Keping 33 : Dua Hati Satu Dara

4.2K 323 150
                                    

(Sempurna)

Kau adalah darahku

Kau adalah jantungku

Kau adalah hidupku, lengkapi diriku

Oh sayangku kau begitu...

Sempurna

.

-selamat datang di lapak tarik ulur perasaan, sebelum baca silakan stok dulu gumushnya biar makin mantep, biar enak tarek sesnya ^_^-

-tapi jangan ada semongko di antara kita yaa-

.

Happy reading

.................

Lora masih membatu di depan teras rumah bambu usai Amira berlalu, begitu pun dengan Ikhsan. Mereka ragu untuk menggerakkan tubuh. Bingung, lupa bagaimana caranya berjalan, apakah dimulai dengan pemanasan dulu pada bahu sebelah kanan, lalu dilanjutkan menumbuhkan niat yang menggebu, atau dimulai dari mana saja yang penting happy?

'Gencet lebih greget' memenuhi isi otak kedua manusia itu saat ini. Meski tadi sempat saling tatap terkejut, keduanya sudah menarik wajah masing-masing dan terlalu malu untuk kembali mengulangi beradu pandang.

"Kamu masuk duluan, Lora." Ikhsan membuka suaranya dengan leher tegang, tak menatap Lora sedetik pun.

"Kunci rumah bukannya ama Bang Sanul?" Lora membalas cepat dengan leher yang tak kalah tegangnya.

Usai mendengar balasan Lora, Ikhsan merogoh sakunya secepat mungkin. Dan mendapati perkataan Lora benar, lelaki tampan itu hanya bisa tersenyum tipis sambil mengangkat kunci dalam genggamannya ke awang-awang. Sejajar dengan mata. "Iya, ada di saya ternyata."

"Ya udah, berarti Bang Sanul yang jalan duluan." Lora menyela cepat.

Maka sepasang manusia 'hobi meribetkan keadaan' itu melangkah bak robot dengan jarak yang cukup jauh antara satu dan yang lainnya. Si tinggi di depan, diikuti si mungil di belakang.

Ikhsan berdiri tepat di depan pintu sambil memasukkan kunci ke dalam lubang kunci pintu rumah bambu, tapi dengan tangan yang sedikit keringatan. Sementara Lora menunggu di belakang Ikhsan sambil memain-mainkan kakinya.

Lima belas detik berlalu, kait kunci pintu terlepas, namun sayangnya pintu tak bisa terbuka karena keset welcome berhimpitan dengan daun pintu bagian bawah. Memenuhi ruang gerak daun pintu itu. Macet sudah pergerakan pintu rumah sang Gus.

"Ah, pintu dan keset pakai acara gencet lagi." Ikhsan bergumam pelan tanpa sadar.

"Mungkin biar lebih greget, Bang. Makanya ntu keset ama pintu gencet." Lora yang mendengar gumaman pelan Ikhsan menyela cepat, berdiri bersisian dengan sang suami.

Maka usai kalimat Lora barusan utuh meluncur, Ikhsan dan Lora saling tatap sejenak untuk akhirnya tertawa bersama. Benar-benar tertawa. Tanpa jaim dan ditahan-tahan. Melepas semua rasa canggung yang ada.

Dua puluh detik berlalu, teras itu hening kembali usai keduanya menghentikan tawa mereka.

"Jadi pintunya nggak mau dibuka Bang?" Lora bertanya santai, sudah tak canggung lagi dengan kata-kata Amira tadi.

Ikhsan menggeleng, membalas sama santainya, "belum mau."

"Dobrak aja kalau gitu, atau dorong." Lora menawarkan solusi.

SanuLoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang