39. Tamu (2)

1K 66 0
                                    

Karena sudah jauh-jauh pulang kerumah orang tuanya di desa. Keysa pun memilih menginap sampai acara perayaan besok. Acaranya tidak akan semeriah pesta pada umumnya, hanya diadakan makan besar bersama dengan warga sekitar dan ada beberapa kegiatan kecil lainnya.

Biasanya di tengah acara makan besar, para ibu-ibu di desa itu akan berkumpul berbagi cerita tentang anak mereka masing-masing. Paling dominan masalah percintaan. Ny. Dina paling menghindari pembicaraan itu karena ujung-ujungnya ia akan memaksa putrinya segera menikah.

Sedangkan para bapak-bapak lebih menghabiskan waktu mereka hingga larut untuk bermain catur ataupun dam batu sambil menikmati kopi.

Keysa membawa satu baskom tauge dan duduk di lantai. Ribuan tauge yang harus ia petik ujungnya. Sedari tadi ia tidak tenang menunggu panggilan Nelsen. Kenapa pria itu belum juga menelfonnya. Keysa takut Nelsen malah jadi marah padanya. Keysa mendesis melirik Ny. Dina yang duduk di sampingnya.

"Kalo Nelsen salah paham sama aku pokoknya ini salah Bunda." ucap Keysa kesal.

"Iya-iya salah Bunda." Ny. Dina mengalah saja seraya mengaduk-ngaduk bumbu di wajan.

Keysa kembali melanjutkan kerjaan nya yang menumpuk. Bibirnya menyengir menyorot tauge tak bersalah itu.

"Ni lagi tauge kenapa mesti di petik sih!" cerca nya geram.

"Kerjain yang ikhlas kenapa sih. Ngomel mulu. Nambah kerutan baru tau rasa." balas Ny. Dina tertawa kecil.

"Bun."

Ny. Dina mematikan kompor dan beralih duduk di lantai membantu Keysa memetik tauge.

"Hmm?"

"Bunda bilang apa aja ke Nelsen waktu nelfon?" tanya Keysa pelan.

Senyum Ny. Dina melebar. Seketika tercium bau-bau kejahilan yang kuat.

"Kenapa? Kamu takut Bunda ngomong yang macam-macam ke Nelsen? Tenang aja, Bunda ahli kok soal menarik hati." tangan Ny. Dina melambai-lambai di depan Keysa.

"Terus Nelsen ada bilang apa, Bun?"

"Bunda suruh dia manggil Bunda aja jangan Ibu ataupun Tante." celetuk Ny. Dina yang langsung tertawa puas.

Keysa termenung menatap nanar wajah gembira Ny. Dina yang sangat lebar menertawainya. Asap mulai mengepul keluar dari ubun-ubunnya. Kepalanya terasa panas dan bahkan akan meledak.

"Bunda!!" teriak Keysa kencang.

Mendengar teriakan histeris Keysa dari dapur. Tuan Herman pun segera berlari meninggalkan restoran dan memeriksa keadaan di TKP.

"Ada apa? Ada apa, Bun? Mana apinya?" Tuan Herman panik.

"Anak Ayah bener-bener lagi mabuk cinta rupanya." ledek Ny. Dina ke suaminya.

"Oalah, Ayah kirain ada kebakaran."

Tuan Herman memegang dadanya bernafas legah. Ia pikir ada perang dingin antara Ibu dan Anak. Memastikan tidak ada piring terbang berarti semuanya masih aman.

"Ayah juga? Ayah juga ikutan nyuruh Nelsen manggilnya Ayah jangan Om ataupun Bapak?" Keysa menghadap Ayahnya yang tidak tahu masalah.

"Ayah? Ayah nggak ngomong apa-apa sama nak Nelsen."

"Ayah yakin?"

"Iya beneran deh Ayah." Tuan Herman membentuk V di jarinya. "Selama telfonan sama nak Nelsen Bunda terus tuh yang ngomong, Ayah malah nggak dikasih kesempatan ngobrol." Tuan Herman kecewa.

"Kan Bunda kan. Bunda ini yang genit ke Nelsen." tuduh Keysa.

Ny. Dina langsung mendapat tatapan sinis dari Tuan Herman.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang