Beatrix duduk dengan pikirannya yang kosong. Tak ada lagi Dementor yang mencoba menghisapnya. Dia duduk sendirian, teriakan-teriakan dari narapidana lain menggema di mana-mana, tetapi dia sama sekali mendengarkan suara itu. Kemudian secercah ingatan soal sepupunya memasuki dirinya.
Dia teringat oleh sepupunya, dia merindukan sosok itu. Dia merindukan kejailannya. Tetapi dia hanya bisa mengingat-ingat itu, dia tidak bisa keluar dari sini. Dia terkurung.
Hari demi hari dilaluinya dengan penuh penyiksaan dan penderitaan. Setiap kali dia mulai teringat tentang paman, bibi, dan sepupunya. Satu Dementor terbang masuk ke selnya dan menghisapnya langsung.
Beatrix kembali pada kondisi awal, tidak ingat apa pun. Dia menjadi gila lagi. Tertawa sendirian. Marah sendirian. Menangis sendirian. Bahkan berteriak-teriak sendirian. Dan juga diam sendirian.
Bulan berganti, bahkan tahun pun berganti. Beatrix masih bertahan di dalam selnya. Dia berusaha membuat dirinya tetap pada kondisi diam dan pikiran kosong. Dia ingin mengingat semuanya kenangannya tanpa diketahui Dementor.
Dia mencoba memanipulasi pikirannya. Dia hanya diam saja setiap ada Dementor melewatinya mencari mangsa, dia mengosongkan pikirannya saat itu juga. Dan dia terkadang menangis saking rindunya akan sosok sepupunya walau sudah bertemu setiap bulan sekali.
Pada bulan Agustus di tahun 1991, sepupu dan paman dan bibinya datang menjenguknya. Beatrix merangkak mendekati jeruji besi dan memegang besi itu.
"Draco," suara serak Beatrix terdengar sangat menyedihkan.
"Bee," kata Draco, berjongkok. Dia menggenggam tangan sepupunya. "Bee, aku izin pamit."
"Pamit?" Beatrix mengulang dengan suara serak.
"Iya, Bee," jawab Draco, tersenyum tipis. "Aku akan sekolah di Hogwarts, Bee. Bulan depan dan seterusnya, aku tidak bisa menjengukmu."
Beatrix tersenyum sekilas. "Draco... selamat...," katanya. "Aku menunggu Draco di sini."
"Bee harus masuk sekolah juga... hiks... setelah keluar dari sini," isak Draco, matanya berkaca-kaca.
Beatrix tersenyum kaku. "Aku tidak akan punya teman, Draco," katanya. "Aku anak jahat."
"Ssh!" desis Narcissa, menggenggam tangan keponakannya yang satunya. "Sayang, jangan bicara begitu..."
"Ibu—" kata Beatrix tercekat. "—Beatrix rindu Ibu..."
"Ibu juga merindukanmu, Sayang," desah Narcissa.
Lucius ikut berjongkok di sebelah kiri Draco.
"Ayah... maaf...," isak Beatrix. "Aku nakal, aku pembunuh..."
"Ssh," desis Lucius. "Kau bukan pembunuh, itu kecelakaan. Kau dikendalikan emosi, Ayah tahu itu. Ayah minta maaf tidak mengantarmu. Ayah menyesal..."
Beatrix menggeleng frustasi. "Itu salah Beatrix... Beatrix anak jahat... Beatrix ja—"
"Jangan bicara begitu. Beatrix anak yang hebat dan baik," kata Lucius, mengusap punggung tangan keponakannya yang dingin.
"Bee, aku akan ke sini saat liburan Paskah dan Natal yaa...," kata Draco, mengusap air matanya sendiri dengan punggung tangannya yang satunya. Sementara satu tangannya menggenggam tangan sepupunya.
"Kapan Beatrix keluar dari sini, Ibu?" tanya Beatrix, menatap bibinya.
"Tahun depan," kata Narcissa. "7 April 1992, tepat pada ulang tahunmu yang kedua-belas tahun."
"Delapan bulan lagi, Sayang," kata Lucius, tersenyum kecut. Dia tidak tega melihat keponakannya yang kurus kering, wajah cekung, pucat, dan terlihat menyedihkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beatrix Lestrange [END]
Fantasy꧁_[DRAMIONE]_꧂ Beatrix Rodolphus Lestrange adalah putri semata wayang dari Rodolphus Lestrange dan Bellatrix Lestrange (née Black). *Terkadang tidak ada sangkut pautnya dengan alur cerita Harry Potter* Penasaran dengan kisahnya? Yuk, baca. Jangan lu...