Zahra berjalan untuk menuju kantor. Sambil melewati koridor kelas santriawan. Ia sedikit gugup. Karena ia takut untuk bertemu dengan Ustadz Azam. Sesuai permintaan Aisyah kemarin. Ia harus menjaga jarak demi kebahagiaan Aisyah.
Gus Ali yang baru saja menutup pintu kelas XI santriawan itu. Ia melihat Zahra sedang berjalan. Lalu ia tak sungkan untuk menyapanya.
"Assalamualaikum." Salam Gus Ali.
Zahra menghentikan langkahnya. Ia bergeser untuk menjaga jarak pada Gus Ali.
Sebenarnya saat ini Zahra sedang tidak mood untuk berbicara pada siapapun. Tapi jika ada kepentingan, ia juga harus tetap merespon siapapun yang bicara padanya.
"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawabnya.
"Mau kemana?"
"Mau ke kantor"
"Boleh berbicara sebentar?" Berharap Zahra mengiyakan.
"Apa penting? Zahra lagi buru-buru. Banyak tugas."
Gus Ali menghela nafas. "Oh, yasudah. Tidak jadi. Assalamualaikum."
"Mmm.. Gus Ali mau ngomong apa?" Tanya Zahra. Dan kemudian langkah Ali terhenti.
"Kenapa? Saya bisa bicara sekarang?" Gus Ali tanpa menoleh ke belakang.
Zahra menganggukinya.
"Saya.. mengagumimu. Tapi tidak boleh dipikirkan ya ra. Jika kamu sudah mempunyai seseorang yang kamu cintai. Saya bisa menghapus rasa saya ini." Ucap Gus Ali gugup. Ia berani mengatakan kekagumannya pada seorang Ustadzah bercadar.
Zahra memegang kepalanya. Ia merasa pusing. Kenapa semuanya sangat merumitkan. Belum lagi ia memikirkan tentang Aisyah dan Azam. Sekarang pernyataan dari Ali membuatnya terasa pusing juga.
Ia tak tahu harus menjawab apa? Yang jelas saat ini hatinya masih tertuju pada sosok pria yang sebentar lagi akan meminang sahabatnya itu.
Ia merasa sangat tak enak pada Ali. Tapi ia harus mengatakannya. Daripada akan menimbulkan masalah lagi.
"Afwan." Zahra mengucap dengan suara serak.
Gus Ali sudah tahu jawaban yang akan dijawab oleh Zahra. Ia sedikit tersenyum. Tapi ia juga cukup aneh dengan suara Zahra yang terdengar serak.
"Gapapa. Maaf saya sudah mengagumimu."
Perkataan dari Gus Ali terdengar oleh Ustadz Azam, Gus Faqih dan Gus Ilham. Yang ingin menuju ke kantor. Dan terhenti ketika dihadapannya ada Gus Ali serta Zahra yang sedang berbicara.
Gus Faqih dan Gus Ilham saling menatap. Ternyata teman mereka menyukai wanita bercadar dipesantren ini.
Azam yang mendengar perkataan Gus Ali itu terpaku. Gus Ali rupanya mempunyai rasa dengan Zahra.
"Permisi, Assalamualaikum." Zahra pergi meninggalkan Gus Ali. Ia cepat-cepat menuju ke kantor.
Gus Ali menatap kepergian Zahra. Ia memasuki kelas XI santriawan lagi.
"Ali suka sama Ustadzah Zahra?" Ucap Gus Ilham.
"Pantes sikapnya akhir-akhir ini merasa aneh. Ia sering menyendiri." Lanjutnya.
Ustadz Azam melengos pergi begitu saja. Tanpa mau mendengar ucapan mereka. Gus Faqih dan Ilham menatap aneh kepergian Azam itu.
Lalu mereka menyusuli Azam yang ingin menuju ke kantor.
Sesampainya dikantor. Azam duduk ditempatnya. Sedangkan Gus Faqih dan Gus Ilham. Mereka sedang mengobrol ditempat duduknya Gus Ilham.
Zahra sedang menulis absen santriwati kelas X. Ia juga masih harus merekap nilai kelas X, XI, dan XII. Ia sempat lupa kemarin belum direkapnya.
tempat duduknya bertepatan berhadapan dengan tempat Azam. Azam juga tengah sibuk dengan buku-bukunya.
Zahra merasa pusing kepalanya. Ingin meminum obat. Tapi ini hari senin, ia sedang berpuasa sunnah. Pulpen yang dipegangnya terjatuh. Membuat Azam menoleh kepadanya.
Zahra memegang kepalanya. Rasanya semakin sakit. Wajahnya juga pucat. Tapi dengan memakai cadar. Jadi tidak terlihat.
Ning Anisa yang baru saja memasuki kantor. Melihat ke arah Zahra yang memegang kepalanya itu. Ia menuju ke meja Zahra.
"Ustadzah gapapa?" Tanya Ning Anisa. Membuat Azam, dan Gus Faqih, ilham. Menatap ke arah mereka.
"Gapapa." Ucapnya lemas.
"Tapi kok Ustadzah kayak sakit."
Azam tak segan-segan untuk menyusuli mereka. Begitu juga dengan Gus Faqih dan Gus Ilham.
"Zahra kamu kenapa?" Tanya Azam khawatir.
Zahra mendengar suara Azam yang menanyakannya kenapa. Sebenarnya ia tak mau mendengar ucapan lelaki ini. Tapi kenapa ia begitu khawatir. Jadi ia memilih untuk tidak menjawab ke khawatiran Azam.
"Ustadzah puasa ya? Dibatalin aja. Kita pergi ke rumah Ustadzah Zainab ya. Minum obat disana."
Zahra mengangguk. Dan Ning Anisa menuntunnya untuk pergi ke sana. Sedangkan Azam, ia menatap sedih Zahra yang mungkin sedang tidak enak badan. Sampai-sampai ia merasa pusing.
Azam terduduk di mejanya lagi. Tapi ia mengambil pulpen punya Zahra yang tadi terjatuh. Ia menaruhnya di mejanya. Ia melihat banyak buku di atas mejanya. Pekerjaan Zahra masih banyak. Ia sedikit kasihan, dengan kondisi seperti ini. Mungkin Zahra juga bisa nekat untuk melanjutkan pekerjaannya lagi.
Azam memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan Zahra. Ia tak tega dengan Zahra yang sedang tidak enak badan itu. Dengan melirik Gus Faqih dan Ilham yang melanjutkan obrolnya. Azam jadi leluasa mengambil buku-buku dan kertas milik Zahra. Lalu ia membawanya ke mejanya.
Azam kini mulai mengerjakan pekerjaan Zahra. Ia lebih mementingkan pekerjaan Zahra dibandingkan miliknya.
____
Ning Anisa dan Zahra sudah sampai dirumah Ustadzah Zainab. Mereka mengetukan pintu dan dibuka oleh Ustadz Fahmi. Melihat kedatangan keponakannya itu, tak segan-segan Ustadz Fahmi menyuruhnya untuk duduk. Dan terheran melihat Zahra yang begitu lemas.
"Zahra kenapa?" Tanya Ustadz Fahmi.
"Kayaknya sakit Ustadz, tapi Nisa sudah menyuruh Ustadzah untuk meminum obat. Tapi Ustadzah sedang berpuasa. Jadi mungkin Ustadzah tidak mau membatalkannya Ustadz."
"MasyaAllah.. dibatalkan saja. Kan ini puasa sunnah."
"Kotak obat-obatan yang dikantor sudah habis Nis?" Tanya Ustadz Fahmi. Lalu Ning Anisa menganggukinya.
"Yasudah disini masih ada satu kotak. Saya ambilkan dulu."
Setelah Ustadz Fahmi mengambil kotak obat dan air hangat. Ia meletakkan dimeja. Dan menyuruhnya untuk segera minum obat.
"Tapi Om. Zahra gak mau membatalkan puasa." Ucap Zahra.
Ustadz Fahmi itu menghela nafas. Zahra pasti begini, ia lebih mementingkan ajaran agama dibanding kesehatannya.
"Tidak. Saya tidak bisa mengizinkan Zahra untuk berpuasa. Kak Rama juga sudah berpesan kepada saya untuk jaga Zahra. Jadi Zahra harus minum obat supaya cepat sembuh." Tuturnya.
Zahra mengangguk. Ia menuruti perkataan Omnya itu. Lalu meminum obat yang di ambil oleh Ustadz Fahmi itu.
Setelah meminum obat. Ustadz Fahmi menyuruh Ning Anisa untuk menuntun Zahra agar beristirahat dikamarnya. Sesampainya dikamar Zahra. Ning Anisa membantu Zahra untuk membaringkan dirinya. Dan menarik selimut sampai ke dada Zahra. Lalu Ning Anisa pamit untuk mengajar lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/235154421-288-k310629.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Azzahra Ramadhani (END)
Teen FictionNamanya Fatimah Azzahra Ramadhani. Seorang wanita yang cukup berilmu dalam agama. yang memilik wajah cantik, tapi ia selalu berkata "Percuma wajah cantik tapi tak berakhlak baik" Kadang memang sekarang. Wanita hanya berlomba-lomba untuk menjadi can...