Bab LXVII

1K 93 28
                                    

Prasasti sedang kebingungan saat ini. Sejauh pengalamannya mengobati orang-orang yang sakit maupun terluka, ia belum pernah menemukan seseorang dengan dua detak jantung yang bergerak hampir bersamaan.

Ia memikirkan lagi apa yang sebenarnya terjadi dengan pesakitnya hari ini. Mungkinkah ada makhluk halus yang bersemayam di tubuhnya? Tetapi bukankah makhluk seperti itu tidak memiliki detak jantung?

Lalu apa?

Apa yang bersemayam dalam tubuh wanita itu sebenarnya? Prasasti sudah memikirkannya sejauh ini namun belum bisa mengambil kesimpulan apapun.

Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada Sailendra.

Wanita itu sudah ia tinggalkan dalam biliknya yang nyaman untuk beristirahat. Dan sekarang ia harus memberitahu hasil pemeriksaannya kepada Sailendra.

Sejak pagi ia sudah berada di istana timur. Ia dijemput oleh beberapa prajurit istana dalam atas perintah Sailendra. Prasasti tidak punya banyak waktu untuk bersiap jadi ia meninggalkan rumah Shima begitu saja dalam pengawalan prajurit istana.

Ternyata Sailendra menyuruhnya untuk memeriksa keadaan istrinya. Seorang wanita cantik bernama Sampula yang pernah disebutkan oleh Shima sebelumnya.

Sepertimana yang dibayangkan oleh Prasasti, istri Sailendra itu memang sangat cantik. Wajahnya seperti bulan purnama, kulitnya bersih dan matanya tajam. Ia memiliki aura yang membuat siapapun terpesona.

Ketika Prasasti dibawa masuk ke istana, Dewi Sampula tengah duduk bersandar di ranjangnya yang indah. Empat dayang bersimpuh di kaki ranjang, siap menerima perintah apapun dari junjungan mereka.

Ia melihat kedatangan Prasasti yang mengekor Sailendra memasuki bilik. Matanya yang indah bertemu pandang dengan Prasasti dalam sesaat sebelum gadis itu memberikan sembahnya.

"Ini tabib yang kukatakan padamu kemarin." Sailendra berkata.

Sampula agak kaget mendengarnya. "Masih sangat muda. Siapa namamu?"

"Hamba Prasasti, Gusti Dewi."

Sampula mengangguk dan tersenyum. Sedikit terkesan oleh kesederhanaan Prasasti. "Dapunta memilihmu tentu karena kau punya kemampuan. Kau boleh memeriksaku sekarang."

Prasasti menyentuhkan kedua telunjuknya yang saling menempel ke ujung hidung lalu beringsut mendekat.

Ia melihat wajah cantik Sampula yang sedikit pucat namun kulitnya bersinar seperti rembulan. Dengan segala kemampuannya ia memeriksa wanita itu berulang kali namun tetap menemukan hal yang sama.

Dua detak jantung.

Yang mengiringi denyut nadi utamanya sangat lemah dan samar tetapi Prasasti dapat merasakannya. Ia hanya tidak tahu itu apa. Di tengah kebingungannya, Sailendra membuat keputusan.

"Sudah cukup. Kau bisa keluar. Biarkan Sampula beristirahat."

Sailendra menghelanya keluar bilik lalu menyuruhnya ke balairung untuk bicara tentang hasil pemeriksaannya.

"Jadi bagaimana, apa yang terjadi pada Sampula? Ia terlihat lebih lemah dari sebelumnya. Aku tidak pernah melihatnya seperti itu."

Prasasti tidak langsung menjawab. Ia memikirkan temuannya dan cara menyampaikan hal yang benar agar tidak menimbulkan kemarahan sang dapunta karena ia tidak dapat menyebutkan penyebab keadaan Sampula yang sebenarnya.

Mata Sailendra tidak luput dari Prasasti selama ia berjuang dengan keraguannya. "Prasasti, apa kau mendengarku? Kenapa tidak menjawab?"

"Ampun, Dapunta." Buru-buru gadis itu menjura. "Saya kesulitan menamai keadaan Dewi Sampula. Sejujurnya hal ini adalah pertama kali saya menjumpainya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang