Chapter 24

500 79 49
                                    

Makan malam berlangsung dengan canggung. Pada akhir makan malam, Lucius buka suara.

"Beatrix."

Beatrix mendongak, menatap pamannya dengan ingin tahu.

"Bagaimana bisa kau berduel dengan gurumu sendiri, bahkan sampai membuatnya pingsan?" tanya Lucius tak habis pikir. "Oh, Beatrix..."

"Ayah," kata Beatrix, meneguk air putihnya dan menghabiskannya sebelum menjawab pertanyaan pamannya.

Dia meletakkan gelasnya. Dan menatap pamannya itu. Dia pun berkata, "Dia menyebalkan, Ayah. Aku sudah menjelaskan bahwa kami belum sampai di bab manusia serigala. Tapi dia ngotot. Aku naik pitam. Dan akhirnya aku menantangnya duel, dan Snape—"

"Dia gurumu, Beatrix," Narcissa membenarkan.

"—Professor Snape menganggap duel itu sebagai detensiku," lanjut Beatrix.

"Lalu bagaimana kau membuatnya pingsan?" tanya Lucius.

"Aku menyerangnya dengan mendadak," kata Beatrix. "Aku mengajaknya berbicara sepanjang duel, memecahkan konsentrasinya, dan akhirnya kuserang dengan serangan dadakan. Mantra Bius. Dia tidak siap sama sekali... dan dia pun pingsan."

Lucius menghela napas kasar. Lalu menoleh ke putranya. "Dan kau," katanya, nadanya masih tidak bersahabat.

"Lucius!" tegur Narcissa.

"Huft... berciuman dengan darah-lumpur? Reputasi keluarga kita langsung turun di mata keluarga Crabbe dan Goyle!" kata Lucius, mengusap wajahnya dengan gusar.

"Ayah, aku kan sudah menjelaskan bahwa aku menciumnya agar dia percaya padaku. Aku perlu tahu informasi Potter," kata Draco, dan tepat saat itu juga dadanya langsung nyeri.

"Sudahlah, Draco, ini peringatan terakhir. Kalau sampai aku dengar kau dekat-dekat darah-lumpur itu, aku akan menghukummu," kata Lucius dengan penuh penegasan.

"Lucius, kau jangan keterlaluan! Dia anakmu!" kata Narcissa berang.

"Cissy, kita darah-murni!"

"Persetan dengan darah-murni!" kata Narcissa.

Lucius menghela napas kasar. Draco bangkit dan berlalu pergi ke kamarnya tanpa sepatah kata pun.

"Lihat, kau terlalu keras dengannya!" kata Narcissa.

Lucius tak menjawab.

Beatrix juga bangkit dan melangkah kembali ke kamarnya sendiri. Dia langsung mengunci pintu kamarnya. Dan mulai mengambil buku hitam itu dan membacanya.

"Horcrux?" gumamnya. "Aku skip sajalah. Bab ini untuk keabadian."

Dia membuka-buka buku itu, lalu berhenti pada bab Kutukan Kematian.

"Avada Kedavra," gumamnya. "Yah, aku menguasainya. Tetapi masih kurang kuat untuk berhasil. Tingkat kesulitannya sangat tinggi..."

Dia membalik lagi, dia melihat bab Kutukan Cruciatus, lalu dibalik lagi dan melihat Kutukan Imperius. Dia mencari-cari mantra yang cukup hitam yang patut dikuasainya, berjaga-jaga kalau ada yang menyerang.

"Sectumsempra?" gumam Beatrix. "Hmm... menarik. Penjelasannya juga cukup cocok sebagai mantra serangan. Tapi tingkat kesulitan lumayan, dan aku masih di bawah tujuh belas tahun. Akan sangat sulit..."

Beatrix membacanya, memahami isi dari mantra itu. Efeknya, sekaligus mantra penawarnya. Dan di bagian bawah tertulis penciptanya. Dia menganga, matanya terbelalak, dia membeku sejenak sebelum mengatakan.

"Severus Snape."

Beatrix terdiam. Dia sudah hafal mantranya. Tetapi yang membuatnya terdiam adalah sang pencipta mantranya.

Beatrix Lestrange [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang