*22*

194 36 0
                                    

Selesai sarapan Lisa membantu ibunya dan Dian mencuci piring dan membersihkan dapur. Sedang mommy Kim kembali kekamarnya untuk packing.

"Lisa, udah kamu balik kamar aja, kamu juga harus packing kan"

"hah? Emang aku mau kemana bu? Yang balik ke Seoul kan bukan aku?" ujar Lisa bingung.

"hedeh" Dian menepuk punggung Lisa "ya kan kamu harus ikut suami kamu kerumahnya Lis"

"oh iya" Lisa baru ingat. Sebelum menikah Elvano telah meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk membawa Lisa tinggal dirumahnya. Rumah El berada di komplek perumahan elit berwaktu tempuh sekitar satu setengah jam jika tidak macet dari rumahnya.

"udah jangan drama, orang deket kok, tiap hari mau kesini juga bisa" ujar Dian melihat adiknya itu melamun "sana buruan packing biar besok sisa berangkat aja"

Lisa pun menuju kekamarnya, ia akan mandi lalu lanjut packing. Rasanya tidak perlu membawa pakaiannya semua sekaligus. Lisa bisa membawa bajunya sedikit-sedikit tiap kali mengunjungi orang tuanya. Saat membuka pintu kamar lagi-lagi bertepatan dengan El yang juga keluar dari kamar mandi, tubuh Lisa otomatis berputar membelakangi.

"Mas, bisa ga sih kamu bawa baju ke kamar mandi terus pakai didalam. Aku ga siap ngeliat kamu topless gitu tiap hari" rengek Lisa. Elvano terkekeh geli, ia yakin wajah Lisa memerah sekarang.

"emang kenapa sih? Kan udah semuhrim, ga dosa juga" goda El sambil mengenakan kaos dan celananya "udah nih"

Lisa berbalik dan mendapati El telah mengenakan pakaian lengkap. Ia menghembuskan nafas lega.

"ya tetep aja, aku kan ga biasa" ujar Lisa sambil mengambil pakaiannya dari lemari.

"ya biasain dong"

"ih, ga mau" lalu pintu kamar mandi tertutup dengan Elvano yang masih tertawa riang.

*****

Sore itu setelah mengantar daddy dan mommy Kim ke bandara El membawa Lisa ke restoran yang cukup mewah di sebuah hotel. Lisa duduk dengan gelisah, melihat orang-orang disana dengan menggunakan pakaian yang anggun dan tentunya mahal. Sedang dirinya sendiri hanya mengenakan kaos dan celana jeans begitu juga dengan El.

"kamu kenapa?" tanya El menyadari kegelisahan istrinya.

"kenapa makan disini sih?"

"ya tadi kamu bilang terserah"

"ya maksudnya di tempat makan biasa aja gitu loh, bukan resto mewah gini. Lihat tuh, mereka pakai dress mahal, aku cuma kaosan gini" protes Lisa menyuarakan ketidaknyamanannya.

"ya terus kenapa? Emang disini ga boleh kalau pakai baju kaos sama celana jeans doang makan ditempat gini? Yang penting kan kita bisa bayar" ujar El santai.

"tapi kan tetep aja ki-"

"pak Elvano?" obrolan mereka terhenti tatkala seorang lelaki paruh baya menyapa Elvano.

"pak Ilham" sapa Elvano lalu berdiri, diikuti oleh Lisa.

Pria yang dipanggil pak Ilham itu segera mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Elvano dan Lisa. Diikuti oleh istri dan sepertinya anak laki-laki beliau.

"apa ini istri bapak?" tanya istri pak Ilham.

"betul bu" ujar El membenarkan "Lisa kenalin, ini pak Ilham, kepala cabang di Surabaya"

"Saya Lisa"

"maaf ya pak, saya memang ga undang banyak orang" tutur El.

"iya pak ga masalah. Selamat untuk pernikahannya ya pak, bu Lisa. Oh iya perkenalkan ini anak sulung saya pak, Lana" anak laki-laki itu segera bersalaman sambil menunduk hormat pada Elvano.

Tak lama, seorang wanita seumuran Lisa menghampiri mereka.

"mah pah, ayo, aku udah selesai" ujarnya

"nah kalau ini anak bungsu saya pak, Raya. Raya, ini pak Elvano, boss papah" Pak Ilham memperkenalkan putrinya.

Lisa segera membelalak dan membuang wajah ke samping mengenali putri sulung pak Ilham.

"saya Raya pak" ujar Raya memperkenalkan diri. Dan saat ingin menyalami Lisa.

"Lisa?!" ujarnya mengenali walaupun Lisa sudah membuang muka.

"ha-hai" jawab Lisa kikuk.

"kamu kenal istri pak Elvano?" tanya istri Pak Ilham.

"istri??!!" kaget Raya

"sebentar ya mas" Lisa segera menarik Raya menuju tempat yang lebih sepi.

Setelah dirasa obrolan mereka tak lagi dapat didengar dari mejanya, Lisa melepaskan genggaman dari tangan Raya.

"Lis? Lu istri pak Elvano?" Lisa hanya mengangguk pasrah "hah? Gimana sih? Lu kan pacar ka Arvin?"

Raya ini merupakan pacar dari salah satu sahabat Arvin, jadi Lisa dan Raya cukup akrab karena keduanya sering bertemu ketika para pria sedang nongkrong, walaupun tak seakrab Jennie, Ochi dan Cla.

"ceritanya panjang Ray, gue ga bisa ceritain sekarang. Tapi gue sama kak Arvin udah putus"

"Putus?!!" pekik Raya "kapan?"

"nanti, nanti gue ceritain. Tapi sekarang please, lo jangan kasih tau siapapun tentang gue yang udah nikah. Apalagi ka Arvin, dia emang udah tau kalau gue mau nikah. Tapi kalau lo ceritain gue yakin ka Arvin ga akan baik-baik aja. So, lo mau kan ngejaga rahasia gue?" pinta Lisa.

Raya menghela nafas keras, kebingungan tentu saja "fine, tapi lo wajib ceritain nanti" ujar Raya Akhirnya.

"oke. Makasih ya Ray"

Lisa dan Raya pun kembali ke meja mereka sebelumnya. Lisa berdiri kikuk disamping Elvano diiringi tatapan penasaran Raya.

"ya udah pak, kalau gitu kami duluan ya pak. Silahkan dilanjut makannya" Pak Ilham dan keluarganya pun meninggalkan El dan Lisa.

Setelah pak Ilham tak lagi terlihat El dan Lisa kembali duduk dan mulai memakan hidangan yang telah diantarkan pelayan.

"kamu tadi ngomongin apa sama anaknya pak Ilham?" tanya El.

"aku minta Raya untuk ga ngomong ke siapa pun tentang pernikahan kita" Jawab Lisa enteng.

"kenapa? Kamu malu nikah sama saya?" Lisa yang hendak menyuap makanannya terhenti dan meletakan lagi sendok yang dipegangnya.

"temen-temen aku dikampus taunya aku pacaran sama ka Arvin. Kalau tiba-tiba ada gosip ternyata aku nikah sama orang lain, mereka bakal bilang apa mas? Apalagi yang aku nikahin sekelas bosnya papah Raya. Mereka pasti bakal berspekulasi yang engga-engga tentang aku"

"ya tinggal jelasin aja yang sebenernya"

"apa yang harus aku jelasin? Kalau emang bener aku cewe matre yang rela khianatin pacarnya buat nikah sama orang kaya? Atau kalau aku ternyata dibeli dengan embel-embel investasi?" ujar Lisa tajam. Elvano mengeraskan rahangnya tak terima dengan ucapan Lisa.

"saya ga pernah ngebeli kamu Lisa. Investasi dan kamu dua hal yang berbeda"

"berbeda apanya? Kamu ga akan investasi kan kalau aku tolak tawaran kamu? Jadi beda apanya mas? Aku dibeli, jadi jangan denial tentang itu!"

"cukup!" sentak Elvano dengan nafas memburu menahan amarah "habiskan makanan kamu"

"gak! Aku ga nafsu!"

"kita pulang"

Lisa pun segera berdiri dan mengambil tas selempangnya lalu berjalan keluar tanpa menunggu Elvano. Bukan hanya El yang menahan marah sekarang, tapi dirinya juga. Apa El tidak merasa kalau pernikahan mereka ini memang transaksi? Kenapa El menolak hal itu.

*****

EL & ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang