10. Persiapan Workshop

3K 196 4
                                    

Gerbang rumah Nelsen sudah terbuka lebar menampakkan jalanan komplek yang sepi nan gelap gulita. Hujan turun kian semakin lebat membutakan sekitar. Keysa meratapi air yang turun dari pipa penampungan langsung ke selokan kecil di bawahnya tanpa berkedip. Menunggu pria yang akan mengantarnya menyiapkan mobil.

"Kenapa alam nggak pernah mau di ajak kerja sama?" celetuk Keysa.

Ia memeluk tasnya seerat mungkin membiarkan percikan air itu membasahi sepatunya. Sengaja ia berdiri di tepian teras menunggu Nelsen. Tapi kenapa pria itu lama sekali?

"Ayo, masuk." ajaknya.

Keysa menoleh cepat dan mendapati sebuah mobil sudah ada di sebelahnya. Nelsen pun tengah berdiri di dekat pintu mobil siap membukakan pintu untuknya.

"Iya, pak." tangan Nelsen mengikuti pergerakan Keysa, menutupi kepala gadis itu agar tak terkena hujan tanpa sepengetahuan Keysa.

Di tengah perjalanan, kemacetan jalan menyambut mereka. Keadaan hening tanpa satu dari mereka bersuara. Keysa sibuk menatap keluar jendela masih tak menerima kekalahan akibat bertarung dengan alam.

Sedangkan Nelsen sibuk menatap ke depan. Lengah sedikit saja bisa berbahaya untuk mereka dan pengendara lainnya. Apalagi pengendara sepeda motor.

Nelsen menoleh tipis ke Keysa lalu kembali melihat ke depan. Ia memperhatikan gadis itu sedang mengusap-ngusap kedua lengan berusaha menghangatkan tubuhnya.

Sebelah tangan Nelsen tergerak meraih sesuatu dari tempat duduk belakang. Sebuah selimut tebal. Ia menaruh benda itu di atas pangkuan Keysa.

"Pakai ini, bu. Cuaca nya dingin banget ya?" tanya Nelsen memecah keheningan.

"Oh iya makasih, pak. Bapak nggak kedinginan?"

Hanya sunggingan senyum sebagai balasannya. Cool sekali. Bukan cuaca nya yang cool. Tapi sifat pria ini juga cool.

Nelsen mengembangkan selimut itu dengan satu tangannya karena tangan yang satunya tak bisa ia lepaskan dari lingkar kemudi.

"Saya cuman bawa satu selimut." jawabnya masih membantu Keysa menyelimuti ke tubuhnya.

"Tapi tangan bapak udah dingin, tuh." tunjuk Keysa menunjuk tangan Nelsen yang tak sengaja menyentuh tangannya tadi.

Ia segera menarik tangannya kembali dan bertengger di lingkar kemudi. Kedua manik mata Nelsen memandang Keysa lekat.

"Nggak masalah kalo pake selimut ini berdua?" celetuk Nelsen terus terang.

Mulut Keysa terbuka setengah. Ingin melontarkan kata-kata tapi tak kunjung keluar dari mulutnya. Seolah pertanyaan Nelsen barusan sukses mengunci mulutnya.

"Hah?"

"Saya cuman bercanda kok."

Nelsen tertawa sumbang melihat reaksi Keysa yang tersentak kaget itu. Gadis itu tak bergerak dan hanya bola mata saja yang berkeliling menatap Nelsen yang kini sudah kembali fokus ke jalanan yang mulai lengah di depan sana.

Seketika jantung Keysa berpacu lebih cepat dari tempo biasanya. Darah panas mulai mengalir di sekujur tubuhnya. Mendadak ia merasakan kepanasan dan ingin menyingkirkan selimut itu darinya.

"Kayaknya kita nyampe lebih lama ni, bu Keysa. Soalnya jalanan macet parah. Padahal tadi udah senggang." kata Nelsen tanpa menoleh.

Keysa tak menjawab dan masih terpaku membisu. Selimut tebal itu masih menghangatkan dirinya.

Uhukk uhukk!

Tiba-tiba ada sesuatu yang mencekat di tenggororkan Keysa. Ia menepuk pelan dadanya yang terasa nyeri akibat tersedak.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang