Keping 12 : Fix! Jumat Malam Harus Sah

4.9K 395 22
                                    

happy reading

.......................

Suasana di ruang tamu rumah Lora semakin bertambah detik semakin seru saja. Ibarat makan petis balado, makin dicocol makin nampol.

Amira, Lestari, Abah Latif, dan Ridwan lupa bagaimana caranya menelan ludah melihat saat ini Ikhsan dan Asra seperti saudara jauh yang sudah lama tak bersua. Saling melepas rindu. Berangkulan akrab. Tersenyum hangat.

"Kalian saling kenal? Asra, coba jelaskan ke Mama, dari tadi jantung Mama sudah tak baik detaknya. Kamu baru datang dan kamu menambah kacau saja." Lestari akhirnya mengeluarkan pertanyaan yang mewakili isi kepala empat orang lainnnya.

"Ikhsan ini anak pemilik pesantren tempat Asra melakukan peneltian untuk skripsi Asra, Ma. Ikhsan ini yang nemenin Asra ngolah data, ngasih kuisioner ke santri, bantu Asra input data...." Asra menggantung kalimatnya karena matanya menangkap sosok Abah Latif yang duduk di seberang sang Mama, maka pemuda jangkung itu langsung menuju Abah Latif dan bersalaman, "apa kabar Bah?"

Abah Latif menyambut keramahan Asra, menjawab sopan, "alhamdulillah Abah sehat, Nak."

Lora yang menyaksikan bahwa saat ini kakak kandungnya sendiri terang-terangan begitu dekat dengan Ikhsan merasa lemas tak berdaya, sepertinya Bang Asra andalannya tak bisa diandalkan lagi. Lora mengurut pelipisnya pelan. Sudahlah sudah, nikah juga ini mah akhirnya.

Lestari yang baru selesai mencerna ucapan Asra segera menimpali sambil berdiri, "apa? Anak pemilik pesantren? Ja-jadi Abah Latif ini pemilik pesantren? Dan si Ikhsan... si Ikhsan itu anak pemilik pesantren? Punya pesantren?"

"Iya Ma, Pondok Pesantren Darul Qalam, yang paling top-cer se ibu kota." Asra menjawab sambil membangga. "Memangnya kenapa Ma?"

Lestari tak bisa menjawab. Masih berusaha menenangkan jantungnya. Membawa tubuhnya duduk perlahan. Tapi Ridwan mengambil kesempatan dari diamnya Lestari, menatap putra sulungnya itu dengan tatapan serius, "mereka datang untuk melamar adikmu. Ikhsan yang kau kenal itu... dia melamar adikmu untuk menjadi istrinya."

Deg! Lora bergetar. Papanya terlalu berterus terang.

Usai mendengar jawaban terus terang Ridwan, Asra mamatung sejenak, lalu patah-patah mengalihkan pandangannya pada Ikhsan, bertanya kaku, "be-benar itu Ikhsan?"

"InsyaAllah benar, Bang." Ikhsan menjawab jantan. "Kedatangan saya bersama orang tua saya kemari untuk melamar Lora."

Sudahlah... Lora tak lagi bisa menerka apa yang akan terjadi ke depannya. Apa yang terjadi, terjadilah. Ia sudah tak memiliki daya apa pun. Tak mungkin ia nyanyikan lagu direjectnya Jenita Janet 'kan? Apa-apaan itu?

Asra mengangguk samar. Wajahnya sedikit berubah matang. Membuat Lestari dan Ridwan saling pandang heran.

Ruangan itu hening sejenak. Ini keputusan yang berat. Abah Latif dan Amira tak bisa bertindak egois semau mereka.

Tapi tanpa disangka-sangka, dengan wajah yang tegang dan memerah miliknya, Asra mendatangi Ikhsan, menepuk-nepuk pundak lelaki tampan itu, kali ini tepukannya sedikit bertenaga, "kau akan jadi suami adik perempuanku satu-satunya?"

Ikhsan mengangguk sopan, "insyaAllah iya, Bang."

"Kau akan jaga adikku dan tak buat dia menangis?" Asra bertanya dengan tatapan yang semakin tajam.

"Aku tak bisa jamin soal itu, Bang." Ikhsan menimpali jujur.

"Kau dan Lora akan hidup bersama?" Asra lagi-lagi bertanya sambil menekan pundak Ikhsan yang lebih pendek lima senti darinya.

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang