Elvano menghentikan langkahnya didepan sebuah restoran yang masih dalam mall tempat mereka belanja sebelumnya.
"kamu masuk duluan aja cari tempat, aku masukin ini dulu ke mobil" suruh El sambil menunjuk belanjaan mereka yang masih dalam troli.
"oke" jawab Lisa lalu masuk bersamaan dengan El yang mendorong trolinya menuju parkiran.
Lisa memilih tempat disamping jendela full kaca yang memperlihatkan sedkit pemandangan kota, karena restoran yang El pilih ini berada di lantai dua.
"pesan sekarang mba?" seorang pelayan menghampirinya dengan buku menu didekapannya.
"saya nunggu suami saya dulu ya mba"
"baik, nanti panggil saja" pelayan itu pun pergi. Restoran ini tidak terlalu ramai, mungkin karena ini sudah lewat jam makan siang.
Lisa pun menunggu El dengan melihat pemandangan kota disampingnya. Lisa kembali penasaran siapa Sheila tadi? Dan Rere yang disebutnya? Lalu tentang move on?
"sudah pesen?" tiba-tiba El sudah duduk didepannya.
"belum. Mba" Lisa memanggil pelayan tadi. Keduanya pun memesan makanan yang ada dalam buku menu itu. Setelah pesanan tercatat pelayan itu pergi.
"ada yang kamu mau beli lagi ga? Baju, sepatu atau tas untuk semester baru?" tawar El. Berhubung Lisa memang beberapa hari lagi akan masuk perkuliahan kembali.
"ga usah mas, yang sebelumnya masih bisa dipakai kok"
"untuk beli yang baru ga usah nunggu yang sebelumnya rusak Lisa. Terus tadi aku liat nota pakaian dalam kamu, kok banyak diskonnya sih?"
"ya emang aku sengaja ambil yang lagi diskon mas" ujar Lisa antusias "aku tuh pemburu diskon"
"kok gitu?"
"ya supaya hemat lah. Aku tuh terbiasa hemat, beberapa tahun belakang ini kan memang bisnis ayah ga sebagus dulu. Ketambahan masalah kak Fandy. Jadi aku memang harus super hemat biar uang jajannya cukup sebulan. Untung temen-temen aku baik, apalagi kak Jennie, sering banget traktir aku makan siang" Lisa nyengir memperlihatkan gigi-gigi putihnya "lagian tadi barang diskonnya tetep bagus kok ukurannya juga pas, walaupun warnanya bukan kesukaan aku tapi ya ga masalah"
Obrolan mereka terinterupsi ketika pelayan datang membawakan makanan dan minuman yang telah mereka pesan.
"mulai sekarang jangan berhemat"
"hah?" Lisa baru menyuap makanannya.
"mulai sekarang beli apa yang kamu suka bukan apa yang lagi diskon. Beli apa yang kamu inginkan, yang kamu suka bentuknya, warnanya apapun itu. Kalau kamu lupa Lisa, suami kamu pemilik perusahaan yang cukup besar. Diskon beberapa ratus ribu atau beberapa juta ga akan mempengaruhi saldo bank saya" tegas El lalu menyuapkan makanannya. Sedang Lisa mengernyit.
"kok sombong sih?"
"bukan sombong, tapi ngingetin kamu. Udah cukup berhematnya. Kalau kamu mau sesuatu beli yang sesuai apa yang kamu mau. Oh ya, kalau kamu biasanya ditraktir, gantian sekarang kamu yang harus nraktir mereka"
"dan kalau kamu lupa mas, itu uang kamu, bukan uang aku, aku belum menghasilkan uang"
"uang saya artinya uang kamu juga. Paham?" tegas El semakin membuat Lisa bingung "Lisa, terlepas bagaimana hubungan kita kedepannya, entah saya berhasil atau gagal dapatin cinta kamu yang jelas selama kamu adalah istri saya, artinya uang saya adalah uang kamu. Biaya kuliah, uang jajan dan yang lainnya mulai sekarang akan jadi tanggung jawab saya bukan ayah lagi. Paham?" Lisa mengangguk ragu.
"kamu sudah terpaksa dan banjir air mata nikah sama aku Lisa. Seengganya kamu nyenengin diri sendiri dong. Nikah sama CEO kok mikirin hemat" Lisa pun merengut.
"tadi katanya ga sombong. Itu tuh, tuh sombong namanya" ujar Lisa kesal yang dijawab El dengan tawa.
"dan satu lagi, uang untuk kebutuhan rumah kamu yang kelola mulai bulan depan"
"loh? Jangan dong mas, biasanya bi Layla yang urus kan? Ga enak aku"
"bi Layla udah lama banget ga mau pegang, beliau selalu bilang takut kepake"
"nanti deh aku tanya bi Layla dulu, aku takut nyinggung bi Layla"
"ya udah nanti tanya aja. Ayo makan lalu kita pulang"
Mereka pun sudah menyudahi obrolan itu dan melanjutkan makan hingga habis dan kembali kerumah.
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
EL & AL
RomanceLisa memiliki pilihan untuk menuruti perjodohan ini atau menolaknya. Ayahnya bukan tipe pemaksa, ia menyerahkan keputusan pada Lisa. Tentu saja Lisa ingin menolak, banyak alasan untuk menolak, pertama mereka baru sekali bertemu dan pertemuan itu tid...