23

149 21 0
                                    

"Astaghfirullah.. harusnya kan Zahra kemarin ngasih jawabannya langsung ke Syukron. Tapi malah lupa." Ucap Zahra dengan sedikit menyesali.

Zahra pergi ke perpustakaan. Ia ingin mengembalikkan buku yang dipinjamnya kemarin. Ini masih terlalu pagi. Baru jam 06:15. Jadi, sedikit siswa-siswi yang sudah berdatang.

Selesai dengan buku yang dipinjamnya. Zahra keluar dan menuju ke kelas. Sudah sampai dikelas. Zahra dikagetkan dengan sosok lelaki yang berada di depan pintu kelasnya.

"Gimana jawabannya?" Tanya Syukron yang dengan siap menerima jawaban dari Zahra.

Zahra sedikit ragu untuk mengatakannya. Ia tak tega. Tapi.. mau gimana lagi.

"Jawabannya.. afwan ron. Zahra gak bisa. Zahra hanya menganggap Syukron teman baik Zahra." Jawab Zahra dengan mulai tak enak.

Azam yang ingin menuju ke kelas. Melihat mereka yang sedang mengobrol. Azam menguping disamping tembok kelasnya. Apa mereka mengobrol tentang Syukron yang menembak Zahra itu?

"Aku tahu alasan kamu gak nerima aku." Ucap Syukron.

Zahra mengernyitkan dahinya.

"Kamu suka sama Azam?" Pertanyaan Syukron membuat Zahra terkejut.

Azam yang mendengarnya pun mengernyitkan dahinya. Apa maksud Syukron? Bagaimana mungkin Zahra suka padanya.

"M-maksud kamu apa ya?" Zahra berusaha bernada baik. Walaupun isi hatinya terkejut bukan main.

"Udah lah ra. Kamu ngomong aja yang sebenarnya. Ini kan alasan kamu nolak aku." Ucap Syukron yang mulai sedikit kesal.

Kemarin Aldi yang sudah menebaknya. Sekarang Syukron? Apa sekelihatan itu perasaannya terhadap Azam?

"Kenapa bahas Azam ya? Zahra biasa aja. Gak ada rasa tuh." Ucapnya bohong.

Demi apapun ucapan Zahra membuat hati Azam tersayat. Ada desiran sakit yang mulai terdeteksi pada hatinya. Apa ini? Zahra bisa-bisanya mengatakan seperti itu.

"Kalo gitu Zahra permisi."

Zahra berbelok ke arah Azam. Dimana ia sedang menguping. Zahra terkejut ketika bertemu dengan Azam diperbelokan kelasnya. Sejak kapan Azam disana? Apa ia mendengar semuanya?

Azam melengos pergi ke kelas. Tak ada menyapa sedikitpun kepada Zahra. Sorot matanya pun berbeda.

"Ya.. Allah. Apa Azam dengar semuanya?" Batinnya.

Zahra melangkahkan kakinya untuk menuju ke taman. Ia terduduk disana. Zahra masih tak percaya jika Syukron bisa menebak perasaannya. Bagaimana bisa? Aldi saja yang baru kenal bisa menebak perasaannya. Sekarang Syukron. Yang sudah lama. Bisa menebak perasaannya. yang tertuju kepada siswa baru. Yang tak lama sebelum Aldi dan teman-temannya itu.

Apa mungkin sekelihatan itu? Jika iya.. mulai sekarang ia harus bersikap biasa saja. Harus mulai bisa mengontrol perasaannya yang sudah memuncak kepada Azam itu.

Ada apa sih sebenarnya? Bagaimana mereka bisa tahu itu.

Azam. Mengingat soal Azam. Zahra masih penasaran ketika bertemu dengan Azam tadi. Ia bahkan terkejut mendapati Azam yang mematung berdiri disana. Mungkin bisa terjadi ia mendengarnya? Tapi lebih baik tidak su'udzon.

Langkahan kaki seseorang tertuju kepada Zahra. Langkah itu diperlambat. Sudah mendekat ia memegang bahu Zahra. Yang membuat Zahra terkejut dan menoleh kepadanya.

"Aisyah?"

"Bikin kaget aja." Ucap Zahra. Yang jantungnya sudah deg-degan.

"Berhasil kan aku. Ngerjain kamu." Ucap Aisyah yang dengan duduk disamping Zahra.

"Kenapa pagi-pagi udah bengong aja." Tanya Aisyah melirik Zahra.

"Enggak papa." Ucapan Zahra hanya diangguki oleh Aisyah.

Drrrttttttt!!

Ponsel Zahra bergetar. Menandakan ada telepon masuk. Tertera nama Ayah di sana.

"Assalamualaikum" ucap Ayah di seberang telepon.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh. Ada apa yah?" Tanya Zahra.

"Kamu belum masuk?" 

"Belum yah. Sebentar lagi."

"Surat hasil cek lab kamu kemarin. Udah ada di Ayah. Tadi dokter Irwan ke rumah. Ia ngasih ke rumah. Karena ia ada bertugas untuk ke luar kota. Mangkanya ia segera ngasihnya ke rumah. Ayah titipin ke Bunda ya. Ayah mungkin pulangnya sore banget. Tapi kami pengen Zahra yang melihat langsung surat itu. Ayah sama Bunda belum melihatnya. Yasudah Ayah tutup dulu teleponnya ya. Assalamualaikum." Ucapnya dengan jelas.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh. Iya yah." Sambungan terputus Ayah Rama memutuskan panggilannya.

"Kenapa ra?" Tanya Aisyah yang melihat wajah Zahra sedikit cemas.

"Ya Allah.. apapun hasilnya Zahra ikhlas." Batinnya.

"Ra, kamu kenapa? Tadi Ayah kamu telepon?" Tanyanya lagi.

"Enggak papa. Ayah cuma bilang hari ini bang Rey bakal jemput." Ucapnya bohong.

"Oooh.. yuk ke kelas. Bentar lagi masuk nih" ajak Aisyah. Dan mereka pun masuk ke dalam kelas.

____

Zahra sudah pulang ke rumahnya. Ia mengucapkan salam dan di jawab oleh Bundanya. Setelah itu ia berpamit dahulu untuk ke kamar. Ingin membersihkan diri dan shalat terlebih dahulu.

Membutuhkan waktu 1 jam untuk membersihkan diri dan lain-lain. Akhirnya Zahra turun. Ia menuju Bundanya yang sedang menonton tv itu.

"Assalamualaikum Bunda" ucap Zahra yang langsung duduk disamping Rita, Bundanya.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh. Udah bersih-bersihnya sayang?" Ucap Rita seraya mengusap punggung puterinya itu.

Zahra hanya mengangguki.

Kemudian bunda melihatkan surat. Yaa.. surat hasil cek labnya.

"Ini. Bismillah yah sayang. Kalo tidak sesuai dengan ada yang di pikiran kamu. Ikhlaskan." Lagi-lagi bunda mengusap punggung Zahra.

"Iya bun"

Lalu Zahra menerimanya dan membukanya dengan secara perlahan.

Ada secarik kertas kecil terselip di sana. Lalu Zahra membacanya terlebih dahulu.

"Menurut hasil cek lab kemarin. Alhamdulillah kanker otak nak Zahra sudah tidak ada. Hasilnya pun sudah negatif. Waktu pak Rama menelpon saya, beliau menjelaskan. Jika obat nak Zahra masih penuh ya? Dan nak Zahra tidak merasakan sakit lagi. Mukjizat Allah. Alhamdulillah sekarang nak Zahra sudah sehat."

Salam saya Dokter Irwan.

Air mata Zahra sudah mengalir begitu saja. Ia tak percaya akan hal ini.

Bunda yang melihatnya hanya berpasrah diri. Mungkin dipikirannya tidak sesuai kenyataan. Ia berharap puterinya bisa sembuh. Tapi, dengan melihat Zahra menangis. Rita sudah tahu betul jawabannya.

"Sabar ya sayang" ucap Rita dengan memeluk puterinya itu.

"Bunda" ucapnya dengan sedikit tersengguk.

Zahra melihat surat hasil cek labnya itu. Ia melihat bahwa hasilnya benar-benar negatif. Sudah tidak ada lagi sel kanker di otaknya itu.

Zahra memberikan secarik kertas yang dari dokter Irwan kepada Rita, dan surat hasil cek labnya.

"Apa ini?" Tanyanya.

Kemudian Rita membacanya. Ia menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Ia tak percaya, ternyata puterinya itu sudah sehat.

"Kamu sehat sayang?" Tanya bunda.

"Ini benar?" Lanjutnya.

Zahra menganggukinya. Dan bunda langsung memeluk dirinya. Dan sudah pecah air mata yang di tahannya itu.

Fatimah Azzahra Ramadhani (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang