Keping 46.B : Berebut 'Kepincut'

3.8K 330 208
                                    

-Uma cuman pen bilang : ati-ati aja, jangan timpuk uma kalo penasaran-

.

Happy reading

.................

Minggu pagi ini merupakan minggu pagi yang istimewa bagi Ridwan dan Lestari. Pasalnya ini adalah pagi pertama mereka menyambut seorang menantu di meja makan. Sebuah momen yang tak pernah mereka sangka akan mereka dapatkan lewat Lora, bukan Asra. Padahal dari tahun lalu Asra-lah yang selalu mereka desak untuk menghadirkan seorang menantu.

Lestari membawa piring lebar dan menyusunnya di atas meja, sedangkan Ridwan sibuk menyiapkan sendok-garpu dan selingkuhannya, pisau. Lalu menaruhnya tepat di sebelah gelas.

"Aku kok seneng pagi ini ya Mas? Padahal waktu Ikhsan datang lamaran kemari aku kesetanan nolak dia." Lestari membuka suaranya usai memastikan piring tersusun rapi di atas meja.

"Terkadang apa yang kita khawatirkan belum tentu itu yang terburuk buat anak-anak. Allah sudah mengatur segalanya Ma." Ridwan menimpali santai.

"Gayaan Mas sok bijak ngomongnya." Lestari mendelik pada sang suami, "padahal kemarin ini Mas Ridwan jauh lebih kesetanan dari pada aku."

Ridwan tertawa lebar, menepuk pelan lengan istrinya yang berdiri di sebelahnya. "Sst!"

Dalam suasana santai itu, Asra tiba-tiba muncul di antara orang tuanya sambil berceletuk asal, "tumben pagi-pagi gini Mama udah dua-duaan ama Papa. Biasanya hari libur nggak begini."

Perkataan Asra barusan membuat kedua orang tuanya serentak menatap dirinya. Dari atas ke bawah, ke atas lagi, lalu ke bawah lagi.

"Pantesan ampe sekarang belum juga nemu calon istri, bangun tidur kayak kutil anoa gitu, kusut dari atas ampe bawah. Orang kalau serius cari pendamping hidup itu ya mbok rapi walau baru bangun tidur. Liatin kalau kamu itu sungguh-sungguh." Lestari mengomeli sulungnya tak kira-kira.

"Emang kutil anoa kusut Ma? Mama pernah lihat?" Asra membalas santai sambil menggaruk-garuk pahanya dengan tangan kiri dan menjangkau irisan timun dengan tangan kanan.

Ridwan tertawa mendengar respon Asra, tapi Lestari langsung menatap tajam suaminya itu dan mendumel kesal, "harusnya jadi Bapak ngarahin anak. Malah ikut ketawa."

"Tapi Asra bener loh, emangnya kutil anoa kusut?" Ridwan membalas santai dengan kekehan tawa yang sulit dihentikannya.

Untungnya dua jantan anak-beranak itu terselamatkan karena kedatangan Lora dan Ikhsan di meja makan tepat dua detik sebelum piring melayang ke kepala mereka.

"Wuiiih, Mama masak apa nih pagi-pagi? Keliatannya ... biasa aja." Lora bersuara sambil tersenyum tipis, menyeruduk ke meja makan melewati Asra yang masih menggaruk-garuk pahanya.

"Muji kok nanggung-nanggung." Lestari yang tadi memang sudah kesal karena Asra dan Ridwan, bertambah kesal usai mendengar ucapan Lora.

Lora mana tahu kalau Mama cantiknya itu sedang kesal, maka dengan cueknya ia menarik kursi lalu duduk santai. Menjangkau piring ... tentu saja.

Tapi belum sempat Lora mendapatkan piring yang dia mau, Ridwan memotong cepat, "Ikhsan disuruh duduk dulu napa? Main nyerobot mau makan aja."

"Bang Sanul ntu udah gede Pa. Dia bisa duduk sendiri kok. Napa perlu disuruh dulu sih?" Lora membalas malas sambil menarik piringnya lagi.

"Sopan santunnya Lora." Lestari menyela, ikut duduk di sebelah Ridwan, mengambilkan piring untuk Ridwan. "Jadi istri itu harus mendahulukan melayani suami. Gimana sih kamu!"

"Bang Sanul tau Lora luar dalem kok Ma. Nggak usah dilayani juga nggak apa." Lora menjawab asal, lalu mengarahkan pandangannya pada Ikhsan yang masih berdiri di seberang meja, "iya 'kan Bang?"

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang