Keping 24 : Kenapa?

3.7K 358 51
                                    

(All I Want)

But if you loved me

Why'd you leave me?

Take my body, take my body

All I want is

And all I need is

To find somebody, I'll find somebody

Happy reading

..................

Terkejut badai, hanya itu respon yang bisa tergambar dari wajah Fikri dan Lora sesaat setelah suara menggelegar seorang lelaki datang dari arah belakang mereka. Pemilik suara itu bersorak seolah sedang meneriaki mereka. Atau tepatnya, memang benar-benar berteriak kepada mereka.

Lora dan Fikri patah-patah memalingkan wajah ke arah sumber suara. Dan mengetahui bahwa pemilik suara adalah orang yang sangat mereka kenal, wajah dua orang yang sedang berdiri berdekatan itu pucat seketika. Seperti bocah yang ketahuan maling mangga tetangga, atau seperti remaja yang ketahuan mencuri uang di dalam laci lemari emaknya.

Lora menelan ludahnya susah payah. Kerongkongan sang gadis sepet tiba-tiba. Fikri pun tak ada beda.

Ikhsan yang baru saja berteriak geram berjalan memburu menuju dua orang itu. Mendatangi Lora dan Fikri yang tak bisa berbuat apa-apa selain mematung tanpa suara.

Setelah dekat, Ikhsan yang tak perlu basa-basi langsung menjejalkan Fikri dengan banyak pertanyaan, "kau tahu apa yang lebih kejam dari pembunuhan, Fikri? Kau tahu apa yang tak boleh dilakukan oleh lelaki terhadap perempuan yang telah bersuami, Fikri? Kau sudah selesai dengan bacaanmu mengenai Kitab Ta'limul Mutaalim?*"

Fikri yang dihujani pertanyaan seperti itu tak punya pilihan lain selain menunduk dalam dan menjawab apa yang Ikhsan tanyakan satu-persatu dengan suara merendah, "yang lebih kejam dari pembunuhan adalah fitnah, Gus. Yang tak boleh dilakukan oleh lelaki terhadap perempuan yang telah bersuami adalah mendekati si perempuan tanpa sepengetahuan dan izin dari suaminya, dan untuk pertanyaan Gus Ganteng yang terakhir, alhamdulillah ana sudah menamatkan bacaan kitab itu, Gus."

"Kau pandai menjawab Fikri. Tapi kenapa dalam praktiknya, kau tak wujudkan apa yang kau jawab, ha?" Ikhsan belum berhenti bertanya, kali ini si tampan menaruh dua tangannya di pinggang, sedikit menantang.

Lora yang melihat kejadian aneh di depannya itu tentu saja merasa bersalah kepada Fikri. Padahal Fikri tak berbuat apa-apa, malah lelaki itu yang menawarkan diri untuk berjalan bersamanya ke mesjid. Tapi Ikhsan yang tiba-tiba datang entah dari mana langsung menggelar persidangan tanpa surat pemanggilan untuk dirinya dan Fikri. Sebuah persidangan dadakan yang mendebarkan.

"Bang Sanul kenapa tiba-tiba ada di sini? Bukannya tadi lagi ngaji?" Lora bertanya disela diamnya Fikri, berharap Ikhsan bisa teralihkan seketika dan tak memperpanjang apa yang seharusnya tak diperpanjang.

Mendengar suara si lesung pipi yang berdiri di hadapannya kini, Ikhsan menautkan dua alisnya dan balik bertanya, suaranya terdengar serak juga sedikit kecewa, "jadi kamu berusaha mengalihkan saya agar dia terselamatkan dari pertanyaan saya?"

Glup! Lora salah perhitungan. Ikhsan membaca niatnya dengan jelas dan tak meleset sekata pun.

"Ma-maksud Lora bukan mengalihkan Bang. Lora hanya... Lora hanya... hanya..." Lora patah-patah merangkai kata, terlalu bingung bagaimana mau menyelesaikannya.

"Hanya apa? Hanya membela Fikri terang-terangan di depan saya? Iya ha?" Ikhsan memotong cepat.

Sepertinya ini adalah perseteruan pasangan muda yang mengasyikkan. Kalau saja Fikri itu tipe-tipe netijen ambyar no have akhlak, mungkin ia akan senang berada di tengah-tengah Ikhsan dan Lora sekarang. Jika perlu merekam perseteruan tersebut menggunakan kamera bertripod.

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang