* Happy Reading *
Langkah Lisa pagi itu sedikit lunglai, tadi malam ia baru bisa tidur ketika jam menunjukkan pukul satu dini hari. Saat ingin menuruni anak tangga terdengar tawa hangat dimeja makan keluarganya. Dia sudah memutuskan dan mendengar tawa itu, keputusannya sudah bulat.
"selamat pagi" sapa Lisa pada keluarganya yang telah lengkap dimeja makan.
"pagi nak" ujar sang ayah.
"Lisa, ibu cuma bikin roti bakar, mau isi apa?" tanya sang ibu.
"selai strawberry aja bu, tapi yang banyak ya" Lisa nyengir, memperlihatkan gigi putihnya. Selesai menghidangkan roti Lisa, si ibu kembali duduk dan kembali memakan roti miliknya sendiri. Sedangkan Lisa mulai menggigit rotinya. "Oh iya, untuk permintaan pak Elvano. Aku sudah punya keputusannya ayah"
Sontak suara si bungsu itu langsung menarik perhatian semua anggota keluarga yang sedang asyik sarapan. Mereka benar-benar gugup dengan keputusan yang diambil Lisa.
"jadi bagaimana Lisa? Apa keputusan kamu?" tanya Ryan pada anaknya.
"aku mau nerima perjodohan itu yah" jawaban Lisa membuat semuanya terkejut. Benar-benar tak menyangka kalau Lisa akan menerima pinangan El. Karena melihat sejak awal betapa kerasnya niat Lisa menolak perjodohan ini. Tapi pada akhirnya menerima. Mereka tahu, sebesar apa Lisa menekan egonya sendiri untuk keluarganya.
"nak" Ryan mengelus rambut Lisa lembut "kamu serius? Ayah beneran ga apa-apa kalau kamu menolak perjodohan ini, kamu jangan menekan diri kamu sendiri hanya untuk kami"
"aku udah pikirin ini semua dengan matang kok yah" Lisa menghela nafas, sedari tadi ia mencoba bersikap santai, tapi ternyata tidak semudah itu ketika beban menghimpit dadanya "aku ga akan bohong kalau aku terpaksa menerimanya, tapi ini bukan cuma demi ayah, ini demi kita semua dan demi aku juga. Aku belum siap kalau harus hidup terpisah sama ayah, sama ibu, apalagi kalau kak Fandi harus ke Kalimantan. Aku belum siap. Aku ga bisa ngeliat ayah, diusia yang sekarang harus merangkak lagi untuk berbisnis. Hanya tolong untuk tetap disamping aku untuk kedepannya ya yah" air mata Lisa menetes.
Dian berdiri memeluk adiknya itu, tanpa sepatah katapun. Ia tahu adiknya memiliki mimpi yang begitu besar, tapi harus rela disingkirkan demi keluarganya. Andai ia bisa berbuat sesuatu, pasti akan ia lakukan. Sayangnya tuhan tidak memberikan pilihan lain. Seolah memang hanya Lisa yang diberikan tuhan untuk menentukan nasib keluarganya.
*****
Elvano baru saja mendarat di incheon airport Seoul. Ia memasuki mobil yang telah menjemputnya. Saat mobil yang membawanya mulai meninggalkan area bandara, smartphone yang berada disakunya bergetar menandakan adanya panggilan masuk. Melihat nama pemanggil yang tertera, ia segera menggeser ikon hijau dilayar.
"selamat siang Pak Ryan" Elvano menyapa.
"selamat siang Pak Elvano, maaf mengganggu waktu anda. Saya ingin memberitahu keputusan Lisa mengenai syarat yang anda ajukan"
Elvano yang mendengar itu langsung merasakan kegugupan menyergapnya, ia sampai meminta sopir yang membawa mobilnya untuk menepi. Ia ingin mendengar lebih jelas apa yang akan dikatakan oleh pak Ryan. Sebelum menjawab ia menghela nafas panjang.
"jadi bagaimana pak?" ujar El harap-harap cemas.
"Lisa menerimanya" dua kata dari Ryan Bahar yang membuat Elvano menarik lebar senyumnya, dengan sedikit menyingkirkan handphonenya, El berselebrasi. Membuat sopir yang melihatnya dari kaca spion tengah kebingungan juga penasaran. Apa yang membuat boss es kutubnya itu sesenang ini. Setelah bisa menenangkan diri, El kembali menempelkan handphone ditelinganya.
"kalau begitu apa saya bisa membawa keluarga saya kerumah anda? Untuk acara lamaran resminya pak?" El bersuara senormal mungkin.
"bisa. Tapi Lisa bilang dia juga punya persyaratan untuk anda, dia akan mengatakan saat acara lamaran nanti"
"baik. Kebetulan saya di Seoul sekarang, saya akan meminta keluarga saya untuk datang"
"kalau begitu saya tunggu" sambungan telepon pun terputus. Elvano ingin mengekspresikan kebahagiaannya sekarang, entahlah sepertinya dia akan berbagi bonus untuk karyawannya nanti.
"kita kerumah daddy sekarang" Elvano memerintahkan dengan bahasa Korea kepada sopirnya, yang segera menjalankan mobilnya. Ia tahu satu jam lagi ia ada meeting, Fatih juga sudah menunggu dikantor cabang Seoul, tapi apa yang lebih penting sekarang daripada meminta paman dan bibinya untuk mengosongkan jadwal dan memintanya untuk melamar perempuan yang dicintainya.
*****
Diandra Angel Bahar
KAMU SEDANG MEMBACA
EL & AL
RomanceLisa memiliki pilihan untuk menuruti perjodohan ini atau menolaknya. Ayahnya bukan tipe pemaksa, ia menyerahkan keputusan pada Lisa. Tentu saja Lisa ingin menolak, banyak alasan untuk menolak, pertama mereka baru sekali bertemu dan pertemuan itu tid...