6. Tamu

3.4K 243 2
                                    

Makan siang bersama dengan direktur Easy Grup dan para staff direksi lainnya pun selesai pada pukul setengah dua siang. Nelsen segera melesat keluar dari restoran itu menuju parkiran.

Tentunya sebelum berangkat ia menyempatkan memeriksa ponselnya yang tadi sempat bergetar saat sedang makan siang. Dan benar. Ada dua panggilan tak terjawab dari guru Nasya. Keysa. Nelsen pun segera memutar setir mobilnya menuju ke sekolah Nasya.

"Pasti Nasya udah pulang dari tadi." ujar Nelsen gelisah seraya memasang kacamata hitamnya.

"Oh anak-anak sudah pada pulang semuanya, pak. Biasanya kalau yang belum di jemput itu nunggunya di ruang tunggu. Tapi ini nggak ada, pak. Udah kosong." jawab pak Anwar. Satpam sekolah.

"Oh gitu ya, pak."

Nelsen memegang belakang tengkuknya yang mendadak terasa keram. Kemana Nasya?

"Coba bapak hubungi orang tua temannya anak bapak saja. Siapa tau anak bapak ikut main kerumahnya kan."

"Iya juga ya, pak. Kalau gitu terima kasih ya, pak." Nelsen pun undur diri kembali ke mobilnya yang masih terparkir di pinggir jalan.

Nelsen sibuk memikirkan siapa orang yang harus ia hubungi sekarang. Masalahnya Nasya tidak pernah mau pergi kerumah temannya apalagi sepulang sekolah begini. Ini pertama kalinya Nelsen terlambat menjemputnya. Jadi mungkin saja Nasya sedang menunggunya di lain tempat.

"Nasya kamu dimana sih?" Nelsen memandang kaca spionnya melihat ke halte bis di belakang mobilnya.

Mungkin kah Nasya disana?

Nelsen memutar tubuhnya melihat ke belakang. Ada banyak orang disana. Tapi ia tidak menemukan putrinya ada di kerumunan orang itu.

"Nasya..." lirih Nelsen pelan sambil terus mencari kontak yang mungkin bisa ia hubungi.

Pikirannya tertuju pada seseorang yang belakangan ini sangat dekat dengan Nasya. Ya, Keysa.

"Pasti Nasya ikut bu Keysa." Nelsen yakin sekali.

Panggilan tersambung.

[Halo? Papanya Nasya?]

"Iya halo. Dengan ibu Keysa?"

[Iya benar, pak. Tapi sebelumnya maaf ya, pak. Karna tadi bapak terlambat jemput Nasya. Jadi sekarang Nasya ikut sama saya, pak.]

Nelsen memejamkan matanya seraya menghela nafas legah.

"Oh syukurlah. Saya kira Nasya pergi kemana."

[Nggak kok, pak. Nasya aman sama saya.]

"Bisa saya jemput Nasya sekarang, bu?"

[Bisa, pak. Tapi sekarang saya lagi dijalan kerumah orang tua saya. Hmm. Lumayan jauh sih dari kota. Atau gini aja, pak. Nanti Nasya saya yang antarkan pulang. Untuk hari ini saya minta izin ajak Nasya pergi.]

Nelsen terdiam sejenak. Setengah dirinya mengizinkan tapi setengah lagi sedikit mempertimbangkan. Tapi memangnya apa yang perlu ia ragukan?

"Yasudah bu Keysa kirimkan saja alamatnya rumah orang tuanya biar saya jemput sekalian kesana."

Setelah mendapatkan alamat desa tempat orang tua Keysa tinggal. Nelsen pun langsung memutar setir mobil nya ke arah yang dituju. Bisa memakan waktu dua jam kalau kebetulan jalan normal tanpa macet. Tunggu! Jalanan desa kan jarang macet.

******

Keysa memegang kedua tangan Nasya saat gadis kecil itu hendak turun dari bis. Mereka sampai di ujung jalan kecil yang mengarah ke rumah orang tuanya. Sayangnya, bis tidak bisa masuk ke malam karena akses jalanan yang terbatas hanya bisa di lalui mobil kecil dan motor saja. Sedangkan bis berukuran besar tidak bisa masuk. Makanya mereka turun di ujung jalan dan akan melanjutkan menyusuri jalan yang di kelilingi sawah itu dengan berjalan kaki.

Keysen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang