Keping 28 : Bang Sanul, Maaf

4.1K 338 95
                                    

'Perempuan dengan lidah gampang merayu itu sangat memuakkan. Tapi entah mengapa langit mengirimkannya satu untuk saya. Dan sialnya, saya selalu menyukai rayuannya. Selalu suka. Itu seperti kau menemukan air di tengah kehausan, mendapatkan pelukan saat kedinginan. Sejuk dan menghangatkan dalam sekali sentakan.'

-IkhSanul-

Happy reading

..................


Untungnya saat ini pintu rumah bambu tertutup. Jadi orang yang bersuara dari arah teras tak bisa melihat apa yang sedang terjadi di ruang tengah rumah itu.

Kalaulah saja pintu rumah itu terbuka dan yang barusan mengucapkan salam melihat bahwa kini Ikhsan sedang memangku Lora atau Lora sedang dipangku Ikhsan, maka dapat dipastikan, Ikhsan dan Lora akan menyabet gelar 'Pasangan Tak Kenal Waktu' dalam acara 'Couple of The Year'.

"Assalamu'alaikum Gus, apakah Gus Ganteng ada di dalam?"

Mendengar orang itu mengucapkan salam untuk yang kedua kalinya, Lora dan Ikhsan tiba-tiba reflek melakukan gerakan. Mereka takut ketahuan soalnya kalau mereka sedang dalam posisi 'jangan ditiru untuk yang belum halal'.

Lora meloncat turun dari paha Ikhsan, sementara Ikhsan langsung berdiri tanpa rasa-rasa. Keduanya mendapatkan kekuatan begitu saja, padahal tadinya jangankan untuk membawa tubuh saling menjauh, berkata-kata pun mereka tak bisa.

Ikhsan dan Lora merasakan ada yang berdenging kencang dalam kepala mereka usai tubuh mereka berjarak, tapi keduanya pura-pura tak menampakkannya.

Jantung mereka masih belum berdetak normal. Wajah mereka sama kacaunya. Tapi Ikhsan lebih parah. Cuping telinga si tampan sangat matang, dan ada semu merah muda di tulang pipi bawah matanya. Samar, tapi itu berdenyut hebat.

Berhubung yang mengucapkan salam adalah seorang laki-laki, Ikhsan yang sadar kalau saat ini istri imutnya sedang tak memakai tutup kepala dan hanya mengenakan topi bertelinga kelinci langsung bersuara memerintah, "ke bawah meja."

Lora awalnya tak mengerti, karena si gadis masih berusaha membenarkan aliran darahnya. Tapi saat melihat Ikhsan menunjuk dirinya dan menunjuk bawah kolong meja secara bergantian, Lora akhirnya paham. Tanpa menunggu suara si tampan sekali lagi, Lora langsung membawa tubuh mungilnya masuk ke bawah kolong meja tempat Ikhsan meletakkan buku bacaannya tadi.

Gadis itu bersembunyi, benar-benar seperti kelinci yang berusaha menyelamatkan diri dari terkaman raja hutan.

Setelah memastikan tak seujung kuku pun bagian tubuh Lora yang terlihat, Ikhsan membawa kakinya melangkah menuju pintu. Meninggalkan sang dara yang meringkuk patuh.

"Wa'alaikumusalam warohmatullah wabarokatuh." Ikhsan menjawab salam sambil membuka pintu dengan perlahan.

Di depan si tampan kini, seorang santri berusia sekitar tujuh belas tahun sedang berdiri sambil memegang rantang.

"Maaf jika saya lama menyahut salam dan membukakan pintu untukmu." Ikhsan bersuara ramah sambil menatap santrinya, "ada apa datang kemari?"

Si santri yang mendapati Ikhsan berdiri di hadapannya dengan wajah dan cuping telinga yang sedikit memerah mencoba mundur satu langkah, merasa mendadak malu entah mengapa, lalu menjawab terbata-bata, "ti-tidak apa-apa Gus, tidak apa-apa. Ti-tidak perlu minta maaf."

Melihat tingkah santrinya yang agak aneh, Ikhsan bertanya dengan kerutan dahi yang berlapis, "kau kenapa mundur?"

Si santri bingung mau menjawab apa, wajahnya ia tundukkan, prasangka sang murid sudah melebihi batas yang bisa Ikhsan jangkau. Maklum, ia remaja yang baru saja mulai memasuki tahap akhir keremajaannya. Pikirannya jauh lebih tak tertebak dari orang dewasa sekali pun. "Afwan Gus, ana bukan bermaksud mengganggu datang ke sini, ana hanya dapat perintah dari Bu Amira untuk membawa rantang ini ke tempat Gus Ganteng."

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang