30. Kebenaran pahit

1.8K 107 2
                                    

"Keysa pernah cerita tentang mantan tunangannya pak Nelsen?" lontar Hanan.

Mumu terdiam sesaat sembari menyesap minumannya. Matanya mengerjap-ngerjap seperti orang yang memang sudah menebak kebenarannya.

"Pernah. Tapi dia nggak cerita banyak."

"Seberapa sering mereka ketemu?" tanya Hanan membingungkan.

"Lo tau darimana mereka pernah ketemu?"

"Kemarin gue nggak sengaja liat mereka ketemu. Dia lagi ngobrol serius sama Keysa." jelas Hanan.

Mumu menyandarkan punggungnya ke belakang. Ingatannya langsung tertuju pada waktu yang di ceritakan Airin tadi. Pasti Hanan juga berada disana saat itu.

"Sebenarnya gue sering dengar omongan miring tentang mereka dikantor. Lebih tepatnya Keysa."

Hanan mulai tertarik mendengar cerita Mumu. Ia menggenggam tangannya sendiri menegakkan posisi duduknya.

"Lo juga dengar ternyata."

"Hmm. Para karyawan sering ceritain hubungan pak Nelsen sama seseorang. Yah, gue pikir mereka nggak tau apa-apa tentang Keysa. Tapi ternyata mereka jauh lebih tau. Gue bingung, Nan."

"Apa Keysa benar-benar nggak tau itu?"

"Kayaknya nggak. Gue nggak berani cerita apa-apa ke dia. Karena dia bahagia sama pak Nelsen. Gue nggak mau lah sampai ngerusak kebahagiaan dia, Nan." Mumu tertunduk lemas.

"Iya gue tau. Gue tau itu, Mu. Yaudah lo sekarang tenang aja biar gue yang lurusin masalah ini." ujar Hanan menenangkan Mumu.

"Gue bingung harus ngasi tau pak Nelsen gimana, Nan. Takutnya nanti jatuh nuduh. Tau sendiri kan mulut nenek sihir itu gimana."

Hanan beberapa kali mengangguk. Tak banyak bicara lagi, pria itu bangkit dari duduknya.

"Gue sendiri yang akan bilang ke pak Nelsen. Gue deluan."

"Apa! Hanan, jangan. Biar dia tau sendiri. Hanan!"

Mumu baru saja ingin menahan Hanan tapi ia sudah lebih dulu beranjak pergi. Nampaknya pria itu terburu-buru sekali sampai ia pun tidak sempat menyentuh minumannya. Mumu menatap hampa gelas yang masih terisi penuh itu dan kembali duduk menghela nafas.

"Seharusnya lo urus perasaan lo lebih dulu, Mu."

*****

Hari sudah berganti gelap dihiasi taburan bintang di langit malam. Angin mulai terasa dingin bertiup kencang menerpa wajahnya. Saat ini Keysa belum bisa melepaskan tangan Nelsen yang masih ia mainkan di genggamannya.

Senyumnya tak kunjung mengendur kala berhadapan dengan dua mata binar yang dimiliki Nelsen. Dua insan itu sedang menikmati ujung waktu temu yang sebentar lagi akan berakhir untuk hari ini.

"Kamu nggak pulang?" tanya Keysa manis.

"Mau ikut aku pulang?" tawar Nelsen tanpa pikir panjang.

Keysa tersentak kaget mengangkat kepalanya melempar tatapan sadis ke arah Nelsen kemudian tertawa.

"Kamu ini bisa aja."

"Terus gimana mau pulang. Tanganku masih di kamu." celetuk Nelsen jujur.

Keysa tersadar. Ia melihat kedua tangannya yang tengah asik menggenggam erat kedua tangan hangat itu. Ia tertawa malu lalu perlahan melepaskan tangan Nelsen.

"Yaudah pulang gih."

"Hmm. Masuk sana diluar dingin."

"Aah, dinginnya." ujar Keysa sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang