh dan membabat habis lawannya. Ia memimpin pasukannya menyusul kedua putranya dan berhasil menemukan Ranggadewa beserta beberapa prajuritnya dalam pengejaran pasukan Kambangan Petak.

Jnanashiwa memberi angin segar dan kekuatan baru yang mengerikan untuk membalaskan kekalahan putranya. Ia mengamuk begitu tahu Jayantaka telah jadi korban dan tak diketahui keberadaannya.

Pengalamannya memenangi pertempuran-pertempuran sebelumnya membuatnya mampu menyelesaikan peperangan kali ini hanya dalam satu hari. Ia berhasil dengan gemilang. Namun sayangnya Kundatta menghilang begitu saja. Itu yang menjadi ganjalan besar di hatinya. Dan satu hal lagi.

Prasasti.

Gadis itu memang benar putri Kumba Adwaya.

Namun masalahnya bukan karena Kumba Adwaya adalah seorang pengkhianat. Juga bukan karena ia menikahi orang asing dari Rimba.

Melainkan karena Kumba Adwaya adalah Raja Puranggahu.

Itu sebelum dirinya naik tahta beberapa hari setelah kematian Adwaya. Yang sebenarnya adalah Kumba Adwaya sempat bertahta sebagai raja Puranggahu walaupun belum secara resmi.

Ia akan dinobatkan dalam upacara resmi dengan gelarnya Jnanawisnu pada paro terang sasi Jyesta. Sayangnya ia meninggal tiba-tiba dalam perjalanan pulang dari Rimba.

Ini artinya gadis itu, Prasasti, adalah pewaris tahta Puranggahu dari ayahnya.

Jnanashiwa uring-uringan ketika mengetahui fakta itu. Ia bukan hanya mendengar kabar burung ataupun prasangkanya sendiri. Ia bertemu langsung dengan istri Kumba Adwaya yang selama ini menghilang dan ternyata masih hidup.

Entah bagaimana caranya perempuan asing itu memasuki kedaton Purana. Yang jelas, kakaknya sendiri, Resi Jnanawidhi yang mengantarnya menemui sang Prabu di balairung.

Senja yang keparat. Demikian Jnanashiwa menyebutnya. "Kau mengacaukan pesta kemenanganku. Enyahlah sekarang juga."

Perempuan cantik itu bergeming. Ia tak banyak berubah setelah belasan tahun tak terdengar kabarnya. Ia tetap secantik vidyadari, anggun dan bercahaya, seperti ketika Kumba Adwaya membawanya ke istana.

"Beribu ampun, Gusti Prabu. Hamba kesini tidak memiliki niat mengacaukan kebahagiaan Gusti Prabu. Hamba hanya ingin mengunjungi ibu mertua saya jika diijinkan."

"Tutup mulutmu yang kurang ajar itu. Dan enyahlah dari istanaku!"
Suara Prabu Jnanashiwa yang menggelegar membuat istana seketika sunyi. Segenap punggawa yang saat itu menghadap Jnanashiwa diam seribu bahasa bagaikan arca batu.

Resi Jnanawidhi yang duduk di sebelah adik iparnya memejamkan mata. Mulutnya berucap tanpa suara. Wajahnya terlihat sedih.

"Kanda Resi, bawa perempuan itu keluar dan jangan pernah bermimpi datang kesini lagi."

Resi tua itu membuka mata dan menoleh pada perempuan cantik di sebelahnya. Ia tak menemukan sedikitpun raut rasa takut di wajah cantiknya.

Perempuan itu tidak menundukkan wajahnya dalam-dalam seperti yang dilakukan semua orang ketika berhadapan dengan Prabu Jnanashiwa. Ia hanya sedikit menunduk, wajahnya tenang seperti bulan purnama. Membuat sang resi bertanya-tanya siapakah jati diri perempuan itu yang sesungguhnya.

Dulu ia hanya tinggal beberapa purnama saja di Purana sebelum Kumba Adwaya meninggal dan ia menghilang.

"Adi Prabu...."

"Diam. Dan keluar sekarang dari istanaku, Kanda Resi," desis Jnanashiwa penuh ancaman.

Sang Resi hanya mampu menghela napas. Adiknya memang keras hati. Ia takkan bisa dibujuk dengan apapun agar mau mendengarkan orang lain. Adiknya adalah raja. Dan raja tidak perlu mendengar perkataan siapapun. Ia hanya perlu didengar dan dipatuhi.

PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang