Tunggu!
Keysa menghentikan langkahnya, sebelah tangannya mengusap air mata yang sedari tadi sudah membentuk aliran kecil di kedua belah pipinya. Matanya membengkak.
Ia menarik nafas sedalam-dalamnya membiarkan rasa egois merebut stok oksigen disekitarnya. Kemudian menghelanya kuat sampai semua rasa sesak tadi ikut tersingkir.
Keysa meraih ponselnya di saku belakang celananya. Mencari nama seseorang lalu menempelkannya ke telinga, menunggu panggilan tersambung.
"Temenin gue cari angin yuk. Gue lagi butuh ketenangan."
*****
Nelsen celingak celinguk di depan rumahnya mencari keberadaan Keysa. Berharap gadis itu masih belum pergi jauh. Tapi nihil. Keysa sudah pergi. Nelsen menaruh kedua tangannya di pinggang sambil menunduk dalam. Pikirannya seketika berubah kacau balau.
"Sebaiknya kamu pergi sekarang. Aku mau istirahat." pinta Nelsen tanpa menghampiri Audrey di ruang tamu.
Lantas Nelsen beranjak naik ke lantai atas. Baru beberapa anak tangga yang ia naiki, tangannya ditahan oleh Audrey. Ia pun terpaksa berhenti dan menoleh. Wanita itu menepati anak tangga yang sama dengannya.
Nelsen menatap hampa tangannya yang digenggam Audrey. Tak lama ia menepis tangan Audrey.
"Aku minta maaf." aku Audrey.
Nelsen menghela nafas panjang.
"Pulanglah. Ini udah larut. Putramu pasti sedang menunggumu." serah Nelsen tak mau panjang lebar.
"Sepertinya tadi tunangan mu melihat kita. Kenapa kamu nggak ngejar dia? Pasti dia sekarang lagi marah besar sama kamu." ucap Audrey memancing.
"Itu urusanku. Bisa kamu pergi sekarang?"
"Nelsen. Aku tau kamu nggak serius sama perempuan itu kan?"
Nelsen diam.
"Kalo kamu serius. Harusnya kamu kejar dia bukannya balik menyerah kesini. Kamu pikir kamu bisa bohongi aku?" Audrey tertawa licik.
"Audrey.." Nelsen mencoba menyudahi.
"Dia bukan siapa-siapa kamu kan, Nelsen?"
Nelsen melihat wajah Audrey dengan tatapan sendu. Saat ini ia sungguh tak ingin berdebat dengan wanita ini. Ia ingin istirahat. Tubuh dan pikirannya terlalu lemah dan butuh ketenangan. Hanya itu.
"Ah, aku tau. Perempuan itu pasti pengasuh anak kamu, kan?"
Emosi Nelsen mendadak memuncak ketika ucapan terakhir Audrey sukses memancing amarahnya. Cukup!
"Aku bilang cukup!" tegas Nelsen.
Audrey tak menggubris peringatan Nelsen, ia tertawa puas sambil menutup mulutnya. Ia mendekati Nelsen yang kini melotot ke arahnya. Urat-urat di lehernya pun mulai tampak timbul. Iya, pria itu sedang menahan emosinya.
"Apa dia menggoda mu?"
"Pergilah." Nelsen langsung berbalik dan pergi.
"Oke aku anggap jawaban kamu 'iya'. Dasar." tekan Audrey yang berusaha menarik perhatian Nelsen lagi.
Audrey terdiam menyadari sedari tadi Nelsen selalu mengacuhkannya. Begitu dingin tatapan Nelsen menyorot ke arahnya. Sangat berbeda saat pria itu memandang Keysa. Audrey menempelkan tisu ke ekor matanya mengelap butiran air mata palsu nya yang tak sempat jatuh.
"Jadi begitu maumu ya Nelsen. Baiklah. Aku yang akan mengurus perempuan itu."
*****
Nelsen mendudukkan dirinya di tepi ranjang sambil memandang kosong ke arah jendela kamarnya. Angin masih berhembus kencang menerbangkan gorden bertema abu-abu itu. Hembusan angin yang berasal dari pintu balkon yang masih terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keysen
RomanceHanya cerita klasik tentang kisah cinta seorang pria (duda) bertemu dengan seorang gadis. Don't forget to follow my wattpad first 👆👆 XD Story by: fannyvinia ©Februari 2020