Dia kembali.
Jnanashiwa menoleh. Diikuti para tamu bangsawannya. Juga Patih Ragawa. Mereka terkesima.
Lelaki berpakaian brahmana itu tersenyum penuh arti. Alisnya terangkat. Bola matanya melirik kanan kiri membalas tatapan aneh para bangsawan yang tengah minum tuak dalam pesta perkawinan Jayantaka dan Laksmidara. Kegiatan mereka seketika terhenti. Semua mendadak jadi arca hidup. Semua mata tertuju pada sang brahmana.
Jnanashiwa yang berkedip pertama kali. Matanya memicing ke arah lelaki tua yang baru saja mengejutkan pesta oleh kehadirannya yang tiba-tiba.
Benak sang Prabu langsung riuh oleh berbagai pikiran yang menyerbu bersama-sama. Dia bangkit dari duduknya. Dengan perlahan langkahnya ditapakkan di lantai kedaton yang mengkilap menuju pada tamu anehnya.
Dia kembali. Setelah dua belas warsa menghilang tanpa kabar, mendadak ia muncul. Untuk apa? Mengambil haknya kah?
"Kanda Resi Jnanawidhi."
Brahmana itu tersenyum lebar pada Jnanashiwa yang menatapnya tajam. Wajah mereka bisa dikatakan mirip kecuali alis sang brahmana yang lebih tipis daripada milik adiknya.
"Jangan memanggilku begitu. Aku lebih suka kau panggil nama asliku, Adi Prabu."
Kejutan lain datang. Seorang pemuda dengan pakaian prajurit datang, napasnya terengah-engah menyerbu masuk. Ia langsung menyembah begitu matanya menangkap sosok Jnanashiwa.
"Ampun, Gusti Prabu. Hamba sudah menghalangi tapi dia berhasil menerobos gapura. Dia tak membawa lencana apapun, Gusti."
Kedua lelaki berdarah Jnana itu serentak menoleh. Jnanashiwa melemparkan tatapan tajam pada prajurit itu sedangkan Jnanawidhi hanya mengangkat alis tipisnya.
"Jangan kurang ajar kau." Sang Prabu berkata datar.
Prajurit itu langsung bungkam, ia kembali menyembah dengan wajah tertunduk dalam.
Patih Ragawa segera bangkit mendekati prajurit yang mati kutu di bawah tatapan dingin Jnanashiwa. "Pratiksa, mohon ampunlah pada Gusti Prabu dan Resi Jnanawidhi."
"Sudahlah," potong Jnanawidhi kalem. "Dia tak tahu siapa aku. Dia hanya menjalankan tugas. Itu bagus. Aku suka caranya bertanggung jawab pada tugasnya."
Jnanashiwa hanya mendengus sementara Ragawa merasa tak enak hati. Bawahannya memang dapat diandalkan dalam bertugas, ia tahu itu. Hanya saja ketika yang dihalanginya adalah bangsawan Jnana tentu lain cerita.
"Pergilah, Pratiksa. Nanti malam kau harus menghadapku," putus Ragawa akhirnya.
Ia melihat Jnanashiwa diam saja dan Jnanawidhi yang mengikuti gerak Pratiksa dengan pandangannya ketika prajurit muda itu beringsut mundur dengan wajah tetap tertunduk. Sampai di dekat pintu ia menghaturkan sembah sekali lagi sebelum bangkit dan keluar dari balairung.
"Apa yang membawamu kembali setelah dua belas warsa menghilang, Kanda Resi? Apakah Suwarna sudah tidak menarik lagi?"
Pertanyaan Jnanashiwa hanya disambut senyum tipis sang Resi. "Aku rindu pada rumahku. Apakah salah?"
Jnanashiwa membuang muka dan beranjak ke singhasananya. Ragawa mendekati Jnanawidhi atau yang bernama asli Raden Seta seraya tersenyum.
"Silakan duduk, Gusti."
Jnanawidhi mengibaskan tangannya. "Jangan memanggilku Gusti, Ragawa. Panggil Kakang saja. Bagaimanapun aku kan kakak iparmu." Ia terkekeh sendiri.
Ragawa mengangguk. "Baiklah. Silakan, Kakang Resi." Ia mempersilakan Jnanawidhi mengambil tempat yang kosong. Para tamu yang mengetahui siapa brahmana itu memberinya salam yang dibalas senyum ramah sang resi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRASASTI
Ficción histórica"Ranggadewa Jnanaloka Ratuning Puranggahu Manggala Jnanawangsa Aben sirna krudating bhuwana Ing kedhaton Purana" Kalimat itu terpahat pada sebuah batu besar di tepi sungai pada tempuran yang mengalir tenang. Namun itu bukan kalimat pemujaan kepa...