27. Hadiah

1.6K 124 2
                                    

Hari ini adalah hari yang paling di nantikan Nasya sejak dua minggu lalu. Semenjak Ny. Emma pergi ke Malaysia, selama itu Nasya selalu menghitung tanggal-tanggal di kalender sampai hari itu tiba. Ny. Emma akan tiba di bandara sekitar satu jam setengah lagi. Sekarang Nasya sedang bersiap untuk pergi menjemput Oma.

"Papa tau aja Nasya suka sepatu ini." ujar Nasya senang.

Nelsen mengangguk setuju sambil mengikatkan tali sepatu putrinya.

"Sebelah lagi." pinta Nelsen mengangkat kaki Nasya yang satunya.

"Oh iya Nasya lupa hadiah gambar buat Oma."

"Hadiah?"

Belum sempat lagi Nelsen membenahi tali sepatunya, gadis kecil itu sudah berlari begitu saja ke kamarnya mengambil benda yang disebutnya tadi.

"Dikasihnya kan bisa waktu Oma dirumah, Sayang."

"Kan ini kejutan, Pa. Jadi harus dikasih langsung." ucapnya teguh.

"Emang gambar apaan sih? Buatan Nasya ya?" tanya Nelsen saat Nasya sibuk mengembangkan kertas karton di atas meja.

"Iya. Coba Papa liat ni."

Mereka melihat gambar buatan Nasya yang penuh warna. Nelsen berdecak kagum menyadari putrinya sangat pintar menggambar dan mewarnai. Ia mengusap kepala Nasya lalu menciumnya.

"Bagus banget ini gambarnya. Pasti Oma suka." Nelsen memuji.

"Iya kan, Pa."

Kening Nelsen bertaut jadi satu saat sekali lagi ia memperhatikan gambar itu. Ia melebarkan kertasnya sampai habis lalu menatap satu persatu orang yang digambar itu.

"Ini Nasya lukis siapa aja?" tanya Nelsen.

Nasya bergerak maju menarik kertas itu agar lebih dekat dengannya. Jari kecilnya mulai menunjuk wajah-wajah itu.

"Ini Oma. Ini Papa. Ini Nasya. Ini Bu Keysa." jelas Nasya tanpa beban.

Nelsen tercengang sekaligus heran melihat empat orang digambar itu saling bergandengan tangan.

"Bu Keysa?"

"Iya. Cantik kan?"

"Kok Bu Keysa nya masuk di gambar?"

Nasya menatap Nelsen dengan tatapan tidak mengerti. Ia melihat gambar itu dan Nelsen bergantian. Nasya sungguh tidak paham apa maksud dari pertanyaan Papanya. Memangnya salah kalau ia menggambar sosok yang ia sukai.

"Nasya nggak berani gambar Mama." jawabnya sambil menunduk.

"Kenapa?"

Tak menjawab pertanyaan Nelsen, Nasya malah langsung memeluk Nelsen seerat mungkin menyembunyikan dirinya ditubuh tegap itu. Sampai Nelsen tersentak kaget.

"Nasya kangen sama Mama. Setiap liat foto Mama Nasya jadi pengen ketemu sama Mama." katanya diiringi tangisan.

Nelsen mengulum bibirnya dan lantas berdiri menggendong Nasya untuk menenangkan gadis kecil yang tengah menangis itu. Nelsen tak lagi bertanya tentang gambar itu karena Nasya bisa tambah sedih. Ia fokus mengayunkan tubuhnya berusaha meredakan tangisan Nasya yang kian menjadi.

"Mau gimana pun Mama Adel itu tetap jadi Mamanya Nasya. Mama yang melahirkan Nasya. Walaupun sekarang Mamanya udah nggak disini. Tapi Mama tetap ada di hati Nasya. Ya? Jangan sedih."

Nasya mengangguk meskipun masih menutup wajahnya di bahu Nelsen.

Tangan kecil itu melingkar erat di leher Nelsen tidak berkurang sedikitpun. Nelsen menepuk pelan punggung Nasya yang masih terasa bergetar. Nasya selalu bisa menangis tanpa suara tapi hanya air matanya yang mengalir cukup deras.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang