Beatrix duduk dengan santai di depan meja kerja Snape sebelum makam malam.
"Perlihatkan lengan kirimu kepadaku," kata Snape dengan suaranya yang penuh perintah, seakan dia tak menerima penolakan.
"Untuk apa? Bukankah bentuk tatonya sama, ya?" Beatrix balik bertanya.
Snape menatap gadis itu tajam bak elang siap membunuh.
Beatrix berdecak kecil, mengangkat tangan kirinya dan meletakkannya ke atas meja. Lalu menarik lengan jubahnya hingga siku.
Snape membelalak kaget. "S–sejak kapan kau punya ini? Bukankah saat kau mengucapkan Selamat Natal, kau belum memilikinya?" tanyanya.
"Setelah Natal aku mendapatkannya," kata Beatrix singkat. "Seseorang memberiku ini. Dia orang asing, memintaku untuk datang ke danau. Dan dia memberikanku ini," dia menambahkan dengan berbohong.
"Bohong," kata Snape, beralih menatap gadis itu.
"Orang itu memakai berjubah hitam, memakai tudung dan topeng. Aku keluar pada jam empat pagi. Dia tidak memberitahuku identitas siapa dirinya, tetapi dia teman ibuku. Seorang pria," jelas Beatrix, dia sudah menyiapkan ini sebelum masuk ke kantor Snape.
Snape terdiam. Dia sama sekali tak bisa membaca pikiran gadis di hadapannya ini. Tetapi dilihat dari raut wajah gadis itu, dia tak menemukan kebohongan. Gadis itu tampak jujur dan polos.
"Dia memberi saya Mantra Pembungkam karena katanya ini akan sangat sakit. Dan benar, ketika pria itu merapalkan mantra, saya menjerit kesakitan tetapi suara saya tak keluar. Rasanya seperti terbakar, sakit sekali," lanjut Beatrix, memasang ekspresi yang lebih meyakinkan.
Snape meraih tangan gadis itu, meneliti tato tengkorak dengan ular terjulur itu.
"Ini harus dihapus," katanya. "Kau masih di bawah umur."
Beatrix langsung menarik tangannya dan menutupnya lagi. "Tidak!" serunya. "Ini sangat cantik. Aku menginginkan ini sejak lama. Mama mengatakan bahwa aku harus mendapatkan ini. Katanya ini adalah penghormatan yang sangat besar."
Snape menghela napas kasar. "Kau masih di bawah umur untuk bergabung dengan kelompok ini, Lestrange," katanya.
"Persetan dengan umur!" kata Beatrix, menyembunyikan tangan kirinya ke balik tubuhnya. Dia pun bangkit. "Saya seorang Lestrange, saya tidak akan berkhianat. Keluarga saya di Azkaban, jika Pangeran Kegelapan bangkit, maka keluarga saya akan mendapat kehormatan besar. Saya juga akan kecipratan oleh kehormatan itu."
Snape hendak berbicara, tetapi gadis itu menyela dan meneruskan ucapannya.
"Jangan bujuk saya. Kalau tidak, saya akan bilang kepada Pangeran Kegelapan bahwa Anda membelok ke pihak Dumbledore. Saya bisa memberikan dia memori saya, dia pasti percaya bahwa Anda mengkhianatinya."
"Cukup, cukup!" kata Snape, menggebrak meja. "Baiklah, tapi kalau sampai kau mengalami kesulitan. Jangan harap untuk meminta bantuanku!"
"Ah, baiklah," kata Beatrix. "Lagian saya punya Mama. Tentu saja saya akan meminta bantuan Mama. Dia kan abdi Pangeran Kegelapan paling setia."
Snape terdiam, betul juga apa kata gadis itu. Sejak dia sekolah, Bellatrix tak henti-hentinya memuja Pangeran Kegelepan. Bellatrix juga secara terang-terangan mengungkap isi hatinya bahwa dia mencintai Pangeran Kegelepan.
"Kurasa kau boleh pergi," usirnya halus.
Beatrix mengangguk, lalu bergegas pergi. Menutup pintu dengan perlahan, dan menuju ke ruang rekreasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beatrix Lestrange [END]
Fantasi꧁_[DRAMIONE]_꧂ Beatrix Rodolphus Lestrange adalah putri semata wayang dari Rodolphus Lestrange dan Bellatrix Lestrange (née Black). *Terkadang tidak ada sangkut pautnya dengan alur cerita Harry Potter* Penasaran dengan kisahnya? Yuk, baca. Jangan lu...