Pagi hari, Zahra sedang menyiram tanaman ditaman rumahnya. Sesekali ia tersenyum senang. Akhirnya bisa menetap kembali dirumahnya.
Rey dan Aurel menghampirinya.
"Dek. Abang mau pulang dulu." Zahra menoleh ke arah abangnya.
"Abang mau pulang sekarang? Gak mau nginep lagi sehari aja. Gak kangen sama Ara?" Ucap Zahra sedikit kecewa. Baru saja ia semalam bertemu dengan abangnya. Kini Rey harus pulang ke rumah miliknya dengan sang isteri.
Meski rumah sederhana. Tetapi Rey sudah menyiapkan semuanya. Sebelum ia memantapkan hatinya untuk memiliki Aurel.
"Nanti juga kakak sering kesini kok ra. Sama abang kamu." Ucap Aurel ramah.
Aurel tersenyum. Meski belum terlalu kenal dekat dengan Zahra. Tetapi Aurel sangat sayang dengan adik dari suaminya itu.
Zahra mengangguk. "Hati-hati dijalan yaa.." Zahra mencium tangan Rey dan Aurel.
"Assalamualaikum." Ucap mereka. Meninggalkan Zahra.
"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawabnya.
"Ra. Bisa tolongin bunda?" Tanya bunda Rita. Menghampiri Zahra yang sedang menyirami tanaman itu.
"Bantu apa bun?"
"Tolong beliin terigu dua kilo ya.. sama telurnya dua kilo. Menteganya juga. Bunda mau bikin kue. Nanti kamu bantuin juga ya." Ucap Bunda sembari memberikan dua lembar uang ratusan ribu.
Zahra mengambil uang dari tangan sang bunda. Kemudian Zahra pamit. Untuk pergi ke warung.
Setelah beberapa menit kemudian. Zahra baru saja selesai membeli pesanan sang Bunda. Ia sedang dalam perjalanan pulang.
Tiba-tiba ia sangat terkejut. Ketika baru saja ingin menabrak seseorang. Akibat ia terus menundukkan pandangan.
Bukannya menghindar. Zahra melihat ke bawah. Menatap sepatu hitam tersebut. Matanya membulat. Lalu, ia mundur ke belakang. Rupanya seorang pria. Ia masih menundukkan pandangannya.
"Afwan." Ucap pria itu.
Zahra terkejut mendengar suara pria itu. Suara itu seperti suara yang sama pada saat di bandara kemarin. Ya, Zahra masih ingat itu.
Halis pria tersebut bertaut. Melihat sekejap ke arah wanita bercadar. Yang hanya mendiamkan diri.
"Saya permisi. Assalamualaikum." Lalu pria itu pamit padanya.
"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab Zahra dengan nada pelan.
Ia melanjutkan langkahnya lagi. Kenapa rasanya aneh? Jantungnya sedikit berdebar. Rasa ini seperti rasa yang tak pernah hilang dari hati Zahra.
Setelah beberapa menit. Akhirnya Zahra sampai pada rumahnya. Ia meletakkan plastik yang ia bawa pada meja dapur. Bundanya mengucapkan terima kasih pada Zahra. Karena sudah menolongnya.
Zahra terduduk. Ia masih memikirkan ucapan pria yang tadi hampir menabraknya. Bunda Rita yang melihat puterinya yang terdiam itu. Rita menautkan halisnya. Ada apa dengan Zahra?
"Kamu kenapa bengong?" Tanya Bunda.
Zahra mengerjapkan matanya. "Enggak papa bun."
"Ayo bantuin Bunda."
Lalu Zahra membantu Bundanya yang ingin membuat kue itu. Ketika sibuk dengan membikin kue. Ponsel Zahra berdenting. Kemudian ia membaca isi pesan tersebut.
Ternyata pesan dari Aisyah. Ia sempat mengabari. Jika ia belum bisa bertemu dengannya. Karena sedang sibuk.
Kemudian Zahra meletakkan ponselnya lagi.
Beberapa jam kemudian. Bikinin kue Bundanya dan Zahra sudah selesai semuanya. Semua sudah tertata rapih di dalam toples mini.
Ayah Rama. Mengucap salam, lalu duduk dikursi dapur. Bunda dan Zahra mencium punggung tangannya.
"Udah pulang yah? Tumben. Baru mau jam setengah 12 lho.." ucap Rita.
"Udah bun. Gak begitu sibuk pekerjaan dikantor. Jadi Ayah milih pulang aja." Ucapnya lalu melepas dasi miliknya.
Bunda Rita dan Zahra terduduk.
"Oh iya. Zahra mau gak?" Tanya Ayah Rama.
"Mau apa yah?" Tanya Zahra.
"Kemarin Fahmi bilang. Di pesantrennya ia kekurangan Ustadz sama Ustadzah. Tadi Fahmi sempat mengabari. Menawarkannya pada kamu. Kira-kira mau gak?" Tanya Ayah Rama.
"Tapi kan nanti Zahra ke kantor yah."
"Iya. Dikantor Ayah kan, kamu enggak sibuk-sibuk banget. Gimana, mau gak?"
Zahra menghela nafas. "Zahra juga belum tentu benar nanti mengajarnya. Bisa juga kalo Zahra salah gimana?"
"Coba dulu sayang. Buat pengalaman baru." Usul Bunda Rita.
"Iya si.. tapi nanti Zahra tinggal di bandung dong yah? Jauh lagi sama Bunda sama Ayah."
"Berangkatnya hari minggu. Masih ada satu hari. Kalo kamu mau, nanti Ayah bisa mengabari Fahmi lagi."
Zahra mengangguk. Ia menuruti tawaran Ayahnya. Ia ingin punya pengalaman baru juga disana.
"Alhamdulillah." Ucap Ayah dan Bunda ikut senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Azzahra Ramadhani (END)
Fiksi RemajaNamanya Fatimah Azzahra Ramadhani. Seorang wanita yang cukup berilmu dalam agama. yang memilik wajah cantik, tapi ia selalu berkata "Percuma wajah cantik tapi tak berakhlak baik" Kadang memang sekarang. Wanita hanya berlomba-lomba untuk menjadi can...