44. Sebuah ungkapan

1.1K 83 2
                                    

Setelah kelas Mawar di bubarkan. Keysa sekali lagi menebar pandangannya ke penjuru kelas seraya menunggu murid-muridnya mengosongkan kelasnya.

Satu murid yang paling di sukai nya tidak hadir tanpa alasan. Keysa jadi cemas sendiri. Nasya. Keysa mengecek ponselnya lagi mana tahu Nelsen ada mengabari tentang Nasya. Tapi bukannya mendapat kabar Nasya. Keysa malah mendapat pesan dari Nelsen bahwa Nelsen sudah menunggu nya di luar. Nelsen meminta Keysa segera keluar. Karena banyak pasang mata yang melotot kagum ke arahnya.

Keysa tersentak kaget dan buru-buru keluar menemui Nelsen. Pasti guru-guru lain yang sedang menonton ketampanan alami Nelsen. Ini tidak bisa di biarkan.

Dan benar saja. Sosok Nelsen sudah berdiri bersandar sambil menyampingi lobi sekolah melipat tangan di depan dada. Sweter coklat muda model turtleneck itu membalut tubuhnya dengan sempurna. Keysa mengerut heran karena Nelsen memakai baju santai di jam kerja.

Sekitaran nya mulai ramai orang yang berlalu lalang sekalian mencuri pandang ke arah Nelsen. Seperti ada artis yang sedang turun lapangan saja. Keysa tersenyum merekah melihat wajah itu. Nelsen tetap tenang di balik kacamata hitam nya. Ia belum menyadari Keysa berada di antara kerumunan orang yang berdiri di lobi.

"Itu CEO ganteng yang masuk majalah kemarin kan?"

"Katanya dia hebat banget loh. Padahal perusahaan nya baru aja mengalami krisis saham tapi dia langsung bisa atasi loh."

"Oh iya? Wah~ pantas saja rupanya wajah dan kemampuannya sepadan ya."

"Dan lagi. Dia itu Ayahnya Nasya murid dari kelas Mawar. Dia single parent loh."

"Masa se sempurna itu belum punya pasangan ya. Kalo gitu aku mau daftar deh."

Begitu percakapan dua wanita yang merupakan guru kelas lain di sekolah Happy Kid. Keysa hanya bisa mendengarnya sambil mendesis pelan. Seolah ia akan menyerang karena mereka menganggu miliknya.

"Oh bu Keysa? Sudah mau pulang?" tanya satu wanita tadi.

Keysa memaksakan senyum klise nya sembari mengangguk.

"Iya, Bu Ratna. Saya permisi ya."

"Oh iya, Bu Keysa. Hati-hati."

Keysa maju selangkah. Namun ia berhenti. Dirinya mendadak gugup. Mana mungkin ia bisa menghampiri si pusat perhatian di tengah banyaknya sorot mata itu. Bisa-bisa gantian pula Keysa yang menjadi objek utama. Oh tidak! Keysa langsung memutar langkahnya. Ia kembali menyelip jalan di kerumunan orang itu.

"Nelsen? Bisa kamu jemput aku di halte?" Keysa berbicara lewat ponselnya secara bisik-bisik.

[Kamu disana?]

"Oh iya-iya ini aku lagi di halte."

[Yasudah aku kesana sekarang ya. Tunggu disitu.]

Panggilan berakhir. Keysa mengintip dari balik bahu mereka memastikan Nelsen sudah beranjak dari sana. Akhirnya. Nelsen pun bergegas pergi melajukan mobil nya menuju halte.

****

"Keysa?"

Gadis itu segera menoleh dan bangkit dari duduknya mendapati Nelsen sedang berlarian kecil ke arahnya. Pria itu tersenyum lebar.

"Kamu disini ternyata."

Keysa mengangguk. "Aku lihat tadi disana ramai. Jadi aku langsung kesini." canda Keysa.

"Kamu sengaja kesini setelah liat aku disana tadi?" tanya Nelsen.

Keysa terdiam. Ia mendadak bingung.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang