Atmosfer didalam ruangan itu terasa menegangkan ketika pria yang duduk dikursi utama dari meja panjang ini mulai membaca laporan dengan map biru tersebut. Para staf yang duduk berjejer dikanan dan kirinya mulai merasa gugup. Kacamata yang membingkai mata sang atasan sama sekali tidak mengurangi tatapan tegas dan karisma yang dimiliki. Saat helaan nafas terdengar, disitu mereka tahu kalau keinginan boss tidak sesuai dengan yang diharapkan.
"Waktu satu minggu yang saya berikan, hanya menghasilkan ini?" Kalimat pertama yang membuat nafas mereka tercekat. Tidak ada yang berani menjawab atau memang tidak yang bisa. "Ada delapan orang diruangan ini, tidak ada satupun yang bisa bicara?" Nada suara itu masih tenang, tapi itu tetap berbahaya. Sang atasan memang jarang berteriak ketika marah, hanya nada tenang mengintimidasi seperti sekarang saja sudah mampu menandakan kalau ini mode bahaya.
"Maaf pak, kalau hasilnya belum seperti yang bapak harapkan" seorang leader diantara mereka memberanikan diri untuk menjawab.
"Minggu lalu, saat selesai meeting kalian mengatakan kalau kalian akan berusaha dengan maksimal. Jadi ini usaha maksimal kalian? Sampah ini?" Ujarnya sambil mengetuk-ngetuk map yang ada diatas meja. "Kalian semua dipilih perusahaan ini dari universitas ternama, dengan nilai cumlaude tapi hanya bisa menghasilkan strategi tua yang bahkan mungkin anak SMK yang masih magang pun bisa membuatnya. Apa sebenarnya yang kalian pelajari saat kuliah? Tidak ada terobosan baru, tidak ada inovasi baru, tidak ada sesuatu yang segar yang bisa membuat saya tahu kalau kalian dari universitas ternama" masih hening tidak ada satupun dari mereka yang berusaha ingin menjawab.
"Sekali lagi kami minta maaf pak. Kalau bapak berkenan berikan kami kesempatan sekali lagi untuk memperbaikinya. Biar saya dan tim akan berusaha lebih keras lagi" Wahyu, leader tim yang akhirnya menjawab.
"Baik, saya akan berikan waktu satu minggu lagi. Tapi kalau laporan kalian hanya tentang memberikan spot warna-warni agar instagramable atau apa lah itu, untuk hotel yang baru ini lebih baik kalian katakan menyerah. Dari awal saya katakan, saya ingin hotel ini berkonsep elegan, pangsa pasar adalah menengah keatas, bukan anak remaja. Paham?!"
"Paham pak" jawab mereka serentak.
"Baik, kita akhiri meeting ini" pemilik perusahaan ini pun berdiri, memperbaiki kancing jasnya dan berjalan keluar ruangan dengan angkuh.
Saat sang atasan tak terlihat lagi, akhirnya mereka bisa bernafas lega. Duduk tegap yang daritadi mereka lakukan membuat punggung mereka cukup nyeri. Menghadapi kemarahan sang boss bukan hal yang mudah.
"Aaah gila, hasil kerja kita seminggu dianggap sampah. Dikira gampang apa mikirin strategi hotel elegan" Putri, wanita dengan paras mungil itu mengeluh dan marah disaat yang bersamaan.
"Mau nangis, sampah katanya. Itu kita lembur loh buatnya, survei sana-sini juga" Atika, wanita yang baru beberapa bulan bekerja itu, sudah memerah menahan tangis. Terkejut dengan sifat boss yang perfeksionis. Dan keluhan-keluhan lain mulai terdengar.
"Itu artinya kita harus berusaha lebih keras lagi. Masuk akal kenapa pak El marah, kita udah tahu konsepnya dan pangsa pasarnya, tapi strategi kita melenceng jauh dari itu. Udah ayo kita harus berusaha lagi" Wahyu sang leader sedang berusaha untuk menyemangati tim nya.
Pak El yang mereka maksud adalah Elvano Ghandi Abraham. Seorang CEO muda dari PT. JCW Group Tbk, yang diusianya 30 tahun sudah memiliki perusahaan level centaurs. Perusahaan yang nilai valuasinya mencapai 100 juta dollar. Dan pada tahun ini sudah dipastikan level tersebut akan naik, menjadi level unicorn. Tidak terdengar asing ditelinga? Ya, level unicorn adalah perusahaan yang nilai valuasinya harus mencapai 1 miliar dollar.
Nama Abraham sendiri memang sudah tidak asing dikalangan pengusaha, Farhan Abraham, ayah dari Elvano juga pengusaha besar sebelumnya. Hanya saja, semenjak kematiannya perusahaan yang harusnya dimiliki oleh Elvano justru diambil oleh sang paman yang mendapat hak asuhnya. Kotornya watak manusia mengalahkan rasa kekeluargaan, sudah rahasia umum kalau paman yang seharusnya mengasihi Elvano, yang sudah kehilangan kedua orang tuanya justru dengan tega mengambil alih perusahaan dengan cara yang halus. Tapi mungkin darah pengusaha memang mengalir pada diri Elvano. Dengan usahanya sendiri, tanpa bantuan siapapun dia bisa mendirikan perusahaan raksasanya sendiri.
Elvano memiliki perawakan yang tinggi sekitar 185cm, dengan dada dan punggung yang tegap, mata bak elang dan paras yang digila-gilai wanita, definisi dari tampan dan mapan. Walaupun terkenal dingin dan tidak segan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati, tetap saja Elvano memiliki fansnya sendiri. Dari kalangan staff atau bahkan rekan kerja wanitanya. Seperti sekarang saat dia keluar dari lift menuju loby utama, tatapan memuja mengiringi langkahnya. Bersama sang sekretaris yang juga tak kalah tampan, Fatih Syahreza.
Kalau dikalangan para staff wanita JCW group, jika memimpikan pak Elvano adalah mimpi yang ketinggian, jadi mending yang masuk akal aja, yaitu sekretarisnya.
"Fatih, sekarang kita kemana?" El bertanya pada sang sekretaris didepan yang sedang mengemudi.
"Kita meninjau lokasi hotel yang baru pak" jawab Fatih.
"Oke. Chandra stay dikantor?"
"Chandra cuti untuk hari ini dan besok pak. Pertunangannya dilaksanakan malam ini. Bapak bisa datang?"
"Ya, kita bertemu disana saja. Dirumahnya kan?"
"Iya pak"
Selain Fatih, Elvano juga memiliki sekretaris bernama Chandra Adhitama yang malam ini akan melaksanakan pertunangan. Chandra lebih mengurusi pada urusan perusahaan sedangkan Fatih merangkap sebagai assisten pribadi.
Kenapa sekretaris seorang Elvano adalah dua orang pria? Tak ada alasan khusus, mereka lah yang memenuhi syarat ketat yang ditetapkan saat tahap seleksi. Tapi beberapa bulan yang lalu dia juga menerima sekretaris wanita yang ditempatkan dimeja depan ruangannya. Sebagai penyegaran untuk tamu katanya, yang memang kebanyakan pria.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
EL & AL
RomanceLisa memiliki pilihan untuk menuruti perjodohan ini atau menolaknya. Ayahnya bukan tipe pemaksa, ia menyerahkan keputusan pada Lisa. Tentu saja Lisa ingin menolak, banyak alasan untuk menolak, pertama mereka baru sekali bertemu dan pertemuan itu tid...