41. Hari Perayaan!

1.1K 79 2
                                    

Akhirnya hari yang dinanti-nanti keluarga Keysa tiba juga. Hari peryaaan restoran mereka yang ke-25 tahun. Sudah 25 tahun restoran itu berdiri. Walaupun tak begitu besar namun keluarga Keysa bisa menyantap makanan tiga kali sehari berkat orang tuanya mengelola restoran yang menjual berbagai olahan makan siang berbahan dasar daging ayam.

Bisa dibilang itu mata pencarian utama mereka. Dan Keysa sampai bisa lulus kuliah dan menyandang titel sebagai sarjana pendidikan pun dari penghasilan restoran itu.

"Bun, ayam tumis ini taruh dimana?"tanya Keysa seraya mengatur nafas. Ia sudah ngos-ngos an.

"Kamu taruh di atas nampan hijau itu aja. Nanti Bunda yang pindahin." tunjuk Ny. Dina.

Keysa membantu Ny. Dina membawakan makanan ke meja depan yang sudah di tata rapi. Acara belum di mulai tapi semua warga sekitar sudah tampak antusias. Ada yang mampir saat sedang melewati restoran kecil mereka dan sekedar bertanya.

Semua makanan sudah di pindahkan ke dalam mangkuk makanan berbahan kaca berbentuk daun berukuran besar. Biasanya acara dimulai menjelang sore hari. Di siang hari begini semuanya sudah di siapkan untuk menyambutnya.

Gadis berkemeja putih dengan paduan mini syal kuning di kerahnya itu mendaratkan bokongnya di bangku kayu depan restoran sambil mengipas-ngipas lehernya. Entah kenapa seketika suasana pedesaan yang amat dingin ini berubah jadi panas membakar. Keysa mengadah ke langit. Cahaya mentari sangat terik.

"Kok udah duduk aja? Gelas-gelas di belakang itu di pindahin atuh." suruh Ny. Dina yang masih semangat mondar mandir.

Keysa menghela nafas pasrah. Dengan berat langkah ia kembali bangkit menuju dapur. Matanya melebar melihat susunan gelas yang hampir menyerupai balok domino itu. Ia memejamkan mata sebentar lalu kedua tangannya ia kepal kuat lalu kembangkan lagi. Begitu sampai beberapa kali. Mau sampai berapa kali lagi ia bolak balik membawa gelas-gelas itu.

"ZALZAA!!!" teriak Keysa sekuat mungkin agar suaranya menembus pintu kamar Zalza.

Sedangkan si empunya nama di kamarnya malah asik membongkar semua isi lemarinya mencari baju mana yang paling pas untuk ia kenakan nanti malam. Zalza sama sekali tidak mendengar teriakan Keysa. Kedua telinga ia sumbat menggunakan headset. Ia menari-nari ria mengikuti alunan musik. Pintu kamar sudah ia kunci. Aman.

"Kenapa nggak beli minuman kemasan gelas aja sih biar lebih mudah. Selesai pakai juga nggak perlu di cuci." Keysa ingin menangis rasanya.

Tiba-tiba Ny. Dina datang dan memukul punggungnya.

"Aww! Sakit, Bun!" cengeng Keysa.

"Terus kamu nanti mau ngutupin sampah plastiknya? Nggak kan? Yaudah lebih baik pake gelas." sahut Ny. Dina yang langsung pergi lagi.

Keysa menatap hampa kepergian Ny. Dina. Ingin sekali ia berteriak kuat meluapkan rasa lelahnya yang sedari kemarin ia tahan. Biasanya pun ia tidak pernah ikut membantu mempersiapkan perayaan ini. Ini untuk pertama kalinya sejak sepuluh tahun terakhir.

*****

Hari semakin gelap. Sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Acara dimulai. Semua warga sekitar desa satu persatu mulai berdatangan. Kebanyakan dari mereka yang sudah berusia lanjut dan sama-sama memiliki usaha restoran kecil-kecilan seperti keluarga Keysa.

Area depan restoran sudah di susun bangku dan meja makan seperti restoran pada umumnya. Ada juga tikar yang dibentang di atas bangku kayu lebar yang menjadi lesehan untuk para ibu-ibu berkumpul tentunya.

"Sudah berapa lama ini restoran kalian?" tanya wanita paruh baya yang rambutnya sudah dipenuhi uban. Ibu Rasmi.

"Ini? Ini perayaan yang ke-25. Masa ibu nggak ingat. Kan setiap tahunnya ikut merayakan." ujar Ny. Dina.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang