47. Masa lalu

1K 75 0
                                    

Audrey dan Nelsen duduk bersebelahan di sofa ruangan kerjanya. Nelsen mengambil segelas teh yang di bawakan Airin, menyeruputnya sedikit.

"Aku sedang sibuk. Langsung saja ke intinya." pinta Nelsen seraya menyilangkan kakinya.

Audrey berdeham pelan. Bagi nya itu merupakan suatu bentuk pengusiran dengan cara halus. Nelsen sangat handal menjaga sopan santun.

"Kita udah nggak ketemu lama. Bukan seharusnya kita bertukar kabar?" tanya Audrey merasa miris.

"Hmm begitu ya? Tapi yang ku tahu kabarmu sekarang baik-baik saja."

"Tahu darimana?"

"Kamu bisa datang kesini sendiri tanpa bantuan alat ataupun orang lain. Yah, bagiku itu menjawab semuanya." Nelsen mengangguk mantap.

"Gimana hubungan kamu sama..."

"Keysa? Baik. Sangat baik. Semakin hari aku semakin mencintainya." Nelsen menyeringai.

"Hmm. Begitu rupanya. Kupikir kalian udah lama nggak berhubungan lagi semenjak aku pergi."

Nelsen memajukan posisi duduknya menumpukkan kedua sikunya di lutut. Pandangannya menatap Audrey serius.

"Ada yang mau kamu bilang ke aku, Nelsen?"

"Sudah berapa lama kamu menyimpan bakat perundung?" tanya Nelsen dalam dan tegas.

"Maksud kamu?"

"Kamu mengancam orang yang tidak tahu apa-apa dengan uang kamu. Apa kamu pikir dengan begitu dia akan berhenti?"

Audrey mengerutkan alisnya. Bukannya tak paham ia hanya takut salah menangkap momennya. Apa Nelsen sudah tahu? Apa Nelsen sekarang sedang memancingnya?

"Nelsen. Aku nggak ngerti kamu bicara apa."

"Berapa banyak yang kamu kasih ke dia? Tapi sepertinya itu masih kurang. Kenapa buktinya dia masih berada di dekatku? Apa perlu aku tambahin?" sambung Nelsen.

Audrey mulai tak tenang. Ia merasa terintimidasi. Ucapan Nelsen semakin membuatnya gusar.

"Kamu bicara apa sih? Kenapa ngelantur gitu? Mengancam apa maksud mu." Audrey tertawa kecil.

"Untuk apa sebenarnya kamu melakukan hal-hal itu? Apapun yang kamu mau sudah kamu dapatkan. Apa lagi yang kurang?" tanya Nelsen yang tak ingin basa basi lagi.

Tangan Audrey bergerak memindahkan tas dari pangkuannya. Matanya bergerak menatap ke atas meja. Ujung bibirnya terlihat terangkat.

"Ah, jadi dia udah ceritakan ke kamu. Nelsen, yang harus kita garis bawahi ya aku itu kasih dia kesepakatan bukan ancaman." sahut Audrey angkuh.

Emosi Nelsen mulai tersulut. Ia berusaha tetap menjaganya untuk sekarang. Nelsen tidak mau menimbulkan masalah disini.

"Aku nggak menyangka kamu bisa melakukan itu, Audrey." cerca Nelsen.

"Kenapa? Aku cuma ingin mempertahankan apa yang seharusnya jadi milikku. Kamu pikir aku melakukannya hanya untuk senang-senang!"

"Audrey!"

"Nelsen, coba kamu pikir lagi deh. Gimana dia bisa berhasil dekati kamu kalau bukan karena anak kamu. Dia itu pasti punya tujuan. Kamu nggak tahu kan? Buka mata kamu, Nelsen!"

"Tujuan? Tujuan apa?"

"Tujuan untuk mengincar harta kamu. Masa kamu gitu aja nggak tahu. Kamu udah terlalu dibutakan cinta olehnya!"

"Cukup. Kamu udah bicara terlalu jauh. Sebaiknya kamu pergi. Aku masih banyak kerjaan."

"Aku tahu itu sejak dia nolak uang yang aku kasih. Kenapa? Karna itu masih kurang. Sampai dia berhasil memposisikan diri nya agar bisa mendapat harta kamu, disitu kamu akan menyesal. Ingat kata-kata ku, Nelsen."

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang