5

227 32 0
                                    

Sudah tiga hari Aisyah duduk dengan sendiri. Mengingat Zahra yang sedang sakit, jadi ia harus duduk sendiri terlebih dahulu.

Aisyah belum menengok sahabatnya itu, menelpon Zahra tak diangkat. Menelepon bundanya tak mengangkat juga. Aisyah sebenarnya hanya ingin tahu dimana Zahra dirawat.

Aneh sekali? Ada apa dengan mereka? Apa mungkin mereka sibuk mengurus Zahra, sehingga tak mau menjawab telponnya?

Aisyah hanya terus murung, ia tak tahu dimana Zahra dirawat? Tak tahu juga kondisi Zahra sekarang, apa dia masih sakit?. Aisyah masih saja memikirkan Zahra, rasanya sepi bila tak ada Zahra. karena memang Aisyah hanya mempunyai teman Zahra saja. Itu pun sudah lebih cukup bagi Aisyah, Aisyah senang berteman dengan Zahra karena memang baik.

Lagi-lagi Aisyah hanya sendiri, tak ada yang mengajak obrol. Mungkin ke perpus bisa menenangkan hatinya.

Aisyah mengambil buku, lalu ia duduk dikursi dekat rak buku. Ia mulai membaca. Tapi seorang lelaki menghampirinya, saat itu juga ia hentikkan dahulu bacaannya.

"Zahra akhir-akhir ini gak keliatan kemana syah?" tanya Syukron.

"Katanya sih sakit."

Azam yang tak jauh dari mereka pun, mendengar perbincangan mereka. Azam menghentikkan lengannya yang sibuk mencari buku yang sedang dicarinya itu.

Lalu ia memikirkan sejenak tentang Zahra. Sakit? Benarkah? Ia pun tak pernah melihat Zahra berada dikelas. Akhir-akhir ini memang Azam tak melihatnya. Lalu apa kabar kondisi ia sekarang?.

Azam menyusuli dimana Syukron dan Aisyah sedang berbincang.

"Assalamualaikum." Salam Azam.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab Aisyah dan Syukron.

"Zahra benar sakit? Terus dimana dia dirawat?" Tanya Azam.

"Justru itu aku gak tahu dia dimana, bundanya gak pernah ngangkat telponku. Zahra jelas tak mengangkat, karena memang dia lagi sakit." Jelas Aisyah.

"Kenapa zam?" Tanya Syukron yang jelas sekali melihat wajah Azam yang berubah.

"Tidak papa." Azam hanya melengos pergi keluar perpustakaan.

Azam memasuki mushola sekolah. Ia shalat dhuha disana. Dan setelah itu ia merapalkan doa. Entah doa apa, yang jelas ada kecemasan diwajah Azam.

Sesudah menyudahi shalatnya. Azam pergi untuk ke kelas. Terdiam ditempat duduk, Azam masih memikirkan tentang Zahra. Kemarin ia tak enak kepada Zahra, sekarang ia merasa cemas juga. Apa ini mungkin iaa..?

Azam mengusap wajahnya, ia beristighfar berkali-kali ditasbihnya. Azam masih saja merasa begitu aneh, aneh sekali.

Azam sedikit berpikir, ia telah memikirkan wanita yang bukan mahramnya. Kemarin saja ia sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Dan ini, ia memikirkan tentang wanita? Wanita yang jelas bukan mahramnya?.

Yang kemarin saja Azam begitu terpaku dengan apa yang ia perbuat kemarin. Ia hanya mengadu doa kepada Allah, agar ia diampuni dosanya.

Mengapa ia begitu aneh kepada dua wanita ini? Sejak kapan Azam bertingkah seperti ini?.

"MasyaAllah, Astaghfirullah.." ujar Azam.

"Mengapa aku bisa memikirkan perihal seperti ini ya Allah.."

Aisyah yang baru saja memasuki kelas. Ia menatap Azam dengan wajah murung.

"Azam kenapa?" Gumam Aisyah.

Sudah duduk ditempatnya pun, Aisyah masih sempat-sempatnya melirik Azam sesekali. Aisyah berpikir aneh tentang Azam. Apa yang dipikirkannya? Sehingga terlihat begitu cemas diwajahnya.

"Astaghfirullah, kok aku jadi kepo begini si." Ujar Aisyah.

_____

"Kamu harus minum obat, jangan sampe enggak. Bunda takut kamu kenapa-napa." Ujar bunda Rita ketika menarik selimut ke tubuh Zahra.

"Iya bun. Besok Zahra mau sekolah."

"Gak boleh, kan masih sakit. Bahaya." Tolak Rey.

"Iyaa sebaiknya Zahra nurut dulu, sampe kondisi Zahra stabil ya nak." Ujar Rama.

"Bun, yah, bang. Zahra pengen sekolah, Zahra gak mau buat temen Zahra lebih cemas." Pinta Zahra.

Mereka hanya menghela nafas. Begini sifat Zahra. Ia jarang memikirkan kondisi kesehatannya.

"Yah gapapa?" Tanya bunda Rita.

"Yaudah gapapa."

"Rey, kalo kamu tidak sibuk-sibuk amat. Kamu antar jemput adikmu yaa.. bunda takut Zahra kenapa-napa. Zahra harus nurut kalo abang Rey antar jemput. Yaudah kami izinin, istirahat yaa.." bunda Rita mengecup kening Zahra. Begitu juga dengan Rama.

Bunda dan ayah sudah meninggalkan kamar Zahra, kini Rey masih berada diposisinya.

"Abang sebenarnya belum bisa setuju kalo Ara masuk sekolah besok. Kondisi Ara belum stabil." Rey berbicara dengan nada cemas.

Zahra hanya tersenyum, meskipun wajahnya masih sedikit pucat. Abangnya selalu perhatian, Zahra bersyukur punya abang seperti Rey.

"Bang, kan ada abang yang antar jemput Zahra."

"Tapi kalo kuliah abang lagi sibuk gimana? Abang gak bisa nganterin Ara."

"Bang, Zahra bisa jaga kondisi Zahra."

Rey sekali lagi hanya menghela nafas. Sifat Zahra memang tak bisa berubah.

"Yaudah, istirahat. Assalamualaikum." Rey keluar dari kamar Zahra.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Jawab Zahra.

"Ya.. Allah kuatkanlah hambaa.." ujar Zahra.

____

Hari ini Zahra berniat ingin masuk sekolah. Tapi sebelum itu ia memasukkan obatnya ke dalam tasnya. Jadi dokter sudah menyarankan, apabila Zahra sedang kambuh ia bisa meminumnya. Tapi apabila akan parah, terpaksa ia harus memasuki rumah sakit lagi.

Zahra menuruni tangga, ia melihat keluarganya yang sudah berkumpul dimeja makan. Zahra terduduk disamping Rey, lalu menyuapkan selembar roti berisi selai coklat itu.

Tak ada pembicaraan selama mereka makan.
Zahra terlebih dahulu menghabiskan makanannya. Kini ia mengambil tasnya dan berpamit kepada orang tuanya itu.

"Ingat yaa.. kalo terjadi apa-apa Zahra langsung hubungi bunda." Ujar bunda.

"Siap bunda."

"Assalamualaikum" pamit Rey dan Zahra.

"Waalaikumsallam." Jawab bunda dan ayah.

"Yaudah, ayah juga mau berangkat kerja dulu. Assalamualaikum bun." Pamit ayah Rama.

"Waalaikumsallam, hati-hati yah."

____

Part nya dikit kaliii hehe😁😪😴

Jangan lupa vote & komen😉

Fatimah Azzahra Ramadhani (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang