Nelsen sengaja menggerakkan-gerakkan kursi putarnya sembari terus memikirkan masalah pribadi yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda penyelesaian nya. Waktu yang kian larut tak lagi ia kidahkan. Ruangan kerja di rumah nya itu senyap, hanya terdengar deru mesin pendingin udara.
Sepertinya Audrey tidak akan berhenti mengganggu Nelsen kalau didiamkan begitu saja. Tapi akan semakin menjadi kalau terus saja di ladeni. Audrey sama sekali tidak terjamah kata menyerah.
Dengan balutan kaus polo hitam dan training abu-abu panjang, Nelsen bangkit berjalan ke lemari kaca di sudut ruangan yang berisi berkas-berkas dan di bagian atasnya ada beberapa miniatur icon dari berbagai negara yang pernah ia kunjungi.
Jarinya baru menyentuh ujung map, segera ia tarik kembali begitu pintu ruangan terbuka sedikit. Nelsen menoleh dan tersenyum saat Ny. Emma perlahan melangkah masuk.
"Mami ganggu?" tanya Ny. Emma.
Nelsen menggeleng singkat.
"Nggak, Mi. Ada apa, Mami kok belum tidur?" Nelsen menutup kembali lemari itu dan ikut duduk di sofa disamping Ny. Emma.
"Entahlah, Sen. Mami kok susah sekali tidur malam ini."
Tatapan santai Nelsen berubah agak cemas.
"Mami nggak enak badan? Ada yang terasa sakit, Mi?" Nelsen menyentuh tangan sang Mami.
"Bukan." Tangan satunya menimpa punggung tangan Nelsen sambil mengusapnya lembut.
"Ada yang mau Mami bicarakan sama kamu. Tapi kalau kamu udah lelah sekarang. Kita bicarakan besok aja ya."
Nelsen terdiam sesaat sampai ia menggeleng lagi dan menatap Ny. Emma yakin.
"Ada apa, Mi?"
Ny. Emma mengangguk mengiyakan. Sejenak beliau membiarkan kedua matanya menyorot kedua manik mata Nelsen serta memandangi wajah sang putra yang berhasil membuatnya bangga menjadi seorang ibu.
"Waktu kita sarapan tadi...nampaknya Elena terganggu begitu dengar nama Audrey. Kalian lagi ada masalah apa?"
Nelsen melepaskan tangannya dari punggung tangan Ny. Emma. Beralih sedikit bergerak tak pasti sembari menyilangkan kakinya.
"Ada masalah sedikit, Mi. Kayaknya Elena udah cerita semuanya ke Mami."
"Iya. Mami udah dengar ceritanya sedikit dari Elena. Tapi itu kan dari sudut pandang dia. Kalau kamu?"
"Aku? Hmm, aku nggak tau sebenarnya apakah tindakan ku ini salah atau nggak sesuai. Aku rasa aku memang nggak bisa meluruskan kesalah pahaman yang ada, Mi. Audrey belum berhenti memojokkan Keysa dan aku nggak bisa terlalu keras ke dia." Nelsen sedikit memajukan tubuhnya dan menunduk.
"Keysa gimana?"
Nelsen menyapukan telapak tangannya ke rambut lemas yang tidak tertata rapi.
"Keysa biasa aja. Aku tahu itu salah satu usaha dia bertahan, Mi. Kalau aku jadi Keysa aku pasti melakukan hal yang sama. Karena dia tahu perlawanan gegabah bisa nggak menyelesaikan apa-apa. Tapi aku juga merasa bersalah banget sama Keysa, gara-gara aku dia harus kena imbasnya."
Ny. Emma menepuk-nepuk pelan bahu Nelsen.
"Iya Mami tahu kamu pasti merasa bersalah sama Keysa. Mami pun juga bangga Keysa bisa tetap menghadapinya dengan kepala dingin. Tapi Nelsen, Mami mau kamu selesaikan semua ini dengan sebaik- baiknya. Jangan sampai menjatuhkan salah satu pihak. Kamu dan Audrey kan udah saling mengenal lama. Bukan maksud Mami mau membela Audrey. Kamu pasti paham kan maksud, Mami?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Keysen
RomanceHanya cerita klasik tentang kisah cinta seorang pria (duda) bertemu dengan seorang gadis. Don't forget to follow my wattpad first 👆👆 XD Story by: fannyvinia ©Februari 2020