60

198 15 0
                                    

Gus Ali dengan berat membawa koper besar miliknya di lapangan pesantren. Ia berat untuk meninggalkan pesantren ini. Ia juga cukup lama mengajar dipesantren ini. Jadi cukup banyak pelajaran dan kenangan yang ada dipesantren ini.

Gus Ali menghembuskan nafas perlahan melihat para pengajar dan santri-santri disini. Dengan kesalahan bodohnya itu, ia harus meninggalkan mereka.

Rumah Gus Ali juga tidak jauh dari pesantren. Jadi ia mungkin akan mengunjungi pesantren kapan dia mau.

Gus Ali juga menatap Zahra yang menunduk. Pasti ia kecewa pada dirinya. Ia sudah bodoh memasuki kamarnya tanpa sepengetahuan dirinya.

Mungkin dengan keluar dari pesantren. Gus Ali bisa untuk melupakan Zahra. Ia akan coba membuka hatinya pada Ning Anisa. Bukan untuk di jadikan pelampiasan. Tetapi bila dicoba tidak ada salahnya juga bukan?

Para santri-santri melihat Gus Ali kasihan. Tapi ini juga kesalahannya. Ini konsekuensi yang harus diterimanya dengan lapang dada. Gus Ali sudah banyak memberi pelajaran dan nasehat pada mereka. Pasti para santri akan merindukan pria tampan itu.

"Saya mengucapkan terima kasih pada Ustadz Fahmi dan Ustadzah Zainab yang sudah menerima saya dari pertama mengajar disini. Banyak pelajaran, kenangan, pengalaman yang pasti akan saya hanya bisa dikenang."

"Para santri-santri terima kasih karena sudah menerima saya untuk menjadi pendidik kalian. Maaf bila saya ada salah."

"Terutama pada Zahra. Saya sangat-sangat minta maaf. Saya memang lelaki bodoh. Maafkan saya."

Ning Anisa sedih melihat Gus Ali. Air matanya ia tahan ketika melihat sosok lelaki yang ia cintai akan keluar dari pesantren ini.

"Terima kasih juga pada Gus Ilham dan Gus Faqih yang sudah menjadi sahabat saya selama dipesantren ini. Maafkan saya bila ada salah."

Gus Faqih dan Gus Ilham memeluk Gus Ali. Mereka sedih satu dari mereka akan keluar dari pesantren ini.

Azam merasa sedih juga melihat Gus Ali akan keluar dari pesantren ini. Tapi bagaimana pun ia harus menerimanya. Ia cukup sakit ketika Gus Ali memasuk kamar milik Zahra.

Para santri bersalaman pada Gus Ali. Sebagian dari mereka ada yang memberi kenang-kenangan untuk pengajarnya itu. Gus Ali pria sabar dan baik. Pasti mereka akan merindukan pengajarnya itu.

Ustadz Fahmi dan Ustadzah Zainab juga merasa sedih dengan perpisahan Gus Ali. Mereka juga bisa apa. Tata tertib harus tetap tata tertib. Jika ada yang melanggar harus siap untuk menerima hukumannya.

"Assalamualaikum semuanya. Terima kasih banyak!!" Ucap Gus Ali sambil menarik koper miliknya.

"Waalaikumsallam warahmatullahi wabarokatuh." Ucap semua orang sambil menatap kepergian Gus Ali.

Ning Anisa pergi dari lapangan pesantren. Santri-santri juga sudah bubar. Ustadz Fahmi dan istrinya juga sudah pergi meninggalkan lapangan. Azam dan Gus Ilham, dan Gus Faqih pun sudah pergi dan akan menuju ke kantor.

Aisyah ia juga sudah melangkahkan kakinya untuk masuk ke kamarnya. Ia juga bodoh melakukan tampar pada Zahra. Jika sudah begini, bagaimana dengan nasib perjodohan ini. Pasti bu Runi dan pak Ali sudah kecewa melihat ia menampar Zahra.

Zahra, Lisa, Laila. Mereka menyusuli Ning Anisa. Pasti ia pergi ke taman untuk menenangkan dirinya. Benar saja, ketika mereka sudah sampai di taman. Ning Anisa sedang terduduk disana.

Ning Lisa melangkahkan kakinya. Berusaha untuk menyusul pada Ning Anisa. Tetapi lengan Zahra menahan lengan Ning Lisa. Kepala Zahra menggeleng. Supaya Ning Lisa tidak boleh menyusuli Ning Anisa.

"Nisa butuh waktu untuk sendiri. Kita pergi dulu aja."

Ning Lisa menoleh pada keberadaan Ning Anisa disana. "Iyaa.. kamu benar."

"Karunya pisan nya si Nisa. Laila teu tega kieu ningalina."  Ucap Laila.

Meski Zahra tak mengerti dengan ucapan Ning Laila. Tapi ia tak memikirkannya. Mereka lebih baik pergi dari sini. Karena Ning Anisa butuh waktu untuk sendiri. Sedih pasti akan terasa. Begitu juga dengan sakit. Itu yang dirasakan Ning Anisa sekarang.

Setelah itu Zahra serta Ning Lisa, Laila pergi meninggalkan taman. Mereka masuk ke kamarnya masing-masing.

Fatimah Azzahra Ramadhani (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang