4. Guru untuk Nasya

4.2K 235 1
                                    

Mungkin karna Cafe ini kecil jadi kedatangan sosok Nelsen menjadi sangat mencolok di antara orang-orang biasanya. Bagaimana tidak? Ia datang mengenakan pakaian formal seperti itu.

Aku mengangkat sebelah tangan memberikan isyarat keberadaan ku pada Nelsen di meja paling ujung dekat jendela. Pria itu mendapati gerakan tanganku dan segera berjalan ke arahku.

"Maaf saya terlambat." katanya sopan sekali.

Aku lantas berdiri dan sedikit menunduk padanya.

"Tidak apa-apa, pak."

"Iya baiklah. Mari kita duduk." suruh Nelsen lagi.

Untuk mengawali pembicaraan. Nelsen sengaja menyisipkan beberapa alasan kenapa dia datang terlambat sebelum ia menyampaikan tujuan ia ingin menemui ku.

"Maksud saya mengajak ibu bertemu langsung begini karena saya ingin membicarakan tentang Nasya." ucapan Nelsen terpotong saat pelayan Cafe menyajikan kopi pesanan kami.

"Memangnya ada apa dengan Nasya, pak?"

"Selama dua bulan ini saya meminta guru les untuk datang kerumah supaya membantu Nasya belajar dirumah. Biasanya dia mau-mau saja belajar seperti biasa, tidak pernah juga dia menolak. Saya pikir Nasya suka belajar dengan gurunya itu. Tapi entah kenapa saya juga kurang tau alasannya. Kemarin sore waktu guru les nya datang. Nasya sama sekali tidak mau turun. Dia bilang dia capek. Saya sudah usaha bujuk tapi Nasya tetap tidak mau, bu." jelas Nelsen panjang lebar.

Bibirku terbuka membulat diiringi anggukan paham atas penjelasan Nelsen barusan.

"Apa Nasya pernah dimarahi sama gurunya, pak? Mungkin saja kan karna mengajar anak-anak ini juga harus ekstra sabar." ujarku menebak hal-hal yang lumrah terjadi.

"Tidak, bu. Saya juga udah nanya sama Nasya apa dia pernah dimarahi atau lainnya. Tapi Nasya tetap bilang tidak ada apa-apa."

"Oh begitu ya, pak. Jadi sekarang Nasya tidak mau les lagi?"

Nelsen menengakkan posisi duduknya.

"Iya begitulah, bu. Jadi sebenarnya maksud saya mengajak ibu bertemu langsung mau membicarakan masalah ini."

"Selama saya mengajar Nasya. Anak itu tidak pernah malas belajar. Ya, walaupun dirasa sulit untuknya dia tetap berusaha untuk mencari tau. Begitu Nasya dikelas, pak. Dia anak yang rajin."

"Aduh, saya bingung mau gimana bilangnya."

"Kenapa, pak? Tidak apa-apa, pak. Sampaikan saja."

"Nasya mau ibu Keysa yang jadi guru les nya."

Aku tersentak kaget. Ini kah tujuan seorang  Nelsen, Direktur Utama di perusahaan besar yang bergerak di bidang industri makanan rela menemui ku langsung?

"Saya, pak?"

"Iya, bu."

Aku melihat wajah seorang ayah di depan ku ini. Tergambar sebuah harapan  besar disana. Harapan dariku untuk mengajar sang putri tercinta.

Obrolan kami pun berlangsung lumayan lama sampai akhirnya aku mengiyakan tawaran Nelsen untuk menjadi guru les privat Nasya dirumah. Walaupun awalnya aku menolak karena takut ada kesibukkan lain yang mendadak. Tapi melihat bagaimana usaha Nelsen memintaku. Cukup membuat hatiku goyah.

Lagipula aku pun membutuhkan uang tambahan untuk biaya hidup dan juga membantu keuangan keluargaku menyekolahkan Zalza.

Langit sore yang tadinya biru indah. Kini mendadak berubah kelabu. Awan gelap yang dipenuhi gumpalan air pun mulai tampak semakin tebal. Aku menelan ludah dalam melihat penampakan awan mengerikan itu.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang