61. Bukan kebetulan

973 63 3
                                    

Hanan memasukkan tas dan barang bawaan Keysa satu persatu kedalam bagasi mobilnya. Seperti janjinya kemarin, ia akan mengantarkan Keysa dan Zalza kerumah Mumu. Sembari menunggu Keysa keluar, Hanan mengeluarkan ponselnya, menelfon Mumu.

"Iya sebentar lagi kita berangkat. Hmm, udah semua kok. Keysa masih di atas. Iya sampai nanti."

Panggilan ditutup Mumu. Hanan kembali menyelipkan ponsel ke saku belakang celana jeans nya. Ini hari minggu jadi pemuda tampan itu mengenakan pakaian santai nya. Penampilan menawanya tak pernah berkurang. Alis Hanan terangkat kala membenarkan tatanan rambutnya di pantulan kaca.

Seluruh area depan apartemen itu masih tergenang air dari sisa hujan tadi malam. Hanan melangkah dengan hati-hati agar sneakers putih nya tidak terkena cipratan.

"Udah?" katanya begitu melihat Keysa dan Zalza keluar lobi.

Keysa mengangguk pelan lalu tersenyum simpul.

"Makasih ya, Han. Sorry gue ngerepotin lo pagi-pagi gini. Mana weekend lagi." ucap Keysa merasa tidak enak.

"Ey, santai. Ayo berangkat." jawab Hanan yang lebih dulu masuk ke mobil.

Zalza menatap Keysa sejenak sebelum mereka menyusul Hanan. Gadis itu menepuk-nepuk bahu Keysa menyiratkan tanda untuk tidak sedih pagi ini.

"Masuk." suruh Keysa yang mendorong punggung Zalza pelan.

"Iya, Kak."

Hanan membenarkan spion tengah mobilnya sebelum memulai perjalanan. Tidak sengaja kacanya mendapat pantulan wajah Keysa yang menatap hampa keluar jendela. Pemuda itu terdengar menghela nafas berat.

"Are you okay?" tanyanya sambil melihat Keysa dari spion.

"Nggak terlalu." jawab Keysa.

"Zalza, barang-barang kamu nggak ada yang ketinggalan kan?" tanya Hanan beralih menatap Zalza.

"Udah semua kok, Kak." jawab remaja itu.

Hanan mengangguk semangat kemudian menyalakan mesin dan mobil nya pun mulai melaju.

****

Jarum jam dinding di kamar Nelsen menunjukkan pukul 7.30. Nelsen masih duduk di tepi kasur nya, memegang dasi sambil memandangi layar ponselnya. Disana tertera kontak Keysa, Nelsen hanya memandanginya tanpa ada tanda-tanda akan membuat panggilan.

Sedetik kemudian, Nelsen meletakkan lagi ponselnya kemudian beranjak ke depan kaca yang berdiri di sudut ruangan. Dasi tadi ia lingkarkan di leher seraya menegakkan lipatan kerah kemejanya. Tangannya mulai menari membentuk dasinya menjadi tatanan rapi.

Nelsen menuruni tangga menuju ruang makan. Ny. Emma dan Elena sudah lebih dulu menyantap sarapan mereka. Pada saat yang bersamaan, Nelsen terkesiap melihat Elena yang duduk di samping Ny. Emma tengah menatapnya sinis.

Lewat ekor matanya Nelsen masih mendapati Elena menatapnya sampai ia duduk dan berhenti saat Nelsen menyapa Ny. Emma.

"Pagi, Mi." sapa Nelsen begitu menarik kursinya.

"Pagi, Sayang."

Ny. Emma menyunggingkan senyum hangat seraya mengambil jas dari tangan Nelsen. Pria itu terkejut. Ny. Emma langsung mengangguk lalu menaruhnya di sandaran kursinya agar tidak kusut.

"Pagi, Orang baik." ledek Elena penuh sindiran.

Nelsen tak menjawabnya dan terdengar suara Elena yang mendesis kesal.

"Weekend ngantor?" tanya Elena tanpa melihat Nelsen.

"Ada urusan." jawab Nelsen pun tanpa melihat Elena.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang