Keping 56 : Kamu Percaya Saya Percaya Kamu

3.9K 338 63
                                    

(Manusia Biasa)

Andaikan saja kau tahu

Aku tak 'kan mudah berubah

Aku 'kan bertahan, selalu bertahan

Sampai waktu memanggilku

.

Aku memang manusia biasa

Yang tak sempurna, dan kadang salah

Namun di hatiku hanya satu

Cinta untukmu luar biasa

.

Happy reading

...............

Ikhsan berdiri dari duduknya, bermaksud membukakan pintu untuk Abah dan Umanya. Tapi belum utuh sang Gus melangkah, ia berpaling ke arah istrinya sambil bersuara penuh penekanan, "hidungmu merah Lora, matamu juga, pipi apalagi. Bisa tolong dikondisikan?"

"Diapain Bang? Dibuang ha?" Lora membalas cepat, mengedip Ikhsan dengan mata kirinya.

"Infakkan ke saya." Ikhsan menjawab santai sambil berlalu. Melipat senyum di bibirnya rapat-rapat. Sedikit oleng oleh kedipan Lora.

Lora merona atas godaan suaminya barusan, memilih menunduk sebelum Ikhsan sadar kalau pipinya bertambah-tambah merah. Terasa berkedut hebat soalnya.

Di depan pintu, tanpa membuang waktu Ikhsan langsung menarik pegangan pintu dan membukanya. Dan setelah pintu utuh terbuka, ia mendapati ayah dan ibunya berdiri bersisian dengan wajah khawatir yang tak dibuat-buat.

"Silakan masuk Bah, Ma." Ikhsan bersuara sopan menawarkan, mengangguk pelan pada sang Ayah dengan telapak tangan terbuka sebagai isyarat penerimaan.

Amira yang seolah tak melihat ada Ikhsan di depannya langsung menyerobot masuk sambil membaca salam dan berlari mencari Lora, menyisakan hembusan angin yang melintas di hadapan Ikhsan, -wuuush-.

Sementara di belakang Amira, Abah Latif balas mengangguk pada putranya dan berjalan masuk lebih tenang dari pada Amira. Menghampiri sang putra perlahan.

"Lora ... Lora kamu baik-baik saja Nak? Pusingnya gimana? Udah ilang?" Amira berkata setengah berteriak saat mendapati Lora terduduk di ruang tengah dengan melipat lututnya. Menghampiri gadis itu dengan kecepatan super sonic.

"Lora baik kok Uma, alhamdulillah pusingnya udah ilang." Lora membalas sopan, menyambut kedatangan Amira dengan mengganti posisi duduknya dan menggesernya sedikit agar Amira bisa duduk di sebelahnya.

Maklum, rumah ini tak punya sofa, hanya ruang tengah lepas dengan kursi kayu dan meja kecil di sudut ruangannya. Jadi siapa pun yang bertamu harus bisa melantai, tua atau pun muda, tak bisa menolak dan sok alergi dengan duduk di lantai.

Hanya saja, sejak beberapa minggu ke belakang ada penambahan aksesoris baru di ruang tengah itu, ada onggokan boneka dan gerobak dorong untuk bayi di sana. Ah! Tapi yaaa tetap, kehadiran aksesoris tersebut tak bisa mengubah kenyataan kalau bertamu harus melantai.

Sepertinya Amira langsung sadar bahwa Lora memberikan space untuk duduk padanya, maka tanpa meragu ibu baby face itu langsung menghambur ke dekat Lora, memeriksa dahi sang gadis, leher, gigi, mata, denyut nadi, pokoknya meraba seluruh bentangan tubuh Lora yang bisa dirabanya. Memastikan sesuatu.

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang