"Ayo." Nelsen menjulurkan telapak tangannya ke hadapan Keysa.
Keysa menatap tangan itu sembari mengerjap beberapa kali.
*****
Akhirnya mereka menentukan sendiri siapa yang menjadi pasangan menelusuri hutan. Padahal Tasya sudah menyiapkan guntingan kertas berisi nomor undian. Tapi rencana tiba-tiba saja berubah.
"Kita santai aja ya jalannya. Gue mau nikmati alam ini selagi ada disini. Lo nggak ngincar hadiah utama kan?" tanya Tasya disela langkahnya.
Hanan menaruh kedua tangannya ke dalam saku jaket.
"Boleh. Kalo rejeki pasti gue dapat hadiahnya kan. Kalo nggak ya berarti nggak rejeki." jawab Hanan santai membuat Tasya lega.
"Lo bener sih. Ngomong-ngomong kapan lo ke pabrik? Kan katanya lo yang bakal nyerahin contoh kemasan baru ke bagian pabrik."
Hanan berpikir sejenak mengingat kembali deretan jadwalnya yang sudah berjejer rapi di buku catatannya.
"Belom tau nih kapan. Mau gue sih secepatnya. Tapi kalo kerjaan masih numpuk mungkin di undur dulu."
"Kalo lo yang ngantar gue ikut ya?"
"Ke pabrik?"
"Iya. Boleh kan?" Tasya berhenti diikuti Hanan.
"Boleh." Hanan tersenyum ramah kemudian melanjutkan langkahnya.
Tasya terdiam beberapa saat. Singkat namun berbekas. Tangan kanannya tergerak meraba dadanya. Merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia mengulum bibirnya seraya tertawa malu.
*****
Shia berulang kali berkomentar tentang alam sekitar yang berhasil menarik perhatiannya itu. Ia sibuk mengambil gambar setiap sudut yang ia lewati menggunakan kamera yang selalu ia bawa dari pertama kali tiba disana.
"Jalan yang bener kek. Ntar lo nyemplung ke sungai bikin repot gue lagi." ujar Ivan yang geram melihat tingkah Shia.
"Sungai ini?" tunjuk Shia dengan nada sepele.
"Iya!"
"Kalo gue nyemplung gue bakal minta tolong sama Rena. Ogah sama lo!" nyinyir Shia enggan.
"Emang lo mau nolong dia, Ren?"
"Mau kok." jawab Rena terpaksa menyunggingkan senyum.
Meladeni dua orang kurang waras ini sungguh hal yang paling malas Rena lakukan. Entah kesialan apa yang membawa ia harus ikut bergabung bersama tim aneh ini.
"Tuh Rena aja terpaksa." Ivan melipat tangan di depan dada.
"Van, tolong jangan bikin gue berniat bunuh diri, oke?" Rena menepuk bahu Ivan menunjukkan tatapan sinisnya.
"Pamali, Ren ngomong begitu di tempat asing gini." Ivan mendadak merinding.
"Mau pamali kek, paudin, padudung. Gue nggak perduli." Rena melangkah pergi deluan.
"Rena! Tungguin kita lo mau kemana sendirian?" panggil Shia mendapati Rena melongos pergi. Tapi gadis itu tak goyah dan terus melanjutkan langkahnya.
"Dia mau ketemu pak dudung katanya." ucap Ivan asal.
"Pak dudung siapa?"
Ivan mengedikkan kedua bahunya.
"Eh jangan ke tepi nanti tanahnya ambles lo kecebur. Keras kepala banget sih. Anak sape sih lu, tong." Ivan mengerutkan alisnya.
"Ivan! Sungainya tuh nggak dalam. Cetek tuh."
"Sok tau! Kalo udah nyemplung terus lo keseret arus nya juga bakal ngilang dari peredaran." celetuk Ivan sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Keysen
RomanceHanya cerita klasik tentang kisah cinta seorang pria (duda) bertemu dengan seorang gadis. Don't forget to follow my wattpad first 👆👆 XD Story by: fannyvinia ©Februari 2020