Titik Terang

1.1K 30 7
                                    

    “Kenapa kaget begitu? Masih ada banyak yang bisa dijadikan obat, seperti lipan, cacing tanah, dandelion, tanaman ekor kucing. Semua itu bisa dijadikan obat-obatan juga.”

Leon berkata dengan tenang, “Kemalakian itu sifatnya panas, rasanya pedas, mengeluarkan lendir, mengandung air, bisa membunuh serangga, bisa digunakan sebagai obat pencahar dan membersihkan saluran pencernaan manusia. Meskipun dia agak beracun, tapi khasiatnya tidak bisa diragukan lagi.”

“Jangan kira aku nggak tahu ya,aku sering mendengar di film-film kalau kemalakian bisa digunakan sebagai obat pencahar, dasar dukun gadungan!” kritik Sucyanti.

“Percuma saja aku bicara sampai berbuih juga, kamu tidak tahu apa-apa soal medis!” balas Leon dengan ketus.

Sebagai seorang keturunan ahli pengobatan tradisional, mendengar dirinya disebut ‘dukun gadungan’ membuat Leon cukup kesal. Dia menganggap jika seseorang yang mengata-ngatainya begitu hanyalah orang mabuk.

Jika bukan karena pengalamannya selama ini, keluarga Wibowo tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengundang Leon ke rumah mereka.

Saat itu juga, Indra berusaha mencairkan suasana, “Tidak usah jadi ribut. Kakek percaya sama Leon. Lagi pula, semua obat itu pasti ada efek sampingnya. Kami tidak bisa menyangsikan kandungan lain yang ada di kemalakian hanya karena dia terkenal sebagai obat pencahar. Sucy, kamu itu bukan seorang ahli kesehatan seperti Nak Leon.”

“Kakek, Kakek ini terlalu percaya padanya sampai jadi buta dengan kenyataan yang ada. Aku akui dia punya keahlian, tapi levelnya sangat terbatas. Aku sama sekali nggak percaya kalau penyakit nenek yang bahkan banyak dokter yang gagal menyembuhkannya bisa sembuh begitu saja di tangannya!”

Sekarang, ekspresi wajah Sucyanti tampak begitu gelisah, terutama karena mengkhawatirkan keselamatan neneknya.

Jika perawatannya tidak berjalan dengan baik, itu masih bisa diterima. Namun jika kondisi neneknya semakin memburuk meskipun sudah mendapatkan perawatan, itu tidak bisa dimaafkan!

“Buta? Kamu meremehkan kakekmu sendiri. Aku bukan orang bodoh, aku masih bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.”

Setelah itu, Indra langsung memanggil kepala pelayan rumahnya.

“Pergilah, cepat belikan obat yang ada di resep sekarang juga dan cepat kembali lagi!”

Indra sangat percaya pada Leon. Dia membantah perkataan cucunya dan langsung membuat keputusan.

Sucyanti benar-benar kecewa pada kakaknya. Dia mengeluh karena kakeknya lebih percaya pada pria tidak jelas asal-usulnya ketimbang cucunya sendiri. Wanita itu kecewa karena kakeknya menyerahkan kesehatan neneknya pada Leon.

Namun, Andrew yang sedari tadi ditunggu pun tak kunjung sampai. Sebagai seorang yang awam dalam bidang medis, kata-katanya tidak cukup untuk meyakinkan kakeknya.

Tak lama, kepala pelayan kembali dengan membawa bahan-bahan sesuai yang dituliskan dalam resep. Kemudian, seorang pelayan pergi ke dapur untuk merebus bahan-bahan obat itu.

Selagi menunggu bahan-bahan obat itu selesai direbus, Leon duduk tegak dan tampak tenang.

Sebenarnya, Indra belum merasa lega saat ini. Dia memang tampak tenang dari luar, namun saat ini dia sedikit kebingungan.

Meskipun dia percaya pada Leon, namun sebelum hasil akhirnya keluar, Indra tidak bisa menjamin jika pria muda itu bisa menyembuhkan istrinya.

Itu adalah dua hal yang berbeda.

Bagaimanapun juga, sebelumnya Indra sudah mendatangi banyak dokter, termasuk teman-teman dokternya yang terkenal di ibukota, namun mereka gagal menyembuhkan istrinya.

Super Rich ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang