Aisyah memasuki kantor yang sedang ramai oleh pengajar yang masih menyibukkan diri dengan pekerjaannya masing-masing.
"Assalamualaikum semuanya." Salam Aisyah yang beridiri ditengah-tengah meja para pengajar.
"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab semua orang.
"Aisyah ada berita yang tak terduga malam ini."
Semua orang menatapnya. Azam yang berada di kantor hanya melirik Aisyah sekejap. Lalu ia melanjutkan pekerjaannya lagi. Mencoba tak peduli dengan omongan Aisyah.
"Aisyah melihat tadi Zahra sama Gus Ali berdua di kamar Zahra!." Ucap Aisyah meninggikan suaranya. Membuat semua orang terkejut padanya. Terlebih lagi Azam dan Ning Anisa.
Semua orang yang berada di dalam kantor menghentikan pekerjaannya sekejap. Mencoba mendengarkan ucapan Aisyah selanjutnya.
"Aku lihat, tadi Zahra keluar dari kamar sambil lari-lari. Dan Gus Ali juga keluar dari kamar Zahra langsung ngejar Zahra."
Azam merasa gelisah. Apa benar yang di ucapkan Aisyah?. Ning Anisa juga sama dengan Azam merasa cemas dengan Ucapan Aisyah tadi.
"Kamu benar dengan ucapan kamu syah? Apa kamu cuma menggosip yang tidak benar?" Tanya Gus Ilham.
"Enggak Gus. Aisyah benar. Kalo tidak percaya besok kita tanyakan pada Zahra dan Gus Ali. Pokoknya mereka harus di sidang!" Ucap Aisyah meninggikan suaranya lagi. Dan keluar dari kantor.
"Kenapa Aisyah semangat gitu ya? Siapa tahu aja itu gak bener." Ucap Gus Faqih.
"Nya atuh! Siapa tahu aja itu teh enggak bener." Ucap Laila.
Lalu mereka melanjutkan pekerjaannya lagi. Sebagian ada yang sudah selesai. Dan mungkin akan mengistirahatkan dirinya untuk mengajar besok lagi.
____
Zahra masih enggan untuk masuk ke kamarnya. Jadi ia menerima untuk memakai pakaian yang diberikan oleh Ustadzah Zainab.
Lalu mereka sarapan pagi. Setelah beberapa menit sarapan. Ustadz Fahmi ingin berbicara pada keponakannya itu.
"Zahra, hari ini om akan memutuskan untuk menyidang kamu dulu sama Gus Ali. Supaya jelas kebenarannya dan juga selesai." Ucap Fahmi.
"Iya om, Zahra juga butuh penjelasan sama Gus Ali. Kenapa bisa-bisanya Gus Ali masuk kamar Zahra."
"Yasudah yuk!." Ustadz Fahmi, Zahra dan Zainab menuju ke arah ruang tamu pesantren. Jadi mereka akan di sidang di ruang tamu nanti. Serta mengumpulkan para pengajar agar menjadi saksi percakapan Gus Ali nanti.
Sesampainya di ruang tamu pesantren. Para pengajar sudah lebih dulu berada disana. Begitu juga dengan Gus Ali. Zahra menunduk, merasa malu.
"Assalamualaikum." Ada para santri putra dan putri yang ingin masuk ke dalam.
"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh. Ada apa kalian kumpul disini?" Tanya Ustadz Fahmi.
"Kami mau tahu penjelasan tentang kejadian tak terduga Kak Ali dan Ustadzah Fatimah." Ucap salah satu santri putra.
"Ini kan hanya di bolehkan untuk para pengajar. Santri-santri tidak boleh masuk. Dan tidak boleh menguping." Ucap Ustadzah Zainab dengan sopan. Membuat para santri di depan pintu merasa kecewa.
"Pak Dadang boleh menjaga para santri agar menjauh dari sini?." Ustadz Fahmi menyuruh pak Dadang yang bekerja sebagai bersih-bersih di pesantren ini.
"Nya."
Lalu pak Dadang membubarkan para santri. Dan membuat santri bersorak kencang.
"Huuuhhh!!!!"
Semua pengajar terduduk. Sidang ini akan di mulai, agar bisa cepat di selesaikan .
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh." Salam Ustadz Fahmi.
"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab semua orang.
"Baik, sidang akan dimulai. Untuk pertama saya mau nanya. Bagaimana Gus Ali ini bisa masuk ke kamar Zahra?" Pertanyaan pertama di ucapkan oleh Ustadz Fahmi.
"Saya masuk ke kamar Zahra lewat kunci Zahra. Pas saya ke kantor kemarin saya melihat kunci Zahra di mejanya di letakkan begitu saja. Terus saya ambil." Jawaban pertama yang di ucapkan oleh Gus Ali.
"Tapi untuk apa Gus Ali masuk ke kamar Zahra ya?" Tanya Ustadzah Zainab.
Gus Ali menghela nafas. Melirik sekejap pada Zahra. "Saya masuk ke kamar Zahra karena ingin memberi kejutan."
Ucapan Gus Ali membuat mata Azam dan Ning Anisa tertuju padanya.
"A-apa maksudnya ini? Gus Ali ingin memberi kejutan apa pada Ustadzah Zahra?" Batin Ning Anisa.
"Kejutan?." Batin Azam.
"Kejutan apa? Sehingga membuat Zahra takut dan menghampiri rumah kami sehingga menginap semalaman." Tanya Ustadzah Zainab.
Gus Ali tak menyangka. Ternyata Zahra tak masuk ke kamarnya lagi. Padahal ia sudah meletakkan kuncinya di ranjang miliknya.
"Zahra menerima surat itu?" Tanya Gus Ali pada Zahra.
Zahra mengangguk.
"Itu surat dari saya." Lagi-lagi perkataan dari Gus Ali membuat Azam dan Ning Anisa masih menatapnya dengan tatapan tak terduga.
"Saya menyuruh salah satu santri putri untuk memberikan surat saya pada Zahra. Mungkin waktunya terlalu cepat. Saya tadinya mau membuat sesuatu dahulu di kamar Zahra. Seperti menghias kamarnya sedikit menarik."
"Saya melakukan itu semua karena saya belum bisa melupakan Zahra."
Ning Anisa sangat terkejut bukan main. Lelaki yang ia cintai ternyata mempunyai perasaan pada Ustadzah Zahra, yang sudah menjadi teman dekatnya. Bahkan Zahra juga menyemangati dirinya agar bisa dengan Gus Ali. Tetapi ia membohongi, ia sudah tahu jika Gus Ali menyatakan perasaannya. Tetapi ia sembunyikan dari Ning Anisa.
Hati Ning Anisa merasa sakit ketika Gus Ali berani mengatakan pada banyak orang. Jika ia belum bisa melupai Zahra.
Azam terkejut, Gus Ali memang baik. Tapi kenapa pikirannya ingin membuat kejutan di kamar Zahra. Apa tidak ada tempat lain? Sehingga ia sudah membuat kejadian yang salah paham ini.
"Tapi kenapa harus di kamar Zahra? Tidak ada tempat lain? Ali tahu hukumannya apa bila masuk ke kamar akhwat? Begitu juga sebaliknya." Ucap Ustadz Fahmi.
"Maafkan saya. Saya juga gak tahu pikiran saya mengarah ke sana. Maaf untuk semuanya, ini salah saya. Seharusnya saya tidak melakukan ini semua. Yang sudah membuat semua orang salah paham."
"Saya juga minta maaf pada Zahra. Mungkin Zahra masih takut dengan kejadian waktu malam. Saya siap untuk menerima hukumannya." Gus Ali berpasrah. Ia juga biang masalahnya. Yang sudah membuat orang salah paham.
Ning Anisa menghapus air matanya yang sudah terjatuh itu. Lalu ia pergi keluar. Membuat orang yang ada di dalam menatapnya aneh. Zahra merasa bersalah, pasti Ning Anisa akan marah dan kecewa padanya.
"Gus Ali benar-benar siap untuk menerima hukumannya?" Tanya Ustadz Fahmi memastikan. Karena hukumannya tidak main-main.
"Hukumannya Ali sudah tidak bisa mengajar disini lagi. Itu tata tertib di pesantren ini apabila ada yang melanggar. Saya juga sudah pernah mengatakannya juga. Apa masih ingat?" Tanya Ustadzah Zainab.
Gus Ali mengangguk berat.
"Maafkan saya Ustadz Fahmi dan Ustadzah Zainab. Saya sudah salah. Saya memang bodoh untuk melakukan semua ini."
"Iyaa.. maafkan kami juga bila Ali harus berhenti sampai disini."
Gus Ali hanya menganggukinya lagi. Sidang sudah selesai. Hukuman berat harus dilakukan oleh Gus Ali. Mau tidak mau ia harus angakat kaki dari pesantren ini. Dan tidak mengajar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Azzahra Ramadhani (END)
Teen FictionNamanya Fatimah Azzahra Ramadhani. Seorang wanita yang cukup berilmu dalam agama. yang memilik wajah cantik, tapi ia selalu berkata "Percuma wajah cantik tapi tak berakhlak baik" Kadang memang sekarang. Wanita hanya berlomba-lomba untuk menjadi can...