34. Teman lama

1.2K 76 0
                                    

Setelah berbincang sebentar di pinggir jalan tadi sebelum Nelsen dan Nasya kembali kerumah. Nasya terlihat enggan melepaskan jari telunjuk Keysa yang di main kan nya sejak tadi. Berulang kali ia meminta Keysa agar ikut pulang bersamanya.

Nelsen yang berdiri disamping Keysa hanya bisa menaik turunkan bahunya tak mau ikut campur. Nasya menatap Keysa dan Nelsen bergantian bak orang yang meneliti detail sambil menyipitkan matanya.

"Bu Keysa beneran nggak mau ikut?"

"Nggak sayang. Abis ini ibu masih ada kerjaan di tempat lain." jawab Keysa mengelus punggung tangan kecil Nasya.

"Papa dong yang coba ajak bu Keysa. Pasti mau." suruh Nasya bosan.

Keysa menoleh perlahan menangkap Nelsen hanya melebarkan senyumnya.

"Besok kan bisa ketemu lagi, Nasya. Nggak boleh gitu dong." larang Nelsen.

"Iya besok kan kita ketemu lagi disekolah kan?" tambah Keysa seraya ikut mengangguki.

Nasya menyerah, ia akhirnya melepaskan jari Keysa dan masuk ke dalam mobil. Sudah bisa di pastikan kalau Nasya merajuk karena permintaannya tidak dikabulkan sang Papa.

"Nasya?" panggil Nelsen membujuk.

Nasya membuang pandangannya ke arah lain. Ia tidak mau menggubris bujukan Nelsen. Ia pun menutup kan pintu mobil bagian belakang.

"Aku antar ya." tawar Nelsen baru saja akan menarik handle pintu depan.

Keysa langsung menahan lengannya sambil menggeleng tipis. Nelsen menghela nafas memandang Keysa yang menolak niat baiknya. Nampaknya gadis itu juga enggan berada di dekat nya saat ini.

"Aku pulang sendiri aja ya. Lain kali. Lain kali aku yang bakal minta di antar sama kamu. Oke?" kedua jari Keysa membentuk V ia tampilkan ke hadapan Nelsen.

"Oke. Aku panggil kan taksi ya."

"Jangan! Aku naik bis." katanya sambil menyengir.

Nelsen mengangkat kedua tangannya ingin sekali menyudahi perdebatan ini. Alisnya membumbung tinggi sembari mengangguk setuju.

"Oke terserah kamu. Aku tunggu disini sampai kamu pergi." Nelsen menyandarkan tubuhnya di depan mobil, menyilangkan tangan didepan dada.

"Nelsen."

"Iya yaudah aku pergi. Oke? Sampai nanti." ujar Nelsen yang langsung melangkah masuk ke mobilnya.

Keysa meluapkan tawa kecil melihat tingkah laku Nelsen yang hampir setara dengan Nasya. Bahu lebar pria itu nampak lebih rendah dari biasanya. Bagaimana bisa Keysa menerima dirinya ditinggal begitu saja oleh Nelsen tanpa ada ucapan selamat tinggal. Ya, walaupun Keysa tidak mengharapkan yang lebih.

"Kamu mau pergi?"

"Mau aku temani? Atau mau aku antar?" tanyanya datar. Raut wajahnya menggambar kan kalau dirinya benar-benar kesal.

"Hati-hati ya." pesan Keysa sambil melambai tipis.

Nelsen melirik Keysa dari ujung matanya. Bisa-bisa nya Keysa tersenyum lebar setelah membuat dirinya dihantui kekesalan tingkat dewa.

"Perlu ada pelukan perpisahan?" sindir Nelsen iseng.

"Kamu mau anak kamu liat?" tunjuk Keysa ke dalam mobil.

"Dia udah liat tadi, Sayang." celetuk Nelsen sengaja.

Keysa terdiam mendengar kata-kata terakhir Nelsen. Keysa tidak merasakan adanya unsur ketidaksengajaan dalam ucapan Nelsen, justru itu sangat di sengaja. Kata-kata manis itu merangkak menerobos ke indra pendengaran nya.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang