*7*

318 45 0
                                    

Selasa siang yang ditunggu pun tiba. Ryan Bahar serta Fandy sedang menunggu di loby utama kantor menunggu kedatangan CEO dari JCW Group. Tak lama mereka menunggu, mobil roll royce phantom berwarna silver berhenti tepat di depan kantor. Elvano turun dari kursi pengemudi, sedangkan Fatih dari kursi disampingnya. Karisma boss besar kian terasa, wajah dingin dan angkuh entah bagaimana justru membuat seorang Elvano semakin terlihat berwibawa. Beberapa staff wanita yang ada meja resepsionis terpana dengan kedatangan El, bisik-bisik kagum terdengar. Ada yang hanyar mencuri pandang, adapula yang menatap secara terang-terangan.

"Selamat siang pak Elvano" sambut Ryan mengulurkan tangan dengan senyum diwajah.

"Selamat siang pak" meraih jabatan tangan empunya kantor "saya Elvano dan ini Fatih, yang selama ini berhubungan dengan anda". Fatih pun menjabat tangan Ryan berkenalan.

"Dan ini anak sulung saya, Fandy" Ryan memperkenalkan "mari, kita langsung naik keruangan saya". Mereka pun memasuki lift menuju lantai 4, ruangan sang direktur utama. Sesampainya dilantai 4, Ryan segera membuka ruangannya dan mempersilahkan masuk, tapi sebelum itu.

"Fatih, kamu tunggu disini. Saya ingin bicara empat mata dengan pak Ryan" ujar El.

"Baik pak" Fatih mengiyakan. Memang, El hanya bicara pada Fatih tapi Fandy paham kalau itu artinya ia juga dilarang masuk.

"Pak Fatih mari keruangan saya, sambil menunggu" tawar Fandy.

El dan Ryan pun masuk kedalam ruangan. Ryan mempersilahkan duduk di sofa yang tersedia. Menawarkan minum dan sedikit berbasa-basi.

"Sebenarnya saya terkejut waktu pak Fatih memberitahu saya bahwa CEO dari JCW group ingin bertemu saya untuk membicarakan pembangunan ruko di Bali dan berniat untuk berinvestasi disini"

"Ya, sebelumnya kita sudah pernah bekerja sama bukan pak ditahun 2015? Ketika saya bertanya pada tim tentang gedung itu sekarang, mereka mengatakan semua masih bagus jadi tidak ada salahnya mencoba walaupun santer terdengar tentang kabar kepailitan perusahaan ini" ungkap El.

"Saya tidak akan menutupi hal ini. Memang benar bahwa kami hampir pailit. Tapi jika anda bersedia untuk berinvestasi, saya berjanji untuk bisa menjalankan perusahaan ini seperti sebelumnya bahkan lebih baik lagi"

"Jadi, saya berniat untuk menginvestasikan dana sebesar 100 milyar rupiah pak. Dan untuk awal, pembangunan yang ada di Bali akan saya serahkan kepada anda. Jika hasilnya cukup memuaskan saya, maka pembangunan property lain akan saya serahkan lagi"

"B-b-benarkah pak? 100 milyar? Anda percaya pada kami?" Tanya Ryan terbata.

"Tentu, saya sudah memikirkannya secara matang. Walaupun ini merupakan resiko yang sangat besar, tapi jika anda bisa mengembalikan kredibilitas anda sebagai seorang konstruktor handal seperti sebelumnya, maka ini merupakan kesempatan besar untuk saya sendiri. Tentang bagaimana perlakuan dana itu bisa kita bicarakan dipertemuan lain. Tapi saya tidak akan mengakuisisi perusahaan ini, keputusan secara penuh ada pada anda" ungkap El. Ryan masih bisa tak percaya. Ia merasa ini mimpi di siang bolong yang panas.

"Baik pak baik, saya berjanji agar tidak mengecewakan anda" hanya itu yang bisa Ryan ungkapkan di tengah rasa tidak percayanya.

"Tapi.." El menggantung kalimatnya mengambil kopi yang disajikan, menatap pigura besar diruangan itu yang menampilkan foto keluarga.

"Tapi apa pak?" Tanya Ryan bingung.

"Saya punya satu syarat untuk hal ini" ujar El tanpa melepaskan pandangannya dari foto keluarga itu, tepatnya menatap satu orang yang berdiri dibelakang ayahnya.

"Syarat? Syarat apa ya pak? Ryan semakin kebingungan tapi juga cemas. El mengendikkan kepalanya menunjuk foto itu. Membuat Ryan menoleh turut serta melihat.

EL & ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang