44

148 21 0
                                    

Ustadzah Zainab membawa Zahra untuk masuk ke kelas 10. Santriwati seketika terdiam. Dan melihat aneh kedatangan seorang wanita bercadar, yang berada disamping Ustadzah Zainab.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh." Salam Ustadzah Zainab.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab santriwati kelas 10.

"Sekarang. Kita punya Ustadzah baru. Yang mengajar dipesantren kita. Nanti santriwati semuanya harus baik yah sama Ustadzah Zahra. Ustadzah Zainab permisi dulu."

"Ustadzah, tapi Zahra belum yakin. Zahra belum bisa semuanya. Zahra takut enggak bisa." Ucap Zahra khawatir. Karena ia takut jika ia tak bisa mengajar santriwati ini.

Ustadzah Zainab mengelus bahu Zahra. "Bismillah, ya Zahra. Saya yakin kamu bisa. Saya tinggal dulu yaa. Assalamualaikum." Kemudian Ustadzah Zainab berpamit.

Zahra semakin ragu. Bagaimana ini? Bagaimana jika ia tak bisa mengajar santriwati ini. Bahkan, Ustadzah Zainab meminta agar dirinya berceramah dikelas ini.

Zahra sedikit menghembuskan nafas.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh." Salam Zahra.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab santriwati kelas 10.

"Perkenalkan nama ana. Fatimah Azzahra Ramadhani."

"Namanya bagus ya." Ucap salah satu santriwati. Dan kemudian santriwati yang lainnya pun mengiyakan ucapan tersebut.

"Dipanggilnya apa Ustadzah?" Tanya salah satu santriwati.

Zahra tersenyum. "Dipanggilnya Zahra."

"Kenapa tidak Fatimah? Gimana kalo kita disini panggilnya Ustadzah Fatimah aja. Namanya bagus." Ucapan salah satu santriwati. Membuat santriwati lainnya antusias menyetujuinya.

Zahra lagi-lagi tersenyum. "Iyaa gapapa dipanggil Fatimah."

Dan semua santriwati dikelas. Bertepuk tangan, dan bergembira.

Ustadz Fahmi dan Zainab. Mereka melihat dari arah jendela. Dimana Zahra berhasil membuat kelas santriwati senang. Padahal ini hari pertamanya mengajar. Rupanya Fahmi, tak salah memilih pengajar. Keponakannya itu memang yang terbaik.

"Yah, memang Ayah gak salah pilih pengajar. Zahra sampai berhasil bikin santriwati senang." Ucap Zainab pada sang suami.

"Iya. Yaudah kita pergi dulu dari sini. Masih ada kesibukan juga." Lalu Pasutri itu pergi untuk menuju kantor. Masih ada yang harus dikerjakan juga disana.

Kembali lagi ke dalam kelas 10. Zahra bingung mau mulai dari mana. Ini baru pertama kalinya ia mengajar. Sedikit ada gerogi juga. Jadi lebih baik ia menanyakan tema ceramah pagi ini, kepada para santriwati.

"Temanya mau apa?" Tanya Zahra ramah.

Pertanyaan dari Zahra membuat para santriwati bingung. Bahkan mereka hanya berdiam diri.

"Baik , kalo tidak ada yang mau berusul. Temanya yaitu minimnya seorang muslimah."

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh."

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh."

Zahra tak segan-segan untuk langsung berceramah.

"Ini mungkin hari pertama ana untuk mengajar para santriwati. Tapi disini ana bukan seorang Ustadzah. Yang sudah paham dan mendalami ilmu agama. Disini ana ingin menyampaikan setahu ana. Tentang minimnya seorang muslimah."

"Tahu dong ya di zaman milenial yang serba modern seperti saat ini. Tentu pergaulan bukan hanya semakin luas. Tetapi juga semakin bebas."

"Yang bikin tambah miris nih para muslimah pun turut terseret arus. Hingga seringkali menjadikan islam dipandang buruk oleh khalayak luas."

"Padahal faktanya apa? Bukan islamnya yang salah. Tetapi sikap, perilaku yang mengaku muslim tapi sikapnya minim yang membuat citra islam buruk dimata dunia."

"Katanya muslimah tapi kok sering ghibah? Katanya muslimah tapi kok hobi banget sengaja zina? Katanya muslimah tapi kok aurat dijual murah? Buktinya masih memamerkan disosmed, betul bukan?"

"Hmmm yang begini. Maka jangan heran jika islam dipandang sebelah mata. Kenapa? Karena islam lemah? Bukan!! Tetapi karena minimnya rasa peduli sesama. Karena muslimahnya tak lagi punya etika, untuk mengatasi persoalan tentang aurat. Terlebih lagi bagi seorang wanita."

"Bagaimana bisa, dirimu memamerkan auratmu? Bagaimana bisa sesuatu itu dianggap enteng? Pikirkan itu. Sekali lagi pikirkan! Kamu masih bisa memamerkan auratmu dengan sengaja disosial media. Tetapi, bagaimana jika kamu besok sudah tiada. Naudzubillah. Apa yang bisa diperbaiki?. Punya amal apa kita untuk menerangi tempat tergelap? Punya amal apa kita untuk memperluas tempat tersempit? Punya amal apa kita untuk menghalau para kelabang dan ular, serta binatang menjijikan lainnya? Tidak ada."

"Bahkan banyak zaman sekarang muslimah yang salah pergaulan. Rasa malu yang harusnya dimiliki seorang muslimah kini malah lenyap tak berjejak. PACARAN! kata ini sudah dianggap enteng oleh muslimah. Selain tak menutup aurat, muslimah malah semakin tak tertahan dengan yang namanya pacaran."

"Pacaran itu yang diharamkan memang bukan statusnya. Tetapi aktivitas pacarannya."

"Ada pacaran yang tidak bertemu. Tetapi LDR, komunikasi yang paling penting. Dipikir begitu kan? KOMUNIKASI yang paling penting. Maa syaa Allah."

"Kita emang pacaran kak, tapi kita enggak ngapa-ngapain kok. Kita pacaran sehat, cuma saling support aja, ngingetin shalat, ngingetin makan, ngingetin ngaji, Dll. Bagus kan?"

"Apanya yang bagus? Bagusnya diputusin!. Apa yang dibilang, pacaran sehat? Memang kamu dan kamu sehat. Tetapi pikiran dan hati kamu SAKIT!. Kenapa sakit? Karena kamu sudah terhasut oleh godaan setan."

"Coba pikirin deh, kalau cuma mau dapet support aja, dari orang tua ana pikir enggak akan kurang. Dari temen-temen akhwat juga enggak akan kurang."

"Kalau cuman buat ngingetin shalat aja. Toa masjid juga masih lebih kenceng daripada suara pacar. Kalau cuman ngingetin makan. Buktinya dia masih hidup bertahun-tahun yang lalu tanpa kamu."

"Jadi, intinya sekarang muslimah sudah salah arah. Pacaran semakin menjadi-jadi. Bahkan yang sudah menutup aurat pun, memilih jalan pacaran. Naudzubillah, Hei! Dirimu sudah cantik dihiasi hijabmu. Kenapa dirimu memilih pacaran? Sudah betul-betul pacaran itu haram. Kenapa masih dijalankan?"

"Memang benar mencari pasangan itu memang penting. Tapi apakah pacaran jalan terbaik. Bukan juga kan? Jalan terbaik itu apa? Putuskan! Jalan terbaik itu wanita yang menjaga rasa malunya. Yang taat dengan ibadah yang diperintah oleh Allah. Dan mereka tidak melakukan yang namanya pacaran."

"Jika muslimah terjaga. Dan selalu tertutup, tidak bergaul dengan lawan jenis. InsyaAllah akan ada seorang lelaki yang akan datang kerumahmu. Melamar dalam islam. Dan mencintainya bukan soal fisik, bukan juga soal harta. Tetapi soal agama. Sebaliknya pun begitu. Lebih indah bukan. Dibanding pacaran? SubhanAllah.."

"Mungkin cukup itu yang dapat ana sampaikan. Sekali lagi ana sampaikan bahwa ana masih belajar. Kebenaran datangnya dari Allah, dan segala kesalahan itu datangnya dari ana pribadi. Kepada Allah ana mohon ampun, dan kepada antunna ana memohon keridhoannya untuk memaafkan kesalahan si faqir yang senantiasa haus akan ilmu ini."

"Ambil positifnya dan buang negatifnya."

"Sekian dari ana, mohon maaf yang sebesar-besarnya. Wabillahitaufiq walhidayah."

"Wassalalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh!"

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh."

Zahra masih tak menyangka jika ia akhirnya bisa berbicara dan berceramah didepan santriwati. Sungguh, sekarang tubuhnya bergetar setelah menyelesaikan aksi ceramahnya itu.

Fatimah Azzahra Ramadhani (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang